Bikin Repot Generasi Sandwich, Apa Hukum Orang Dewasa Bergantung Hidup pada Orang Tua?

Arintha Widya - Selasa, 14 Februari 2023
ilustrasi generasi sandwich yang menanggung hidup tiga generasi
ilustrasi generasi sandwich yang menanggung hidup tiga generasi Kang Iwan

Parapuan.co - Generasi sandwich sering kerepotan secara finansial maupun mental karena ada dua generasi berbeda yang bergantung hidup padanya.

Generasi sebelum sandwich generation yang tak lain adalah orang tua, dan generasi sesudahnya alias anak-anak.

Orang tua yang sudah pensiun dan lemah secara fisik rasanya wajar jika bergantung hidup pada anaknya.

Akan tetapi bagi anak yang sudah dewasa dan masih bergantung pada orang tua, bagaimana?

Jika terjadi, ini tentu akan menambah repot generasi sandwich karena semua orang bergantung padanya.

Ternyata, ada hukum yang mengatur bagaimana jika orang dewasa masih bergantung hidup pada orang tua.

Berikut rinciannya sebagaimana dikutip dari Hukumonline!

Ukuran Kedewasaan Menurut Undang-Undang Perkawinan

Kedewasaan seseorang dalam peraturan perundang-undangan diatur berdasarkan batas usia.

Baca Juga: Pernikahan Bisa Memicu Masalah Kesehatan Mental pada Perempuan, Benarkah?

Namun, batas usia seseorang dikatakan dewasa ini berbeda-beda, mulai 17 hingga 21 tahun.

Misalnya dalam UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, batas usia dewasa adalah diperbolehkannya seseorang menikah, yaitu di usia 19 tahun.

Akan tetapi jika mengacu rekomendasi dari BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional), usia minimal seseorang boleh menikah adalah 21 tahun.

Kalau pernikahan menjadi tanda seseorang telah dewasa, berarti orang yang sudah berusia minimal 21 tahun dianggap sudah dewasa dan mandiri.

Apalagi jika di usia itu seseorang sudah menikah, artinya ia harus telah mandiri setidaknya secara finansial dan tidak bergantung pada orang tua.

Apakah Orang Dewasa yang Bergantung Hidup pada Orang Tua Melanggar Hukum?

Apabila pertanyaan semacam itu muncul, hukum menjawab salah satunya melalui UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.

Di dalam Pasal 46 ayat 2 UU tersebut, diatur bahwa anak yang telah dewasa wajib memelihara, menurut kemampuannya, orang tua dan keluarga dalam garis lurus ke atas, bila mereka memerlukan bantuannya.

Namun demikian, tidak diatur jelas apa yang dapat dilakukan oleh orang tua ataupun sanksi hukum apa untuk anak jika tidak melakukan kewajiban tersebut.

Baca Juga: 8 Langkah Mudah untuk Bisa Dewasa Secara Emosional. Coba Yuk!

Hal itu jadi berbeda jika ditinjau dari UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (PKDRT).

Bahwasanya, anak yang menurut hukum wajib baginya untuk memelihara orang tua, dapat dipidana jika melalaikan kewajibannya jika orang tua tersebut termasuk dalam lingkup rumah tangga si anak.


Dengan kata lain, orang yang sudah dewasa semestinya dapat memelihara dirinya sendiri, terutama jika sudah berpisah dari orang tua atau menikah dan berumah tangga.

Ada pun orang tua dapat memilih apakah akan memberikan sebagian nafkah atau yang lain kepada anak-anak mereka.

Dan juga, anak bisa tetap memberikan sebagian nafkah kepada orang tuanya jika mereka membutuhkan, terlebih kalau orang tua tinggal bersamanya.

Terlepas apa pun aturan hukumnya, menjadi dewasa tidak hanya soal usia dan fisik semata.

Akan tetapi juga dewasa secara mental, finansial, dan kesadaran untuk tidak bergantung pada orang tua.

Terlebih jika orang tua secara fisik sudah tidak mampu melakukan kegiatan dan pekerjaan seperti saat muda dulu.

Sekarang Kawan Puan sudah tahu bagaimana hukumnya jika orang dewasa masih bergantung pada orang tua, bukan?

Semoga informasi di atas menambah wawasanmu, ya.

Baca Juga: 6 Tanda Kamu Sudah Dewasa secara Emosional, Salah Satunya Berempati

(*)