Ajeng Patria Meilisa

Kandidat doktor Universitas Birmingham, UK. Sedang melaksanakan  riset komunikasi keluarga dan perkembangan anak. Berharap dapat mengokohkan peran keluarga dalam masyarakat.

Memahami Hak Anak dalam Menyampaikan Pendapat dan Cara Mewujudkannya

Ajeng Patria Meilisa Kamis, 26 Januari 2023
Anak juga punya hak untuk menyampaikan pendapat dan didengarkan. Bagaimana orangtua bisa melakukannya?
Anak juga punya hak untuk menyampaikan pendapat dan didengarkan. Bagaimana orangtua bisa melakukannya? kokoroyuki

Tulisan ini merupakan pandangan pribadi dari penulis.

Tidak hanya itu, mereka juga mendengarkan serta mempertimbangkannya secara sungguh-sungguh.

Bahkan anak-anak ini, karena merasa aman dan nyaman untuk berpendapat, seringkali bisa menyampaikan opininya sendiri tanpa harus diminta.

Mungkin pendapat berikut ini bisa jadi hanya stereotip dan tidak mewakili seluruh keluarga di Indonesia.

Tetapi sependek pengamatan saya, tidak semua orangtua di negeri kita punya kesadaran untuk meminta dan mendengarkan sungguh-sungguh opini dari anak-anak mereka.

Anak-anak masih dianggap “hanya anak-anak”, dan dalam arti tertentu dianggap kurang memadai untuk menyampaikan pendapat.

Baca Juga: Terapkan Gentle Parenting, Ini Cara Ciptakan Ruang Aman bagi Anak Menurut Halimah

Pandangan semacam itu saya kira mesti dikikis dan kita mesti mulai menempatkan anak-anak secara sejajar dengan orang dewasa dalam hak-haknya.

Memang anak-anak mungkin masih terbatas dalam hal kekayaan diksi atau cara penyampaian gagasan ketimbang orang dewasa.

Hanya saja, jika kita kembali pada penelitian Piaget, hal tersebut tidak berarti anak-anak tidak memiliki jalan pikir yang kompeten.

Hal-hal seperti cara menyampaikan dan perbendaharaan bahasa, pada kenyataannya, bisa dipelajari seiring waktu.

Di Indonesia, Konvensi Hak Anak dari PBB sebenarnya telah diadopsi oleh Keputusan Presiden No. 36 tahun 1990.

Selain itu, terkait hak anak juga muncul dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak (UU 4/1979); Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak); serta Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM).

Beberapa hak anak yang penting untuk kita ketahui dan telah dilindungi hukum antara lain, hak mendapatkan identitas, hak mendapatkan pendidikan, hak untuk bermain, hak mendapatkan perlindungan, hak mendapatkan kesamaan, dan hak-hak lainnya.

Meski demikian, perlu diakui bahwa terkait menyampaikan opini dan pendapat pada anak, tidak ada pasal yang gamblang menyebutkannya.

Itulah yang sepatutnya menjadi pekerjaan rumah bagi kita semua: Tidak hanya menciptakan iklim yang kondusif bagi anak supaya berani mengeluarkan pemikirannya sendiri, melainkan juga mendorong otoritas supaya hak anak dalam berpendapat juga dilindungi oleh negara.

Untuk sampai pada kondisi ideal semacam itu, tentu kita tidak bisa berpangku tangan menunggu pemerintah menyusun undang-undang.

Hal yang bisa kita lakukan adalah memulainya dari diri kita sendiri, karena anak terus bertumbuh, terus berkembang, dan tugas kita bukan semata-mata menyuapinya dengan pengetahuan, melainkan menyimak apa yang mereka rasakan dan pikirkan. (*)