Kemenag Terbitkan Aturan Baru, Bersiul dan Menatap Termasuk Kekerasan Seksual

Alessandra Langit - Selasa, 18 Oktober 2022
Kemenag terbitkan aturan soal jenis kekerasan seksual, bersiul dan menatap termasuk di dalamnya.
Kemenag terbitkan aturan soal jenis kekerasan seksual, bersiul dan menatap termasuk di dalamnya. asiandelight

Parapuan.co - Kawan Puan, Kementerian Agama (Kemenag) menerbitkan aturan baru terkait kekerasan seksual.

Aturan terbaru Kemenang tercantum dalam Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 73 Tahun 2022 tentang Penanganan dan Pencegahan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan.

Dalam aturan baru Kemenag, dituliskan bahwa bersiul, menatap, dan merayu termasuk dalam tindakan kekerasan seksual.

Melansir Kompas.comAnna Hasbie selaku juru bicara Kemenag menjelaskan klasifikasi jenis kekerasan seksual dalam aturan tersebut.

Menurut keterangannya, ada 16 klasifikasi kekerasan seksual dalam aturan baru yang diterbitkan Kemenag.

Dalam aturan tersebut, kekerasan seksual termasuk ujaran dan tindakan yang selama ini diwajarkan di tengah masyarakat.

"Menyampaikan ucapan yang memuat rayuan, lelucon, atau siulan yang bernuansa seksual pada korban juga termasuk bentuk kekerasan seksual," jelas Anna.

Anna juga menegaskan bahwa menatap korban dengan kesan seksual yang menyebabkan ketidaknyamanan juga masuk dalam kategori kekerasan seksual.

Anna mengatakan bahwa klasifikasi kekerasan seksual ini merupakan proses diskusi panjang Kemenag bersama lembaga-lembaga terkait.

Baca Juga: Mengintip Bahaya di Balik Viralnya Kasus Kekerasan Seksual di Media Sosial dari Perspektif Korban

"Setelah melalui proses diskusi panjang, kita bersyukur PMA tentang Penanganan dan Pencegahan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan pada Kementerian Agama akhirnya terbit dan sudah diundangkan per 6 Oktober 2022," ungkap Anna.

Kawan Puan, kini aturan terkait kekerasan seksual ini wajib diterapkan dan berlaku di seluruh lembaga pendidikan.

Madrasah di setiap jenjang, pesantren, satuan pendidikan mencakup jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal wajib menerapkan aturan ini.

Selain itu, aturan ini juga berlaku di madrasah, pesantren, dan satuan pendidikan keagamaan lainnya.

Dalam hal pencegahan, aturan ini mewajibkan satuan pendidikan untuk melaksanakan sosialisasi, pengembangan kurikulum dan pembelajaran terkait kekerasan seksual.

Sekolah juga harus menyusunan SOP pencegahan, tak lupa pengembangan jejaring komunikasi dengan lembaga terkait.

Dalam penuntasan kasus kekerasan seksual, satuan pendidikan boleh bekerja dengan kementerian atau lembaga.

Selain itu, satuan pendidikan juga dapat berkoordinasi dengan pemerintah daerah, perguruan tinggi, satuan pendidikan lain, masyarakat, dan orangtua peserta didik.

"Terkait penanganan, PMA ini mengatur tentang pelaporan, pelindungan, pendampingan, penindakan, dan pemulihan korban," jelas Anna.

Kawan Puan, dengan adanya aturan baru ini, masyarakat akan memiliki bekal pengetahuan soal jenis-jenis tindak kekerasan seksual.

Harapannya, aturan ini dapat mengedukasi masyarakat terkait tindak kekerasan seksual yang selama ini dinormalisasi oleh lingkungan.

Baca Juga: Mengenal Piramida Budaya Perkosaan, Bentuk Kekerasan Seksual dalam Bahasa Keseharian

(*)

Sumber: Kompas.com
Penulis:
Editor: Dinia Adrianjara