Alami Kehamilan Tidak Diinginkan, Banyak Korban Pemerkosaan Belum Tahu tentang Akses Aborsi Aman

Saras Bening Sumunar - Rabu, 28 September 2022
Perempuan korban pemerkosaan.
Perempuan korban pemerkosaan. Freepik

Parapuan.co - Kasus kekerasan dan pelecehan seksual masih menjadi musuh besar perempuan.

Ada banyak wujud kekerasan dan pelecehan seksual, termasuk kasus pemerkosaan.

Tak sedikit pula korban pemerkosaan yang mengalami kehamilan tak diinginkan atau KTD.

Jika demikian, korban pemerkosaan yang mengalami KTD sesungguhnya bisa melakukan aborsi aman.

Namun, karena kurangnya informasi, masih banyak korban pemerkosaan yang tidak mengetahui adanya hak aborsi aman tersebut.

Padahal sudah ada Undang-Undang yang mengatur tentang kebijakan aborsi aman.

Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan, pada dasarnya praktik aborsi menjadi hal yang dilarang.

Namun ada pengecualian khusus seperti indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak kehamilan dini dan kehamilan akibat pemerkosaan yang menyebabkan trauma bagi korbannya.

Di sisi lain, perlu juga diperhatikan bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi mengatur usia kehamilan yang diperbolehkan aborsi.

Baca Juga: Berpayung Hukum, Perempuan Korban Pemerkosaan Memiliki Hak Atas Aborsi Aman

Artinya, tindakan aborsi akibat pemerkosaan hanya bisa dilakukan ketika usia kehamilannya 40 hari sejak haid terakhir.

Meski sudah berpayung hukum, layanan bagi korban pemerkosaan terkait aborsi aman belum juga didapatkan.

Dalam acara webinar bertajuk "Bicara Pemenuhan Hak Korban Kekerasan Seksual Khususnya Pada Penanganan Kesehatan Reproduksi Yang Komprehensif Termasuk Aborsi Aman," pada Rabu (28/9/2022), para narasumber turut membicarakan tentang pendampingan korban dengan akses aborsi aman.

"Korban pelecehan seksual dan kekerasan seksual berhak atas aborsi aman," ucap Ika Ayu, Direktur Perkumpulan Samsara.

Tak hanya itu, Ika juga menyebut akses terkait aborsi aman juga memberikan tantangan tersendiri.

"Tantangan yang lebih besar juga tentang akses aborsi aman," tambahnya.

Menurutnya, masih banyak wilayah yang belum memiliki akses terkait aborsi aman.

Rahayu Purwaningsih, selaku Direktur Yayasan SPEK-HAM juga menyebutkan bahwa ada tantangan lain dalam pendampingan korban.

"Di dalam pendampingan, korban masih kurang mengetahui informasi terkait aborsi aman. Ini yang juga menjadi tantang terbesar," ucap Rahayu.

Webinar tersebut juga dihadiri oleh Mundik selaku pendamping korban (WCC Jombang) dan Berliana dari Perkumpulan Sada Ahmo (Pesada).

Mengingat kejadian kekerasan terhadap perempuan semakin marak, Kawan Puan bisa mencari bantuan ke lembaga terdekat atau mencari di sini.

(*)

Baca Juga: Bantuan yang Perlu Diberikan pada Korban Pemerkosaan, Salah Satunya Aborsi Aman