Cerita Para Founder Startup Perempuan Soal Kendala di Industri Teknologi

Aulia Firafiroh - Selasa, 23 Agustus 2022
Kendala perempuan di industri teknologi
Kendala perempuan di industri teknologi dok. Women in Impacts by East Ventures

Parapuan.co- Hari Kemerdekaan Indonesia ke-77 baru saja dihelat pada 17 Agustus 2022 kemarin.

Semakin merdeka suatu negara, harusnya kebebasan mengekspresikan diri dan kesempatan yang sama terlepas dari jenis gendernya semakin merdeka.

Menurut studi BCG yang tayang di rilis pers "Berinvestasi pada wanita: Pandangan terkini dan cara mendukung wanita di bidang teknologi", lebih dari 50 persen lulusan Indonesia adalah perempuan, tetapi hanya 32 persen perempuan yang memilih bekerja.

Selain itu, di tingkat manajemen senior dan CEO atau dewan, hanya 18 persen dan 15 persen adalah perempuan.

Maka dari itu, Women with Impact by East Ventures mengadakan diskusi dan sesi networking pada Selasa (16/8/2022) lalu, guna mendukung para pemimpin startup perempuan di ekosistem teknologi.

Acara tersebut bertujuan untuk mendorong perempuan untuk saling mendukung,
termasuk mendapatkan dukungan dari laki-laki, menavigasi tantangan yang mereka hadapi di bidang teknologi dan peluang di industri tersebut.

Dalam acara yang dihadiri oleh investor, founder startup, dan penyedia solusi teknologi tersebut, para pembicara memberikan perspektif dan kendala yang mereka hadapi di bidang teknologi.

Cerita pertama mengenai kendala perempuan dalam bidang teknologi, diceritakan oleh Tessa Wijaya, founder perempuan pertama dalam membangun fintech unicorn di Indonesia.

Co-Founder & COO Xendit ini membagikan pengalaman dan perspektifnya tentang perjuangan dan
pembelajaran membangun startup dari awal.

Baca juga: Mengenal Windy Natriavi, Sosok Perempuan di Balik Startup Fintech AwanTunai

Sebagai seorang founder perempuan, ia menyadari sulitnya membangun relasi atau networking dalam mengembangkan bisnis saat itu.

Bagi Tessa, memiliki network sangat penting dalam membantu para founder untuk memahami hal sederhana seperti membuat deck, pitching, penggalangan dana, atau memperluas bisnis.

Ditambah lagi dengan sedikitnya founder perempuan dibanding founder laki-laki, karena tidak
ada akses untuk memfasilitasi mereka berbagi dan belajar dari satu sama lain.

Hal itu menyulitkan Tessa karena sedikit pemimpin perempuan yang dapat dihubungi untuk ditanya hal-hal yang berkaitan dengan penggalangan dana, pitch deck, dan valuasi perusahaan.

“Kekuatan network sangat penting. Tanpa dukungan sesama wanita, saya tidak dapat saling berkolaborasi dan memiliki kemampuan untuk mengembangkan bisnis,” kata Tessa.

Kendala yang disampaikan Tessa, disetujui oleh Veronica Colondam selaku pendiri dan CEO Yayasan Cinta Anak Bangsa (YCAB) Foundation dan YCAB Ventures.

Ia mengakui pentingnya network dan dukungan dari rekan untuk perkembangan para founder perempuan dan membantu mereka mengembangkan bisnis.

Hal itu juga yang melatar belakangi Veronica untuk terus aktif membuat inisiatif yang berdampak bagi pengusaha perempuan di Indonesia selama 25 tahun terakhir.

Veronica diketahui mendedikasikan dirinya untuk mendirikan yayasan YCAB dan YCAB Ventures, bergabung sebagai anggota dewan di program mentorship Asian Venture Philanthropy Network (AVPN).

Baca juga: Ini Skill Wajib untuk Berkarier di Industri Teknologi Menurut Co-Founder AwanTunai

Perempuan yang juga merupakan Komisaris Independen di perusahaan keuangan mikro milik negara Permodalan Nasional Madani (PNM) ini, juga berfokus pada investasi ultra mikro dan perempuan.

“Perempuan dan dampak hanyalah istilah antara dua dunia, sektor dampak dan sektor keuangan.
Artinya jika apa yang Anda lakukan berdampak, maka hal tersebut merupakan hal yang hebat, itulah tujuan Anda. Tapi ingat dampaknya bagi umat manusia yang paling kecil, bagi semua orang hingga ke garis terbawah. Di dasar piramida. Apa yang dapat Anda lakukan melalui bisnis Anda untuk benar- benar meningkatkan kesejahteraan mereka,” kata Veronica.

Sedangkan dari sudut pandang investor, Avina Sugiarto selaku Partner East Ventures, menuturkan bahwa masa kesulitan sebagai investor perempuan terjadi pada masa awal karirnya.

Namun, dia percaya bahwa kondisinya kini jauh lebih baik walaupun masih membutuhkan banyak
upaya untuk membuat kemajuan.

Avina juga mengatakan jika saat ini 25 persen dari portofolio aktif East Ventures memiliki setidaknya satu founder perempuan.

Lewat East Ventures, ia akan terus mendukung pemberdayaan perempuan dan berkontribusi untuk mengurangi ketidaksetaraan gender dan meningkatkan keragaman dalam industri teknologi melalui platform “Women With Impact”.

"Melalui Women with Impact, kami memiliki tiga tujuan:
1. Kami ingin menciptakan tempat kerja yang lebih inklusif dan beragam di mana perempuan
dapat bekerja dengan nyaman dan tidak menghadapi bias gender.
2. Kami ingin meningkatkan networking funnel dengan founder dan investor wanita.
3. Kami ingin mendorong lebih banyak perempuan untuk naik tangga itu.
Dengan inisiatif ini, kami ingin mendorong lebih banyak perempuan sehingga kami dapat tetap
bekerja, naik level, dan menjadi kekuatan pengambilan keputusan di negara ini," ujar Avina. (*)

Penulis:
Editor: Aulia Firafiroh