Wacana Pemisahan Tempat Duduk Angkot Tidak Efektif, Pelecehan Seksual Didorong oleh Mindset

Rizka Rachmania - Sabtu, 30 Juli 2022
Pemisahan tempat duduk di angkot kurang efektif sebab pelecehan seksual didorong oleh mindset.
Pemisahan tempat duduk di angkot kurang efektif sebab pelecehan seksual didorong oleh mindset. TribunJakarta.com/Suci Febriastuti

 "Bicara terjadi kekerasan seksual itu bukan hanya ketika laki-laki dan perempuan duduk berselebahan," terang Dian.

"Kekerasan seksual itu kan, ada di mindset, ada di pola pikir, ada di perspektif, bagaimana ketika perspektif seseorang menganggap bahwa orang lain itu bisa dia perlakukan, tubuh orang lain bisa ia perlakukan dengan semena-mena," ujarnya menambahkan.

Oleh karena pelecehan seksual di angkot maupun tempat umum terjadi karena mindset seseorang yang berpikir tubuh seseorang bisa diperlakukan seenaknya, di mana dalam hal ini relasi kuasa turut ikut berperan, maka Dian menganggap yang harus diubah adalah mindset.

Dengan begitu, ketika yang harus diubah adalah mindset, maka wacana kebijakan pemisahan tempat duduk di angkot menjadi tidak efektif karena bisa jadi meskipun sudah dipisah, kekerasan tetap terjadi jika pelaku punya mindset untuk melecehkan orang lain.

Dian menyarankan bahwa yang harus diubah adalah mindset untuk menjadi pelaku pelecehan seksual, termasuk mindset untuk melecehkan orang lain.

Selain itu, penting pula untuk menghapus budaya yang justru sering sekali tidak berpihak pada korban, termasuk menyalahkan korban yang dianggap memicu terjadinya kekerasan seksual, hingga budaya yang tidak menghargai tubuh orang lain.

"Sebenarnya itu (mindset) yang harus diubah, bukan justru pemisahan tempat duduk di angkot dan lain sebagainya," ujar Dian.

"Karena kan, belum tentu juga orang kemudian dia duduk bersamaan di ruang yang sama, kemudian dia punya keinginan untuk melakukan kekerasan seksual pada orang," tegasnya.

Lalu apa yang bisa dilakukan untuk menekan risiko terjadinya kekerasan seksual terhadap perempuan di tempat umum termasuk angkot, jika pemisahan tempat duduk bukan solusi efektif?

Dian mengatakan bahwa ada beberapa kebijakan maupun upaya nyata untuk mengubah mindset masyarakat sehingga tidak menjadi pelaku maupun berniat melecehkan orang lain.

Kebijakan ini dinilai akan efektif membantu korban dan berpihak pada korban pelecehan seksual.

"Salah satunya membuat peraturan tentang, ada hotline yang bisa dihubungi ketika kamu mengalami kekerasan seksual misalnya, jadi itu ditaruh di angkot, dia harus menghubungi siapa," ujarnya.

"Lalu memberikan sanksi apa segala macam, kalau terjadi kekerasan seksual, ada UU yang harus kamu perhatikan misal UU TPKS, atau Pemprov memberikan penyuluhan-penyuluhan terhadap driver tentang tindak kekerasan seksual," ucap Dian.

Kawan Puan, apabila kamu melihat maupun menjadi korban pelecehan seksual di angkutan umum, kamu bisa menghubungi POS Sahabat Perempuan dan Anak (POS Sapa) di nomor aduan 112.

POS Sapa sekarang ini tersedia di 23 halte Transjakarta, 13 stasiun MRT, dan 6 stasiun LRT.

Baca Juga: Ini Cara Agar Kamu Terhindar dari Pelecehan Seksual di Tempat Umum

(*)

Penulis:
Editor: Rizka Rachmania