Pernah Dirawat di RSJ, Ini Perjalanan Berliku Yovania Asyifa Jami dalam Menerima Diri

Alessandra Langit - Diperbaharui Sabtu, 24 Desember 2022
Perjalanan Yovania menerima hidupnya.
Perjalanan Yovania menerima hidupnya. Instagram/yovania_

Parapuan.co - Mengidap gangguan kesehatan mental masih sering dianggap sebagai aib oleh sebagian orang Indonesia.

Isu gangguan kesehatan mental masih sering dikaitkan dengan hal yang tabu, bahkan dianggap gangguan spiritual.

Tak heran, banyak orang yang merasa takut dan malu untuk mencari bantuan profesional terkait masalah kesehatan mental yang dialaminya.

Para pengidap gangguan kesehatan mental juga malu untuk membagikan kisahnya dan cenderung menutupi masalah yang dimilikinya.

PARAPUAN ingin mengajak Kawan Puan mematahkan stigma negatif tersebut soal isu kesehatan mental.

Dalam Podcast Cerita Parapuan mendatang yang bertajuk Siapa Bilang ODGJ Enggak Bisa Sembuh?, PARAPUAN akan mengundang Yovania Asyifa Jami.

Yovania Asyifa Jami dikenal sebagai perempuan di balik akun @rsjsurvivor di TikTok yang membagikan informasi soal kesehatan mental.

Yova adalah seorang perempuan muda yang didiagnosa dengan masalah kesehatan mental unspecified bipolar disorder.

Menurut keterangan Yova, unspescified bipolar disorder adalah gangguan bipolar yang tidak terdefinisikan dan memenuhi kriteria bipolar tipe I ataupun II.

Baca Juga: Mimpi Yovania Asyifa Jami Patahkan Stigma Negatif soal Isu Kesehatan Mental

Akibat gangguan mental tersebut, Yova pun menghabiskan sedikit waktu dari masa mudanya di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) sebagai pasien ODGJ (Orang dalam Gangguan Jiwa).

Alih-alih malu dan menutupi kondisi tersebubt, Yova justru kini dengan terbuka berbagi pengalamannya sebagai mantan pasien RSJ yang berhasil masuk ke salah satu kampus bergengsi, yaitu Universitas Indonesia.

Sebelum memberanikan diri untuk terbuka lewat konten-konten TikTok-nya, Yova menjalani proses penerimaan diri yang tentu saja tidak mudah.

Dalam wawancara bersama PARAPUAN pada Jumat (8/7/2022), Yova membagikan proses penerimaan dirinya tersebut.

Selama proses penerimaan diri, tantangan terbesar yang Yova alami adalah dari luar dirinya sendiri yaitu stigma negatif, bahkan dari keluarga.

Namun, di saat yang bersamaan, keluarga menjadi satu-satunya support system Yova dengan merawat dan membiayainya di RSJ.

"Orang tua dulu ngerasa aib, disuruh keep banget, enggak pernah ada yang tahu aku masuk RSJ, enggak perlu ada yang tahu aku punya gangguan kesehatan mental," cerita Yova.

Dalam keadaan kesehatan mental Yova yang cukup parah, orang tuanya justru memilih untuk membawa Yova untuk melakukan rukiah.

Yova menceritakan bahwa perawatan pertama yang ia rasakan sangatlah menyakitkan karena bukan dari tenaga profesional yang tepat.

Baca Juga: Dialami Marshanda dan Rachel Vennya, Kenali Apa Itu Gangguan Bipolar

Setelah dinyatakan stabil dan keluar dari RSJ, orang tua Yova khawatir dengan viralnya konten sang anak di TiKTok.

Masih berangkat dengan stigma negatif tersebut, orang tua Yova pun tak henti-henti mengingatkannya.

"Waktu aku upload dan viral, mereka bilang, 'Dek kamu enggak takut enggak dapat kerja? Enggak dapet suami?'," cerita Yova.

Pertanyaan dari orang tua Yova tersebut sempat membuatnya berpikiran panjang hingga 2 minggu sebelum membuat konten.

Sempat ada ketakutan bahwa tidak ada pekerjaan yang bisa ia dapatkan karena kondisi kesehatan mentalnya tersebut.

Namun menariknya, keterbukaan Yova soal masalah kesehatan mental yang dihadapinya, ternyata justru membawa pandangan baru ke keluarganya.

"Awalnya, Papa takut nonton, mereka akhirnya nonton dan dapat pandangan baru kalau ini itu bukan aib," cerita Yova.

"Ini enggak perlu ditutupin dan aku sudah hebat sudah bisa ngelewatin itu semua," tuturnya lebih lanjut.

Kini, keluarga menjadi support system Yova dalam proses penerimaan dirinya.

Baca Juga: 4 Hal yang Perlu Orang Tua Tahu Saat Mendampingi Anak Depresi

Pembicaraan dari hati ke hati sering Yova lakukan dengan sang ayah untuk mengetahui apa kebutuhannya sekarang demi menjaga kesehatan mentalnya. 

Selain keluarga, bagi Yova, diri sendiri adalah support system utama yang bisa membantunya dalam masa penerimaan diri ini.

Yova kini dinyatakan stabil oleh pihak Rumah Sakit Jiwa dan ia percaya bahwa memang tidak ada kata sembuh bagi gangguan mental.

"Gangguan mental bukan penyakit mental, gangguan mental enggak ada kata sembuh, adanya stabil, tapi memang ada fluktuasinya," cerita Yova.

Di tengah kondisi mentalnya yang ringkih dan masih fluktuatif, Yova secara disiplin mulai menata dirinya dan kehidupannya secara pribadi, terutama soal validasi emosi.

"Semua dari dalam diri sendiri, aku harus bisa belajar validasi emosi. Kalau seneng kita tahu seneng, kalau marah kita tahu cara luapinnya yang tepat," kata Yova.

"Kita tidak bisa menyalahkan emosi, harus diterima. Emosi tidak ada yang salah, memang emosi harus kita rasakan. Jangan sampai dipendam lagi, lanjutnya," imbuhnya.

Memiliki kontrol penuh akan dirinya, Yova membuat rumus tersendiri yang dapat membantunya untuk menerima diri dan menjaga kestabilan kesehatan mental.

Metode ciptaan Yova adalah "BCS" yaitu bath, chill, and sleep.

"Pertama bath, aku mandi, skin care, pokoknya rawat diri aku. Setelah itu chill, bisa dengerin musik, nonton Netflix, atau rebahan saja," jelas Yova.

"Kalau sudah enggak kuat banget, aku sih tidurin aja. Iya, S itu untuk sleep," lanjutnya.

Tentu saja dalam menerapkan hal tersebut demi proses penerimaan diri ini bukanlah hal yang mudah.

Kini, Yovania Asyifa Jami perlahan-lahan bisa menerima dan beradaptasi dengan kondisi kesehatan mentalnya.

Suara Yova sebagai pengidap gangguan kesehatan mental bipolar pun kini didengarkan oleh banyak netizen, membuka perspektif baru soal kesehatan mental.

Tak hanya itu, Yova kini berdaya dalam mematahkan stigma negatif soal isu kesehatan mental di Indonesia.

Baca Juga: Harga Diri Tinggi Jadi Kunci Kesehatan Mental, Simak Penjelasannya

(*)