Arisan Parapuan Episode 13: Ini Penyebab, Dampak, dan Cara Mengatasi Hustle Culture bagi Karyawan

Ardela Nabila - Jumat, 1 April 2022
Penyebab, dampak, dan cara mengatasi hustle culture.
Penyebab, dampak, dan cara mengatasi hustle culture. Tirachard

Parapuan.co - Budaya gila kerja atau hustle culture merupakan salah satu hal yang populer di era yang serba modern ini.

Dalam melakukan pekerjaannya, karyawan dituntut untuk mengejar kecepatan, ketangguhan, sampai bekerja keras setiap hari.

Menurut psikolog Irma Gustiana A, M. Psi., Psikolog, CPC, hustle culture sendiri merupakan istilah halus dari toxic productivity dan workaholic.

Hal tersebut disampaikannya dalam acara Arisan Parapuan Episode 13 berjudul Belajar Hidup Lambat di Dunia Serba Cepat pada Kamis (31/4/2022).

“Sebenarnya hustle culture ini, bahasa halus dari toxic productivity dan workaholic. Jadi memang ada banyak sekali orang yang bekerja keras sampai akhirnya enggak punya waktu untuk dirinya sendiri, apalagi buat keluarga,” ujar psikolog yang akrab disapa Ayank Irma itu.

Ayank Irma kemudian menjelaskan, hustle culture ini sebenarnya baru populer di era ketika media sosial mulai menjadi bagian dari keseharian kita.

Seperti diketahui, saat ini media sosial memang menjadi salah satu medium bagi kebanyakan orang untuk membagikan pencapaiannya.

Sehingga hal inilah yang menyebabkan banyak dari generasi muda berusaha untuk terus bekerja keras agar tidak merasa tertinggal.

“Jadi kenapa kita akhirnya menjadi orang yang terburu-buru? Karena komparasi yang saat ini menjadi keseharian kita. Setidaknya selama 10 tahun terakhir di mana terdapat pengaruh media sosial,” jelasnya.

Baca Juga: Arisan Parapuan Episode 13: Memaknai Slow Living dan Pentingnya Waktu Luang untuk Diri Sendiri

Dampak hustle culture terhadap karyawan

Budaya yang menuntut karyawan untuk hidup serba cepat agar tidak tertinggal ini tentunya berdampak negatif terhadap karyawan itu sendiri.

Tanpa disadari, hustle culture bisa menyebabkan masalah kesehatan, baik kesehatan fisik maupun mental.

Pada akhirnya, masalah kesehatan tersebut juga bisa berdampak pada pekerjaan yang dilakukan sehari-hari.

“Inilah yang justru memperparah masalah fisik, kesehatan mental, yang akhirnya kerja juga enggak benar,” tuturnya lagi.

Seiring berjalannya waktu, hustle culture ini memang bisa menyebabkan gangguan, mulai dari menimbulkan perasaan lemas, depresif, hingga gangguan tidur dan menurunnya nafsu makan.

"Padahal enggak harus kejar-kejaran sampai harus membuat diri kita lemas, depresif, lalu muncul gangguan tidur, selera makan turun," lanjutnya.

Walhasil, gangguan yang muncul tersebut dan menghambat produktivitas harian akan berdampak pula pada pekerjaan serta tanggung jawab sehari-hari.

“Kalau sudah ada gangguan, pasti kalau ada trigger-nya, pasti akan sangat mengganggu. Mengganggu dianya sendiri, mengganggu rekan kerjanya juga, mengganggu timnya,” pungkas Ayank Irma.

Baca Juga: Yuk, Kenali Apa Itu Slow Living Lewat Arisan Parapuan Episode 13

Mengatasi hustle culture dengan slow living

Maka dari itu, alih-alih terus berkompetisi dalam keseharian dan bekerja keras tanpa berhenti sejenak untuk diri sendiri, pendiri klinik Ruang Tumbuh itu mengimbau untuk menerapkan slow living.

Menurutnya, slow living tidak sama dengan menunda pekerjaan, justru gaya hidup ini fokus pada bagaimana kamu memaknai hidup dengan lambat demi kesejahteraan mental.

"Konsepnya (slow living) bukan menjalani kehidupan yang lebih lambat, tetapi pas. Tidak lambat, tidak terlalu cepat," ungkapnya menekankan arti slow living.

Cara hidup lambat seperti ini pun juga bisa Kawan Puan terapkan dalam pekerjaan sehari-hari, sehingga kamu bisa berhenti membandingkan diri sendiri dengan orang lain dalam hal pencapaian.

Lebih dari itu, untuk menyeimbangkan produktivitas sehari-hari dengan kesehatan mental, Ayank mengajak Kawan Puan untuk mencoba hal-hal baru di luar pekerjaan harian.

Ayank Irma mengatakan, melakukan hobi atau kegiatan baru di luar pekerjaan bisa memberikan keseimbangan di dunia yang serba kompetitif ini.

“Jadi maksimalkan berpikir kreatif untuk melakukan hal yang belum pernah dilakukan, sehingga ada kepuasan ketika melakukan itu. Karena pengalaman baru dapat menyeimbangkan apa yang sehari-hari kita kerjakan,” tutupnya. (*)

Baca Juga: Kenali Hustle Culture, Penyebab Pekerja Alami Burnout hingga Depresi

Penulis:
Editor: Aulia Firafiroh