Nani Zumilnarni, Pendiri Pemberdayaan Perempuan Kepala Rumah Tangga

Aulia Firafiroh - Senin, 14 Maret 2022
Sosok Nani Zulminarni
Sosok Nani Zulminarni Parapuan

Parapuan.co- Beberapa hari yang lalu tepatnya pada 8 Maret 2022, diperingati sebagai Hari Perempuan Internasional. Untuk merayakannya, PARAPUAN berkesempatan mewawancarai sosok perempuan kepala rumah tangga bernama Nani Zulminarni.

Bagi Kawan Puan yang terjun di dunia aktivis perempuan, pasti sudah tidak asing dengan beliau. Lalu seperti apa sosok Nani Zulminarni yang merupakan pendiri sekaligus direktur Pemberdayaan Perempuan Kepala Rumah Tangga (PEKKA)? 

Perjalanan karier Nani Zulminarni

Nani menyebut dirinya sebagai seorang feminis dan aktivis. Sejak dulu, ia banyak terjun menghadapi permasalahan perempuan khususnya daerah-daerah pelosok.

"Saya mengidentifikasikan diri sebagai pengorganisir masyarakat. Saya juga mengidentifikasikan diri saya sebagai seorang feminis," ujar perempuan paruh baya itu saat diwawancarai oleh PARAPUAN pada Senin (14/3/2022).

Ia mengaku awal mula bekerja di dunia gerakan perempuan diskriminasi yang dialaminya saat melamar pekerjaan.

Dahulu tidak ada tempat yang mau menerimanya bekerja karena dirinya berjilbab.

Karena kebutuhan finansial, akhirnya ia bekerja di Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak di isu perempuan.

"Saya mulai tertarik dunia aktivisme perempuan ketika saya lulus dari Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 1985. Seperti biasanya, saya harus cari kerja. Tapi waktu saya susah sekali dapat kerja karena saya berjilbab. Waktu itu pada tahun 80-an kan di Indonesia masih dilarang pakai jilbab. Akhirnya saya bergabung dengan organisasi yang namanya Pusat Pengembangan Sumber Daya Wanita. Nah itu sebuah LSM perempuan yang mengorganisir perempuan-perempuan di pedesaan terkait pemberdayaan ekonomi," cerita Nani sambil mengingat kejadian yang dialaminya dahulu.

Baca juga: Djenar Maesa Ayu, Sastrawan Perempuan Indonesia yang Karyanya Mendunia

Dari situlah, Nani mulai menikmati pekerjaannya sebagai pekerja sosial.

"Nah, saya mulai disitu sebagai pendamping lapangan di Jawa Barat, Riau, dan beberapa tempat di Indonesia," ujar perempuan alumni magister North Carolina State University Amerika Serikat jurusan sosiologi ini.

Awalnya, Nani mengaku tidak paham mengenai isu aktivisme perempuan.

"Saya meniti perjalanan saya, dari tidak paham dan akhirnya benar-benar paham. Karena tujuan saya waktu itu, terjun ke dunia aktivisme perempuan ya memang hanya untuk bekerja saja," cerita perempuan yang dahulu mengambil jurusan perikanan saat menempuh pendidikan S1.

Ia juga berkeluh kesah bagaimana susahnya dahulu mencari pekerjaan karena dirinya mengenakan jilbab.

"Sebelum lulus kuliah pun orang tua saya tidak bisa membiayai sekolah saya. Jadi saya harus bekerja. Mau bekerja di pekerjaan yang menghasilkan uang sekalipun, orang nggak ada yang menerima. Ya, cukuplah untuk biaya hidup sendiri pada saat itu," cerita Nani.

Ketekunan Nani di dunia aktivisme perempuan membuahkan hasil. Pada tahun 1995, ia akhirnya naik jabatan menjadi direktur.

"Mulai dari pendamping lapang, kemudian saya menjadi supervisor. Lalu saya mendapat beasiswa dari Bappenas. Kemudian pada tahun 1995, saya menjadi Direktur lembaga ini," kata Nani. 

Namun, pada tahun 2000, ia harus kehilangan karier yang sudah dibangunnya karena pandangan orang soal perceraian.

Baca juga: Napak Tilas Nadia Yustina, Perempuan Pegiat Pengembangan Bisnis Hiburan dan Musik

"Karena saya sebagai direktur perempuan, ternyata situasi perceraian dianggap mengganggu karier saya. Karena saya dianggap sebagai role model perempuan tapi kok cerai. Jadi saya mengundurkan diri sebagai direktur," cerita Nani.

Tak lama setelah itu, Nani ditawari pekerjaan oleh Komnas Perempuan.

"Lalu saya ditawari pekerjaan oleh Komnas Perempuan yang pada saat itu baru dibangun, untuk mendokumentasikan kehidupan para janda di wilayah konflik," cerita ibu tiga anak ini.

Alasan Mendirikan PEKKA

Aktivitas PEKKA
Aktivitas PEKKA Parapuan

Perceraian yang dialami Nani, ternyata menyisakan banyak luka pada dirinya termasuk karier. Ia mengaku harus kehilangan karier yang ditekuninya selama bertahun-tahun akibat pandangan orang soal status perceraiannya.

"Saat bercerai, saya melalui proses pengadilan yang sangat pahit. Yang pertama, soal perceraian itu sendiri, yang kedua soal perebutan hak asuh anak. Dari proses itu, saya akhirnya tahu betapa susahnya jadi perempuan kepala keluarga," cerita Nani.

Bagi Nani, apa yang terjadi pada dirinya adalah hal yang sulit. Ia mengaku tidak bisa membayangkan bagaimana nasib perempuan di daerah pelosok yang senasib dengan dirinya.

"Saya membayangkan, bagaimana jika hal yang terjadi kepada saya, terjadi kepada para perempuan di desa-desa yang tidak seperti saya. Yang tidak memiliki kesempatan mengenyam pendidikan setinggi yang saya peroleh, tidak punya teman sebanyak yang saya punya. Pasti mereka menghadapi kondisi yang lebih susah dari saya," lanjut Nani. 

Baca juga: Mengenal Dita Karang, Idol Kpop asal Indonesia yang Isi Soundtrack A Business Proposal

Akhirnya ia mendirikan Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA) yang digagas pada akhir tahun 2000.

PEKKA sendiri merupakan rencana awal Komnas Perempuan yang bertujuan untuk mendokumentasikan kehidupan janda di wilayah konflik lewat Program Pengembangan Kecamatan (PPK).

"Dari tugas Komnas Perempuan inilah, saya kemudian menggagas suatu inisiatif yaitu perempuan kepala keluarga untuk menggambarkan perempuan yang bercerai," cerita Nani lagi.

PEKKA diketahui menyediakan beberapa program bagi perempuan, salah satunya kelas kepemimpinan yang bernama Akademi Paradita.

Tak hanya itu, ada beberapa program PEKKA lainnya yang bisa Kawan Puan lihat di website resminya pekka.or.id.

Nah, itu tadi fakta mengenai sosok Nani Zulminarni yang sudah bertahun-tahun berkecimpung di dunia aktivisme perempuan.

Selain berani mengambil keputusan, sosok Nani Zulminarni juga begitu menginspirasi bagi para janda ya. (*)

Penulis:
Editor: Aulia Firafiroh