Ternyata Inilah Penyebab Depresi di Kantor dan Faktor Risikonya!

Anna Maria Anggita - Rabu, 29 Desember 2021
Alasan dan faktor risiko mengapa depresi di kantor terjadi
Alasan dan faktor risiko mengapa depresi di kantor terjadi Martin Barraud

Parapuan.co - Bagi para pekerja, depresi di kantor itu hal yang memungkinkan untuk terjadi dan dialami setiap orang.

Dilansir dari Mental Health America, depresi di kantor berada di tiga masalah teratas di tempat kerja, setelah krisis keluarga dan stres.

Namun sangat disayangkan, sebagian karyawan tidak menyadari mereka mengalami depresi atau mereka takut asuransinya tidak memadai untuk menutupi biaya.

Di sisi lain, lama ini pun mengungkap, kerap kali karyawan yang depresi tak mencari pertolongan karena takut berefek pada pekerjaan mereka.

Tidak hanya itu, mereka juga mengkhawatirkan tentang kerahasiaan kondisinya.

Baca Juga: Apa Itu Depresi di Kantor? Ini Penjelasan dan Tanda-Tandanya

Padahal, dikutip dari Healthline, Rashmi Parmar, MD, psikiater di Community Psychiatry
bilang, depresi merupakan kondisi kompleks dengan berbagai manifestasi pikiran, perasaan, dan perilaku yang dapat berpengaruh pada siapa saja dan semua orang.

Di samping itu, orang yang mengalami depresi di kantor itu sebaiknya menyadari dan segera melakukan deteksi dini, agar kondisi kesehatan mental itu tidak semakin buruk.

Alasan mengapa seorang pekerja bisa mengalami depresi di kantor

Berikut ini berbagai situasi yang menyebabkan dan memicu depresi di kantor. Catat baik-baik dan perhatikan, ya!

  • Merasa seperti tidak memiliki kendali atas masalah pekerjaan.
  • Merasa pekerjaanmu dalam bahaya.
  • Bekerja di lingkungan kerja yang toxic.
  • Terlalu banyak bekerja atau dibayar rendah.
  • Mengalami pelecehan atau diskriminasi di tempat kerja.
  • Jam kerja tidak teratur.
  • Kurang keseimbangan antara pekerjaan dan rumah.
  • Bekerja di lingkungan yang tidak sesuai dengan nilai pribadi diri.
  • Melakukan pekerjaan yang tidak memajukan tujuan karier .
  • Mengalami kondisi kerja yang buruk atau tidak aman.

Apa saja faktor risiko depresi di tempat kerja?

Leela R. Magavi, MD, seorang psikiater mengungkap beberapa faktor risiko depresi di kantor, antara lain:

  • Manajer yang meremehkan.
  • Ketidakseimbangan usaha-imbalan.
  • Politik tempat kerja.
  • Gosip di tempat kerja.
  • Intimidasi di tempat kerja.
  • Tuntutan pekerjaan yang tinggi.
  • Lintang keputusan rendah.
  • Dukungan sosial terbatas di tempat kerja.

Baca Juga: Ini 4 Masalah Kesehatan Mental yang Dialami Nakes Sepanjang 2021

Bukan hanya itu, Rashmi Parmar pun turut menunjukkan beberapa faktor risiko tambahan pemicu terjadinya depresi di tempat kerja seperti:

  • Ekspektasi yang tidak adil.
  • Beban kerja yang berlebihan.
  • Peran yang tidak jelas atau salah urus di tempat kerja.

Selain itu, Rashmi mengungkap ketidakcocokan pada pekerjaan dapat meningkatkan tekanan emosional dan fisik, yang menyebabkan kelelahan.

Faktor risiko lainnya yakni shift panjang yang berlebihan 10 hingga 12 jam atau lebih yang mengganggu rutinitas dan pola tidur menjadi pemicu depresi di kantor.

 

Bahkan, studi tahun 2019 berjudul Shift Work and Poor Mental Health: A Meta-Analysis of Longitudinal Studies menemukan bahwa pekerja shift, terutama perempuan, berada pada peningkatan risiko kesehatan mental yang buruk, khususnya gejala depresi.

Baca Juga: Atasi Stres, Ini 4 Cara Menjaga Kesehatan Mental Selama Karantina di Hotel

Langkah yang harus dilakukan pengidap depresi di kantor untuk mengatasi kondisinya

Jika sudah gejala depresi di kantor sudah berdampak pada pekerjaan, sebaiknya jangan ragu untuk mencari bantuan.

Misalnya berbicara dengan atasan langsung adalah langkah pertama yang baik selama pengidap depresi merasa didukung oleh pihak kantor.

Cara lain mungkin pihak kantor akan melakukan perubahan tugas untuk membantu mengurangi gejala depresi.

Langkah berikutnya, cobalah bertanya ke departemen sumber daya manusia apakah perusahaan memiliki program bantuan karyawan.

Tanyakan secara spesifik adakah program yang menawarkan layanan terkait kesehatan mental untuk masalah pribadi dan pekerjaan. (*)

Sumber: Healthline,Mental Health America
Penulis:
Editor: Aghnia Hilya Nizarisda