Fentia Budiman, Nakes Covid-19 yang Aktif dalam Organisasi Pergerakan Perempuan

Ardela Nabila - Minggu, 21 November 2021
Fentia Budiman, perawat yang pernah menjadi relawan di Wisma Atlet.
Fentia Budiman, perawat yang pernah menjadi relawan di Wisma Atlet. Fentia Budiman

Parapuan.co - Kawan Puan, pernah mendengar kisah perawat relawan Rumah Sakit Darurat Covid-19 (RSDC) Wisma Atlet yang memperjuangkan hak insentif tenaga kesehatan?

Ia adalah Fentia Budiman, seorang perawat yang beberapa waktu lalu, tepatnya pada Mei 2021, menjadi sorotan lantaran kontraknya tidak diperpanjang usai mempertanyakan insentif tenaga kesehatan.

Kali ini, PARAPUAN berkesempatan untuk mendengarkan langsung kisah salah satu tenaga kesehatan itu dalam menangani Covid-19 di Indonesia sekaligus perannya dalam organisasi perempuan.

Profil Fentia Budiman

Memiliki nama lengkap Fentia Budiman, perempuan kelahiran Halmahera, 27 Februari 1994 ini akrab disapa dengan nama pendeknya, Fen.

Ia merupakan alumnus program studi Profesi Ners di Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi, Manado, Sulawesi Utara angkatan tahun 2011.

Baca Juga: Sosok Gina Sinaga, Perempuan Inspiratif Berbakat yang Punya 7 Profesi

Fen menyelesaikan studi sarjananya pada tahun 2015, kemudian ia melanjutkan studi Profesi Ners pada tahun 2016 sampai 2017.

Sebelum mengabdi sebagai relawan tenaga kesehatan di RSDC Wisma Atlet, Fen sempat bekerja di sebuah rumah sakit swasta di Jakarta selama satu tahun.

Ia juga sempat bekerja di sebuah puskesmas di Halmahera Utara sebelum pada akhirnya mengabdi di ibu kota.

Usai mempertanyakan insentif nakes dan kontraknya di Wisma Atlet tidak diperpanjang, Fen saat ini melanjutkan kiprahnya sebagai nakes dengan membantu proses vaksinasi di berbagai daerah.

Cerita saat menjadi garda terdepan Covid-19

Kilas balik ke masa awal pandemi Covid-19, Fen pertama kali bergabung ke RSDC Wisma Atlet pertama kali beroperasi, yakni di masa awal virus Corona masuk ke Indonesia.

Saat itu, ia memutuskan untuk mengabdikan diri sebagai relawan karena merasa memiliki tanggung jawab besar sebagai tenaga kesehatan.

“Saya punya pemahaman yang selalu saya tanamkan bahwa profesi saya ini adalah profesi yang bertanggung jawab untuk semua orang. Jadi saya punya sumpah profesi yang harus saya terapkan. Apa pun risikonya, itu saya sudah siap tanggung,” tegas Fen saat dihubungi PRAPUAN.

Meski demikian, ia juga sempat mengalami pertentangan dari pihak keluarga terkait keputusan berisikonya itu.

Namun, pada akhirnya Fen berhasil memberikan pemahaman kepada keluarganya bahwa ia, sebagai tenaga kesehatan, memiliki ilmu yang bisa diterapkan untuk membantu masyarakat.

Selama menjadi garda terdepan, Fen sebagai perawat bertugas untuk mengurus pasien, seperti memasang infus sampai memberikan obat.

Baca Juga: Cerita Novelia Pishesha Soal Vaksin Covid-19 Berbasis Protein yang Ia Kembangkan

Tantangan terbesar yang dialaminya selama mengabdi di Wisma Atlet adalah lantaran ia harus bergerak dalam balutan Alat Pelindung Diri (APD), di mana ia harus membatasi mobilitasnya, sementara jumlah pasien terus bertambah.

Memang, saat itu pasien Covid-19 sedang tinggi-tingginya, sehingga ia dan rekan-rekannya harus memikirkan banyak pasien dengan sumber daya manusia di Wisma Atlet yang terbatas.

“Pandemi ini adalah pukulan terberat untuk kami yang bekerja di sektor kesehatan karena angka peningkatan jumlah pasien Covid-19 dengan jumlah tenaga kesehatannya itu timpang banget. Di Wisma Atlet sendiri itu kasusnya dua perawat harus melayani 60 sampai 70 pasien, itu bisa dibayangkan,” cerita Fen.

Aktif dalam organisasi pergerakan perempuan dan partai

Selain mengabdi sebagai seorang tenaga kesehatan, perempuan berusia 27 tahun ini juga aktif dalam organisasi pergerakan perempuan.

Fen bercerita, ia mulai menjejaki berbagai pergerakan sejak awal menjadi mahasiswa, yakni pada tahun 2011.

Sejak tahun 2014, Fen bergabung dengan salah satu anggota Suluh Perempuan, sebuah organisasi pergerakan perempuan.

Awalnya, Fen memiliki ketertarikan tentang feminisme, di mana ia akhirnya mulai banyak berdiskusi dan membaca buku tentang pergerakan itu.

“Jadi awalnya dari situ, keingintahuan saya. Kemudian saya mulai berdiskusi dengan beberapa mahasiswa, membaca buku-buku. Akhirnya, ketika ada pembangunan organisasi, saya ikut terlibat di situ,” tutur Fen.

Menurutnya, organisasi merupakan wadah di mana ia bisa banyak mempelajari hal-hal baru.

“Karena, kan, lewat situ saya membangun jaringan, bagaimana membangun suatu komunitas, belajar dengan banyak orang, dan itu yang tidak saya dapatkan selama pendidikan formal,” terangnya lagi.

Baca Juga: Cerita Lia Oktaviani Handoko, Sukses Jadi Entrepreneur dari Hobi Hand Lettering

Tak hanya aktif di Suluh Perempuan, Fentia Budiman juga bergabung dalam sebuah partai, yakni Partai Rakyat Adil Makmur (PRIMA), di mana ia memegang jabatan sebagai juru bicara.

“Ini adalah partai baru, tapi saya tertarik untuk bergabung di partai ini karena saya merasa cita-cita partai ini ada dalam cita-cita saya dan cita-cita teman perempuan saya,” imbuhnya bersemangat.

Terakhir, Fen menegaskan bahwa perempuan harus ikut terlibat dalam pergerakan politik, sebab representasi perempuan dalam ruang politik saat ini masih sangat terbatas.

“Representasi perempuan dalam ruang politik juga masih sangat minim, dan kita harus bisa membangun itu meskipun harus secara perlahan,” tutupnya.

Kawan Puan, itulah kisah sosok Fentia Budiman, seorang tenaga kesehatan yang tak hanya mengabdi di dunia medis, namun juga di berbagai gerakan yang membela perempuan.

Inspiratif sekali, ya, sosok Fentia Budiman! (*)

Penulis:
Editor: Aulia Firafiroh