Penyintas Kekerasan pada Perempuan Dapat Mengalami PTSD, Apa itu?

Putri Mayla - Rabu, 10 November 2021
Penyintas kekerasan pada perempuan dapat mengalami stress pasca-trauma (PTSD).
Penyintas kekerasan pada perempuan dapat mengalami stress pasca-trauma (PTSD). 5432action

Parapuan.co - Kekerasan pada perempuan yang mengacu pada perilaku yang merugikan penyintas secara seksual menjadi isu yang kerap didiskusikan saat ini.

Penyintas kekerasan seperti secara seksual pada umumnya akan mengalami tingkat kesusahan setelahnya.

Trauma karena diserang dapat membuat penyintas merasa takut, marah, bersalah , cemas, dan sedih.

Selain itu, orang yang selamat dari serangan seksual memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk mengembangkan gejala gangguan stres pasca-trauma (PTSD).

Seperti mimpi buruk dan pikiran yang mengganggu.

Baca Juga: Saat Alami Kekerasan pada Perempuan, Bagaimana Cara Menceritakannya?

Penyintas kekerasan pada perempuan juga dapat selalu merasa dalam bahaya.

Mereka mungkin merasa seolah-olah selalu dalam bahaya atau perlu selalu waspada.

Selanjutnya, mereka mungkin tidak mempercayai orang lain.

Lantas, apa itu stres pasca-trauma (PTSD)?

Melansir dari Verywellmind, berikut ulasan stres pasca-trauma (PTSD) yang dapat terjadi pada peyintas kejahatan seksual.

 

Apa itu PTSD?

Gangguan stres pasca-trauma (PTSD) adalah kondisi kesehatan mental yang menyebabkan berbagai gejala yang mengganggu setelah peristiwa traumatis seperti kekerasan pada perempuan seperti kekerasan seksual.

PTSD cukup umum di antara orang-orang yang pernah mengalami kekerasan seksual.

Gejala PTSD mungkin termasuk mengalami kembali peristiwa traumatis, menghindari pengingat trauma, mudah terkejut, dan memiliki pikiran dan keyakinan negatif.

Penyintas dapat mengalami gejala PTSD yang parah dan kronis pada fisik dan mental.

Misalnya pegal-pegal, kelelahan, kilas balik, sakit kepala, insomnia, dan mimpi buruk.

Baca Juga: 3 Jenis Terapi yang Profesional Berikan pada Penyintas Kekerasan pada Perempuan

Selanjutnya, pengalaman PTSD bisa saja termasuk:

Menghindar

Menghindari pikiran atau perasaan dari peristiwa traumatis penghindaran emosional.

Menjauh dari pengingat trauma seperti orang, tempat, benda, atau situasi; dan menolak percakapan tentang apa yang terjadi.

Gejala intrusif

Seperti ingatan kejadian yang berulang dan tidak diinginkan, mimpi buruk yang berulang, dan kilas balik.

Peningkatan gairah

Seperti kesulitan jatuh atau tetap tertidur, mudah terkejut atau takut, kesulitan berkonsentrasi, dan kewaspadaan yang berlebihan terhadap lingkungan dan potensi ancaman terhadap keselamatan.

Penyintas kejahatan seksual juga dapat mengalami perubahan dalam pikiran dan perasaan.

Seperti kepercayaan yang terus menerus dan terdistorsi tentang diri atau orang lain.

Munculnya perasaan takut, ngeri, marah, bersalah, malu, atau putus asa yang berulang.

Kemudian kehilangan minat pada aktivitas yang dulunya menyenangkan.

Merasa terpisah dari orang lain atau berjuang untuk mempertahankan hubungan dekat.

Kesulitan mengalami perasaan positif seperti kegembiraan atau kepuasan.

Baca Juga: Laporkan Kekerasan pada Perempuan dan Anak Menggunakan Layanan Berikut

Masih melansir Verywellmind, perawatan psikoterapi dapat membantu penyintas PTSD.

Psikoterapi telah terbukti efektif dalam mengobati gejala PTSD setelah serangan seksual.

Terapi pemrosesan kognitif dan terapi paparan lama merupakan dua bentuk psikoterapi yang efektif.

Terapi pemrosesan kognitif (CPT) membantu orang menghadapi ingatan dan pikiran tidak menyenangkan yang terkait dengan serangan seksual.

Sementara Terapi paparan lama menargetkan setiap perilaku yang dipelajari yang dilakukan atau dihindari orang sebagai respons terhadap situasi atau pikiran dan ingatan yang terkait dengan serangan seksual. 

Jika kamu mengalami kekerasan pada perempuan, jangan ragu untuk meminta pertolongan.

(*)

Sumber: verywellmind
Penulis:
Editor: Aulia Firafiroh