Muncul Petisi Hapuskan Tes PCR pada Penerbangan, Ini Kata Satgas Covid

Firdhayanti - Selasa, 26 Oktober 2021
Petisi hapuskan tes PCR sebagai syarat penerbangan.
Petisi hapuskan tes PCR sebagai syarat penerbangan. Kompas.com

Parapuan.co - Baru-baru ini muncul petisi untuk menghapuskan aturan kewajiban menyertakan tes PCR bagi penumpang pesawat di change.org

Petisi itu dibuat setelah masyarakat merasa keberatan jika tes PCR diwajibkan jadi syarat penerbangan.

Salah satu hal yang membuat masyarakat keberatan adalah harga tes PCR yang lumayan mahal.

Hingga Senin (25/10/2021), sudah ada sekitar 15.972 orang yang telah menandatangani petisi tersebut dari target total 25.000.

Sementara berdasarkan pantauan PARAPUAN pada Selasa (26/10/2021), petisi ini sudah ditandatangani oleh 40.926 orang dari target 50.000 orang. 

Baca Juga: Jokowi Minta Tes PCR Jadi Rp300 Ribu, Ini Respons dari Kemenkes

Petisi tersebut dibuat oleh Herlia Adisasmita yang mengaku mewakili masyarakat Bali, masyarakat pariwisata, dan rakyat Indonesia yang merindukan logika dan keadilan.

Menurutnya, pandemi yang berjalan hampir dua tahun ini telah membuat ekonomi dunia terguncang, termasuk Bali.

Pulau Dewata ini mengalami dampak ekonomi yang berat. 

"Hingga detik ini masyarakat pekerja masih lebih banyak yang menggangur, dan pengusaha masih terus-terusan tumbang satu persatu. Kesulitan ekonomi di Pulau Bali, bukan masalah sepele," tulis Herlia. 

 

Pihaknya mengatakan, nasib sebagian besar warga Bali benar-benar bergantung pada kedatangan turis domestik.

Namun aturan wajib PCR yang dinilai dibuat-dibuat menjadikan rencana kedatangan wisatawan domestik ke Bali terganggu.

"Sekonyong-konyong muncul dengan alasan yang dibuat-buat. Bubar jalan semua rencana para turis domestik untuk berlibur. Harga PCR masih sangat mahal, dan tidak semua klinik menawarkan hasil 1-2 hari selesai," kata dia.

Karena itu pihaknya meminta dua hal. Pertama adalah menghapuskan aturan wajib PCR untuk penerbangan dan kedua adalah menurunkan harga PCR secara signifikan.

Baca Juga: Aturan Terbaru Naik Pesawat dan Kendaraan Pribadi, Pesawat Wajib PCR

Pemerintah sebelumnya mulai menerapkan aturan wajib tes PCR bagi penumpang pesawat dari dan ke Pulau Jawa dan Bali pada Minggu (24/10/2021).

Kebijakan itu tertuang dalam Surat Edaran (SE) Satgas Penanganan Covid-19 Nomor 21 Tahun 2021 dan SE Kemenhub Nomor 88 Tahun 2021.

Sementara itu, untuk tes rapid antigen sudah tidak dapat digunakan. Kebijakan terbaru ini banyak menuai kritikan.

Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan, aturan yang sudah tercantum dalam surat edaran tersebut tetap diberlakukan.

Akan tetapi, pemerintah akan terus melakukan evaluasi selama implementasi kebijakan wajib PCR bagi penerbangan tersebut.

"Sejauh ini, aturan yang sudah tercantum dalam SE Satgas No. 21 Tahun 2021 tetap diberlakukan, namun selama implementasi kebijakan ini evaluasi akan terus dilakukan," kata Wiku melansir Kompas.com, Senin (25/10/2021).

Menurutnya, kebijakan kesehatan yang diberlakukan pemerintah saat Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) bersifat dinamis.

Pemerintah juga selalu menimbang apa yang terjadi di lapangan, termasuk kritik dan saran dari masyatakat.

Sebelumnya, Wiku menjelaskan alasan tes PCR hanya diwajibkan bagi pelaku perjalanan udara.

Ia menjelaskan, hal tersebut berkaitan dengan pengaturan kapasitas penumpang moda transportasi lain yang tidak sebanyak pesawat.

Baca Juga: Cara Mengatasi Hasil Tes PCR dan Antigen yang Tidak Muncul di PeduliLindungi

"Untuk moda transportasi lainnya masih dibatasi 70 persen (penumpang)," jelas dia, dikutip dari pemberitaan Kompas.com.

Sementara itu, saat ini kapasitas penumpang pesawat udara dinaikkan dari 70 persen menjadi 100 persen.

Merespons aturan itu, Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menyebut pemerintah diskriminatif.

"Memberatkan dan menyulitkan konsumen. Diskriminatif, karena sektor transportasi lain hanya menggunakan antigen," tuturnya.

Menurutnya, ketentuan Harga Eceran Tertinggi (HET) tes PCR di lapangan banyak diakali oleh penyedia, sehingga harganya naik berkali lipat.

Oleh karena itu, Tulus meminta syarat wajib PCR sebaiknya dibatalkan atau direvisi aturan pelaksananya.

Ia menyarankan agar waktu pemberlakuan PCR menjadi 3x24 jam, mengingat di sejumlah daerah tidak semua laboratorium PCR bisa mengeluarkan hasil cepat. (*)

Sumber: Kompas.com,Change.org
Penulis:
Editor: Rizka Rachmania