Manager Perlu Tahu, Begini Cara Menghadapi Great Resignation Selama Pandemi Covid-19

Arintha Widya - Kamis, 21 Oktober 2021
Menyikapi resign besar-besaran
Menyikapi resign besar-besaran Yok_Piyapong

Parapuan.co - Pandemi Covid-19 tak hanya membuat perusahaan merumahkan karyawan mereka untuk tetap bisa bertahan.

Di sisi lain, tak sedikit pula perusahaan yang justru kehilangan banyak karyawannya lantaran resign besar-besaran di masa pandemi.

Hal ini disadari oleh Anthony Klotz, seorang profesor administrasi bisnis di Texas A&M University.

Mengutip Time, akhir tahun 2020 lalu tercatat bahwa banyak orang berhenti dari pekerjaan mereka.

Namun, ia menilai masih banyak karyawan yang mempertimbangkan untuk resign dan mungkin akan mengundurkan diri di tahun 2021.

Penyebabnya, salah satunya ialah rasa lelah dan stres karyawan bekerja di masa yang tidak pasti seperti sekarang.

Mereka merasa lelah tak hanya karena pekerjaan, tetapi juga keadaan yang membuat sebagian besar karyawan kesulitan mendapatkan work-life balance.

Baca Juga: Hindari Stres dan Burnout, Ini 7 Tips untuk Meraih Work Life Balance

Untuk itu, barangkali sebagian karyawan resign demi menemukan pekerjaan baru yang lebih bisa diselaraskan dengan minat atau kehidupan mereka.

Meski begitu menurut psikolog Christina Maslach, tidak ada satupun strategi yang bisa berhasil jika tanggung jawab meredakan bornout diserahkan pada karyawan.

Christina berpendapat, stres kerja mestinya juga menjadi tanggung jawab perusahaan atau pemilik perusahaan.

Dan resign besar-besaran seolah menjadi bukti, bahwa stres kerja kronis belum dikelola dengan baik oleh atasan.

Baca Juga: 6 Cara Perempuan Karier Mengatasi Burnout, Tak Selalu Harus Resign

Dengan banyaknya orang yang menyerahkan surat pengunduran dirinya ketika pandemi belum juga berakhir, perusahaan bisa mulai berbenah.

"Ada pengurangan massal dan sangat mahal bagi pemberi kerja untuk mengimbangi jumlah orang yang pergi," tutur Jennifer Moss, seorang pakar kesejahteraan tempat kerja.

"Mengingat ini adalah masalah mendasar sekarang, lebih banyak perusahaan yang ikut dalam program-program pembenahan," tambahnya.

Dan yang paling penting, mestinya masalah burnout karyawan ini menjadi fokus utama dan dianggap serius oleh perusahaan.

Perusahaan perlu menentukan sikap yang menurut Christina Maslach bisa dicoba, karena tidak ada obat burnout yang cocok untuk semua orang.

Maka itu, perusahaan dapat memfokuskan pembenahannya pada bisnis meliputi beberapa hal berikut:

  • Menciptakan beban kerja yang dapat dikelola
  • Memberi karyawan kendali atas pekerjaan mereka
  • Menghargai dan mengakui pekerjaan yang bagus, baik secara finansial maupun verbal
  • Memperlakukan pekerja dengan adil dan setara
  • Membantu pekerja menemukan nilai dalam pekerjaan mereka

Baca Juga: Duh, Menurut Survei IBCWE Kondisi Mental Pekerja Semakin Memburuk

Untuk mengetahui harus mulai dari mana, Christina menyarankan perusahaan bertanya kepada karyawan mereka.

Atasan tidak bisa hanya melihat masalah dari permukaannya saja tanpa melihat lebih dalam apa yang dialami karyawannya.

Dengan begitu, para eksekutif bisa berpartisipasi mendukung kesehatan mental karyawan dan membantu mereka menemukan work-life balance.

Nah, Kawan Puan, hal itulah yang mesti kamu pertimbangkan sebagai pemimpin perusahaan. (*)

 

Sumber: Time
Penulis:
Editor: Tentry Yudvi Dian Utami