Mengenal Aturan Cuti Pekerja Perempuan di RUU Ketahanan Keluarga

Arintha Widya - Kamis, 23 September 2021
Ilustrasi aturan cuti bagi pekerja perempuan
Ilustrasi aturan cuti bagi pekerja perempuan mapodile

Parapuan.co - Kawan Puan mungkin sudah mendengar soal RUU Ketahanan Keluarga yang di dalamnya mengatur sejumlah aturan tentan keluarga, termasuk soal perempuan karier.

Di dalam salah satu pasal di RUU Ketahanan Keluarga, terdapat aturan mengenai ketentuan cuti hamil bagi pekerja perempuan.

Pada Pasal 29 ayat (1) huruf a, disebutkan: Hak cuti melahirkan dan menyusui selama 6 (enam) bulan, tanpa kehilangan haknya atas upah atau gaji dan posisi pekerjaannya.

Sampai saat ini, pasal tersebut bisa dibilang masih menjadi polemik mengingat aturan cuti pekerja perempuan telah diatur dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Baca Juga: Simak! Ini Alasan Kamu Tetap Perlu Cuti saat Work From Home

Melansir dari Kompas, di Pasal 82 UU tentang Ketenagakerjaan itu, ditetapkan bahwa masa cuti melahirkan bagi perempuan diberikan selama tiga bulan.

Untuk ketentuannya sendiri, biasanya perusahaan mengizinkan pekerja perempuan yang hamil untuk cuti 1,5 bulan sebelum dan 1,5 bulan setelah melahirkan.

Namun, ada pula pekerja yang mengambil cuti jelang persalinan tiba hingga tiga bulan ke depan.

Mengingat RUU Ketahanan Keluarga masih berada dalam tahap pembahasan di Badan Legislasi DPR RI, aturan cuti bagi pekerja perempuan yang berlaku masih sama.

Yaitu, aturan-aturan yang tertera dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

UU tentang Ketenagakerjaan ini tak hanya mencantumkan aturan cuti hamil dan melahirkan bagi perempuan.

Di dalamnya juga terdapat aturan mengenai hak cuti haid yang barangkali belum banyak Kawan Puan maupun perusahaan ketahui.

Perlu kamu catat, kamu memiliki jatah curi haid selama bekerja dan berhak mengambilnya di hari pertama dan kedua menstruasi.

Hal itu tertulis pada Pasal 81 ayat (1) dan (2) sebagai berikut:

"Pekerja/buruh perempuan yang dalam masa haid merasakan sakit dan memberitahukan kepada pengusaha, tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua pada waktu haid."

"Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

Mengacu pada pasal di atas, perusahaan mestinya tidak bisa menolak cuti yang kamu ajukan.

Apalagi jika mempertimbangkan sebagian besar perempuan mengalami rasa nyeri dan sakit saat haid setiap bulannya.

Baca Juga: Yahoo Jepang Izinkan Karyawannya Cuti untuk Perawatan Kesuburan

Kalau sudah begitu, bukan hanya mood yang terganggu, tetapi kinerja juga dapat menurun begitu haid tiba.

Nah, Kawan Puan sudah mengetahui informasi terkait aturan cuti hamil dan haid bagi pekerja perempuan, bukan?

Untuk itu, mulai sekarang kamu tak perlu malu mengajukan cuti haid jika hari pertama dan keduamu adalah yang terburuk selama menstruasi. (*)

Sumber: kompas
Penulis:
Editor: Tentry Yudvi Dian Utami