Unik, Ini Dia 4 Jenis Bahan Pangan Khas di Nusa Tenggara Timur

Maharani Kusuma Daruwati - Selasa, 24 Agustus 2021
Para Petani sorgum di Likotuden - Dengan sorgum, Dusun Likotuden, Desa Kawalelo, Kecamatan Demon Pagong, Kabupaten Flores Timur, NTT, berubah menjadi sentra budidaya sorgum di NTT. Awalnya dusun ini merupakan wilayah yang gersang.
Para Petani sorgum di Likotuden - Dengan sorgum, Dusun Likotuden, Desa Kawalelo, Kecamatan Demon Pagong, Kabupaten Flores Timur, NTT, berubah menjadi sentra budidaya sorgum di NTT. Awalnya dusun ini merupakan wilayah yang gersang. Lara McKinley/ Dok. KEHATI

Jika kacang tanah berwarna cokelat muda polos, kacang batik memperlihatkan bintik-bintik merah.

Rasa kacang batik ini, menurut Ade, lebih manis daripada kacang tanah.

Tapi, bukan karena bumbu, melainkan rasa asli dari kacang batik itu sendiri.

Baca Juga: Punya Banyak Khasiat, Ini Cara Konsumsi Air Kelapa yang Tepat

Daun Kelor

Daun yang satu ini sedang happening sekali di kota besar, karena memiliki nilai gizi yang bagus.

Selain antioksidan yang sangat tinggi, kandungan vitamin C di dalamnya 7 kali lipat lebih tinggi daripada jeruk, sementara potasiumnya 15 kali lipat lebih banyak daripada pisang.

Tak mengherankan, jika manfaatnya bagi kesehatan juga sangat besar.

Puji bercerita, sudah sejak lama masyarakat NTT mengonsumsi kelor, karena di sana memang banyak sekali terdapat pohon kelor.

Menariknya, kelor dimanfaatkan untuk memperbaiki kondisi gizi buruk pada anak.

Angka stunting di Flores Timur cukup tinggi. Suatu hari, sebuah puskesmas berinovasi dengan memberi makanan tambahan berupa sorgum serta kelor dan sayuran lain kepada anak-anak dengan gizi buruk.

Program berdurasi 3 bulan tersebut berhasil meningkatkan berat badan anak hingga mereka tidak lagi masuk kategori gizi buruk.

“Program itu kemudian diuji coba di beberapa puskesmas lain, hingga kemudian dibuatlah kampanye solor, yaitu sorgum kelor. Ini merupakan bukti nyata bahwa ternyata pangan lokal mampu mengatasi stunting dan gizi buruk,” jelas Puji.

Ade sendiri cukup sering mengonsumsi daun kelor.

“Ibuku dulu sering memasak bobor daun kelor. Daunnya sendiri nyaris tak punya cita rasa tertentu. Dia akan mengikuti rasa yang kita ciptakan. Dibuat tumis sebetulnya bisa, walaupun tidak lazim. Yang paling sering adalah dibuat sayur bening. Dijadikan salah satu bahan urap dan pecel juga memungkinkan,” ungkap Ade.

Tapi, kenapa, ya, daun kelor baru booming sekarang?

Menurut Ade, daun kelor dipopularkan oleh orang di luar negeri.

Saat masuk toko bahan pangan sehat di luar negeri, daun kelor ini baru tersorot, sehingga kita kemudian baru ngeh.

(*)