Film Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak: Simbol Perjuangan Perempuan Demi Kebebasan

Alessandra Langit - Senin, 16 Agustus 2021
Marsha Timothy dalam film Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak
Marsha Timothy dalam film Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak IMDb

Parapuan.co - Sebentar lagi kita akan merayakan 76 tahun kemerdekaan Republik Indonesia dari ancaman penjajah.

Saat berbicara soal kemerdekaan, secara kolektif kita setuju bahwa kebebasan adalah unsur terbesar yang membangunnya.

Kebebasan memang sebuah kata yang sulit diterapkan karena setiap orang memiliki indikator kebebasan yang berbeda-beda.

Namun ada kebebasan esensial yang memang seharusnya menjadi hak setiap manusia, termasuk perempuan.

Perjuangan perempuan demi kebebasan tersebut digambarkan dengan apik dalam film Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak karya sutradara perempuan Indonesia Mouly Surya pada tahun 2017.

Mouly berhasil mengungkapkan segala rintangan dan halangan yang perempuan Indonesia hadapi, terutama yang di pelosok, setiap harinya dalam tiap babak kehidupan.

Baca Juga: Film I, Tonya: Saat Bakat dan Ambisi Tak Cukup untuk Bawa Atlet Tonya Harding ke Olimpiade

Film ini menceritakan kisah Marlina (Marsha Timothy) yang hidup sendirian di tanah Sumba semenjak suaminya meninggal.

Masalah datang ketika gerombolan perampok datang ke rumahnya untuk merenggut apa yang dimiliki Marlina. Tak hanya harta, mereka juga menginginkan kehormatan Marlina.

Babak Pertama: Perampokan

Film dimulai ketika rumah Marlina didatangi oleh Markus, ketua gerombolan perampok untuk mengambil harta yang dimiliki Marlina.

Tak puas dengan itu saja, Markus juga mengatakan ia dan kawan-kawannya akan melakukan tindak kekerasan seksual pada Marlina.

"Malam ini kamu akan menjadi perempuan paling beruntung," bunyi dialog Markus saat mengatakan bahwa Marlina akan dipaksa berhubungan seksual dengan tujuh laki-laki.

Pada babak ini, hak dan kehormatan Marlina sebagai perempuan direnggut dan sistem patriarki yang tumbuh menganggap bahwa perempuan merasa senang bila digoda oleh laki-laki.

Dialog Markus tersebut serupa dengan ucapan para pelaku pelecehan seksual di sekitar, bahkan dalam bentuk cat-calling, yang merasa perempuan seharusnya senang bila digoda dan diinginkan oleh laki-laki, sekalipun itu tidak konsensual.

Satu dialog sederhana tersebut mampu menggambarkan bagaimana banyak pihak di masyarakat yang berbicara atas nama perempuan tentang hak, tubuh, dan kehormatan perempuan sendiri.

Semua karena perempuan dianggap tidak mampu untuk mengatakan apa yang ada dipikirannya.

Pada babak ini, Marlina berusaha mengambil kembali kehormatannya dan kebebasannya untuk punya hak penuh akan tubuhnya dengan cara memberikan racun kepada laki-laki tersebut.

Baca Juga: Film Moxie: Arti Gerakan Women Support Women Sesungguhnya dalam Perjuangan Melawan Sistem Patriarki

Babak kedua: Perjalanan

Babak ini bercerita mengenai perjalanan Marlina menuju kantor polisi untuk melaporkan kekerasan seksual dan perampokan yang dialaminya karena beberapa gerombolan Markus masih hidup.

Marlina bertemu dengan kawannya, Novi, seorang perempuan muda yang tengah hamil 10 bulan dan mereka melakukan perjalanan dengan sebuah truk.

Marlina hadir dengan membawa celurit dan bagian tubuh Markus sebagai bentuk sitaannya. Semua laki-laki yang ada di truk menyingkir, hanya tersisa satu perempuan tua yang menerima Marlina.

Pada babak ini kita diberi gambaran bahwa dukungan antar sesama perempuan itu nyata dan penting.

Novi dan perempuan tua tersebut tahu betul apa yang dialami oleh Marlina sebagai seorang perempuan yang terancam dan mereka tidak memberikan penghakiman.

Sebuah gambaran lingkungan sekitar kita yang penuh dengan penghakiman terhadap perempuan, terutama dalam kasus kekerasan seksual.

Sering kali kita menemukan bahwa sesama perempuanlah yang memahami perjuangan korban dan memberi dukungan sepenuhnya untuk mendapatkan kebebasan dan keadilan.

Ketika sekelompok perampok kembali mencari Marlina, Novi dan perempuan tersebutlah yang menutupi keberadaan Marlina sehingga Marlina dapat bebas dari ancaman.

Baca Juga: Film 3 Srikandi: Dukungan Sesama Perempuan Jadi Kunci Medali Olimpiade Pertama Indonesia

Babak Ketiga: Pengakuan Dosa

Babak ini adalah gambaran paling nyata mengenai sistem hukum di Indonesia yang masih menomorduakan perempuan.

Saat Marlina tiba di kantor polisi, ia masih harus menunggu sampai ia benar-benar dilayani karena para polisi sedang bermain tenis meja.

Saat Marlina melaporkan apa yang terjadi, ia bukannya mendapat perlindungan namun malah ditanya kenapa mau diperkosa dengan orang tua.

Pertanyaan dari pihak kepolisian tersebut sering kita temukan di kehidupan nyata dalam kasus kekerasan seksual yang dialami perempuan.

Dialog dari polisi tersebut memberi kesan bahwa kita sebagai korban menikmati dan menginginkan kejadian tersebut.

Pertanyaan lain seperti apakah kita menikmatinya atau pakaian yang kita gunakan apakah menggoda, merupakan bentuk penyalahan korban.

Selain itu, kasus kekerasan seksual digambarkan bukanlah sebagai prioritas bagi kepolisian. Dalam film terlihat sang polisi meremehkan kasus ini.

Pada akhirnya kita tidak bisa menemukan keadilan yang kita cari di sistem hukum Indonesia, seperti Marlina yang akhirnya memutuskan untuk membebaskan dirinya dari ancaman tersebut sendirian.

Lalu, pengakuan dosa yang dimaksud dalam judul babak ini adalah gambaran stigma masyarakat bahwa perempuan korban kekerasan seksual sangatlah berdosa dan juga hina.

Padahal mereka adalah korban yang tidak pernah meminta untuk dilecehkan.

Babak Keempat: Kelahiran

Tak ada yang dapat Marlina lakukan untuk mendapatkan keadilan sepenuhnya dan Marlina terpaksa pulang ke rumahnya karena Novi ditawan gerombolan Markus.

Ketika kembali ke tempat yang menumbuhkan traumanya, Marlina diperlakukan sama seperti sebelumnya.

Baca Juga: Film Dua Garis Biru: Melihat Pentingnya Keterbukaan dalam Keluarga bagi Anak Remaja

Namun kali ini Marlina bersama Novi sadar bahwa sebagai perempuan tidak ada dukungan selain dari sesama perempuan dan keberanian diri sendiri.

Maka, Marlina dan Novi akhirnya bertekad untuk berjuang sendiri demi kebebasan dan keadilan yang mereka nantikan sebagai perempuan.

Keputusan tersebut banyak diambil oleh perempuan Indonesia dalam menghadapi ketidakadilan yang ada.

Berjuang sendiri, membentuk aliansi perempuan, menggandeng perempuan lain, karena hanya itu kekuatan yang mampu membela kita di tengah sistem masyarakat yang sangat patriarkis.

Seperti Marlina, perempuan di Indonesia akhirnya harus kembali berjuang sendiri demi kebebasan, keadilan, dan pemenuhan hak sepenuhnya karena lingkungan kita tidak memihak pada perempuan atau setidaknya adil.

Baca Juga: Film Little Miss Sumo: Mengulik Kisah Hiyori Kon Pesumo Perempuan Amatir dari Jepang

Babak Kelahiran ini diakhiri dengan Novi yang akhirnya melahirkan anaknya di dapur rumah Marlina. Kelahiran ini sekaligus menjadi simbol awal yang baru yang bebas bagi Marlina. (*)

Sumber: IMDb
Penulis:
Editor: Rizka Rachmania