Merdeka Finansial: Mengenal Perbedaan Mata Uang Tradisional dan Digital

Tentry Yudvi Dian Utami - Senin, 16 Agustus 2021
Ilustrasi perbedaan mata uang tradisionald dan digital
Ilustrasi perbedaan mata uang tradisionald dan digital Sino Images Studio

Parapuan.co - Kawan Puan pasti sering bertanya apa ya, bedanya mata uang tradisional dan digital?

Sebab, semakin canggih teknologi, mata uang tak hanya dikenal sebagai uang tunai saja. Melainkan juga mata uang berbasis teknologi seperti kripto.

Nah, mata uang berbasi teknologi ini biasanya digunakan untuk investasi saja. Sedangkan, mata uang tradisional sering digunakan untuk transaksi jual beli barang.

Namun, rupanya menurut Research dan Development Manager ICDX, Jericho Biere, sebetulnya mata uang berbasis teknologi bisa juga digunakan untuk transaksi, lho.

Baca Juga: Tertarik Investasi Mata Uang Kripto? Pertimbangkan 3 Hal Ini Dulu

Nah, apa bedanya transaksi menggunakan mata uang tradisional dengan mata uang digital?

“Perbedaan yang paling menonjol di antara keduanya adalah penerbitan dan operasional desentralisasi dengan teknologi Blockchain pada aset kripto, sementara uang fiat bersifat sentralisasi atau terpusat. 

Untuk dapat memahami hal tersebut, maka diperlukan pemahaman dasar mengenai aset kripto dan uang fiat,” kata 

Uang fiat adalah mata uang yang secara resmi dikeluarkan oleh bank sentral seperti uang fisik kertas dan koin.

Sementara, aset kripto, atau yang juga dikenal sebagai mata uang digital, mata uang virtual, tidak diatur oleh bank sentral atau pemerintah.

Meskipun demikian, baik aset kripto maupun uang fiat, keduanya memiliki kesamaan dalam peran dan penggunaan.

Kesamaan yang dimiliki oleh keduanya adalah sama-sama dapat digunakan sebagai alat tukar untuk suatu transaksi.

Keduanya juga memiliki peran sebagai penyimpan nilai, alat tukar, dan satuan hitung.

Nilai mata uang fiat dapat mengalami kenaikan ataupun penurunan jika terjadi inflasi atau deflasi.

Berbeda dengan aset kripto yang pada umumnya tidak terpengaruh oleh inflasi atau deflasi suatu negara, kecuali aset kripto tersebut bersifat stablecoin yang dikaitkan dengan suatu mata uang negara, sehingga dapat terdampak atas indikator ekonomi dari negara bersangkutan, termasuk angka inflasi atau deflasi.

Baca Juga: Begini Cara Tepat Investasi Mata Uang Asing Menurut Perencana Keuangan

Dari sisi penawaran, bank sentral dapat menentukan mata uang fiat yang beredar tergantung pada kebutuhan pasar, serta melakukan skenario ekonomi untuk mengatur peredaran mata uang tersebut.

Pencetakan mata uang fiat yang terlalu berlebihan oleh bank sentral akan membuat nilai mata uang tersebut terus-menerus turun, sehingga dapat membuat harga barang dan jasa melambung tinggi yang tidak selaras dengan permintaannya, khususnya saat situasi pandemi seperti sekarang.

“Berbeda dengan aset kripto, penerbit koin dapat menyatakan jumlah aset kripto terbatas atau aset kripto tidak terbatas. Selain itu, kelebihan aset kripto adalah adanya mekanisme coin burning untuk menjaga harga dan jumlah aset kripto apabila diperlukan,” tambah Jericho. 

Nilai yang terkandung dalam aset kripto bersifat pribadi dan beroperasi secara independen.

Mereka berfungsi dan berjalan pada platform terdesentralisasi.

Transaksi aset kripto di blockchain bersifat immutable, atau tidak dapat diubah, yang menjadikannya lebih aman dibandingkan dengan uang fiat.

“Baik mata uang fiat maupun aset kripto dapat menjadi media transaksi keuangan. Oleh karena itu, aset kripto bukan untuk menggantikan uang fiat yang sudah ada saat ini, melainkan untuk melengkapinya.

Baca Juga: Mau Investasi Mata Uang? Ini Potensi Keuntungannya Dibanding Kripto

Dengan teknologi yang terus berkembang, aset kripto dapat menjadi masa depan sistem keuangan dan dapat diadopsi secara luas,” tutup Jericho.

Oh, jadi itu bedanya mata uang tradisional dengan mata uang digital, Kawan Puan!(*)