Pernikahan Anak di Bawah Umur Tingkatkan Risiko Stunting, Mengapa?

Saras Bening Sumunarsih - Jumat, 23 Juli 2021
Pasang Cincin pernikahan
Pasang Cincin pernikahan ridzky setiaji

 

Terkait hal ini, terdapat kaitan antara pernikahan anak di bawah umur dengan peningkatan risiko stunting.

Anak yang masih berusia remaja belum memiliki kondisi psikologis yang matang.

Mereka dinilai belum memiliki pengetahuan yang cukup mengenai kehamilan dan pola asuh anak secara tepat. Bukan tidak mungkin, dasar pola asuh juga tidak dipahami dengan baik. 

Tak hanya itu, anak yang masih di bawah umur membutuhkan asupan gizi secara maksimal hingga mereka berusia 21 tahun.

Jadi, jika mereka menikah dan hamil di usia belasan tahun, mereka akan berebut gizi dengan bayi dalam kandungannya.

Saat nutrisi ibu hamil tidak mencukupi, maka akan memungkinkan bayi lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR) dan berisiko terkena stunting.

Usia Ideal Hamil

Meskipun tidak ada usia yang menjadi acuan untuk hamil, namun dari segi biologis perempuan yang berusia 21 hingga 35 tahun memiliki tingkat kesuburan tinggi dan sel telur sangat berlimpah.

Hamil pada usia tersebut juga dapat meminimalisir beberapa risiko seperti pembukaan jalan lahir yang lambat.

Menurut International Journal of Epidemiology, ibu yang berusia 10 hingga 19 tahun memiliki risiko 14 persen lebih tinggi melahirkan bayi berat badan lahir rendah dibandingkan ibu berusia 20 hingga 24 tahun.

Bahkan anak yang mengalami kehamilan di bawah umur akan berisiko mengalami stres pasca melahirkan.

 

Dengan berbagai fakta di atas, perempuan yang hamil di usia 21 tahun keatas dinilai lebih aman dari berbagai risiko kehamilan di bandingkan mereka yang masih di bawah umur.

Meski usia minimal pernikahan adalah 19 tahun, ada baiknya jika pernikahan dilakukan saat usia di atas 20 tahun berdasarkan pertimbangan biologis. 

(*)

Baca Juga: Ini 4 Hal Penting untuk Merencanakan Acara Pernikahan yang Aman di Tengah Pandemi Covid-19