Trauma Masa Lalu Menjadi Pemicu Kesuksesan Seseorang

Ratu Monita - Rabu, 9 Juni 2021
Ilustrasi trauma
Ilustrasi trauma

Parapuan.co - Dalam kehidupan setiap orang memiliki ketakutan atau pun trauma yang mungkin tak banyak orang sekitarnya ketahui, bisa dibilang hal ini menjadi dark side atau sisi gelapnya seseorang, termasuk orang sukses.

Bukan tidak mungkin, di balik kesuksesan seseorang terdapat trauma masa lalu atau pun ketidakpercayaan diri yang ditutupinya.

Namun sayangnya, kesuksesan kini menjadi suatu hal yang begitu dihargai oleh sebagian besar masyarakat, hal tersebut seakan menjadi sebuah capaian hidup. 

Padahal, kesuksesan itu sendiri tak selalu mendatangkan kebahagiaan ataupun kepuasan bagi mereka yang sudah meraihnya. 

Terlebih, banyak di antara kita yang mengejar kesuksesan dengan penuh ambisi tanpa tujuan tertentu dan hanya sekadar untuk mendapatkan validasi dari orang sekitar guna membuktikan bahwa dirinya layak dicintai. 

Melansir dari laman Entepreneur, dalam buku berjudul How to Do the Work, Dr. Nicole LePera menyampaikan bahwa orang yang sukses akan merasa dirinya diperhatikan, didengar, dihargai melalui pencapaiannya. 

Sehingga, sebagian orang berpikir bahwa untuk mendapatkan validasi dan atensi orang sekitar yakni dengan cara dirinya harus sukses.

Baca Juga: Melewati Trauma Dapat Mengubah Cara Otak Bekerja? Ini Penjelasan Ahli

Sejalan dengan hal tersebut, sebagian besar dari kita sering kali menjadikan pekerjaan sebagai tempat untuk pelarian dari luka-luka masa lalu yang belum sembuh.

Hal ini pun dibenarkan oleh sebagian besar orang, mengejar kesuksesan dalam karier untuk mendapatkan validasi dan menjadikan pekerjaan sebagai media untuk melupakan berbagai masalah masa lalu.

Sungguh luar biasa memang saat sudah mendapatkan apa yang diinginkan, sampai suatu hari menyadari bahwa sebenarnya mungkin kita depresi, merasa hidup tidak adil, dan tidak merasa puas dengan yang didapatkan.

Dan saat itu pula, seseorang justru menjadi tidak ingin bertahan dalam pekerjaan tetapi tidak tahu tujuan yang ingin dicapai.

Bahkan, tidak tahu apa yang membuat bahagia, atau apa yang membuat dirinya puas, dan timbul pemikiran bahwa menjadi sesuatu yang kurang sempurna dan sukses dalam pekerjaan yang "baik" adalah kegagalan.

Ditambah, saat kita mulai menyadari bahwa uang yang dihasilkan adalah bentuk validasi dan perlindungan, hal ini menjadi semakin berat.

Banyak dari kita memiliki masa kecil yang mungkin tidak beruntung, sehingga sulit untuk mengekspresikan diri yang sebenarnya.

Sebagai contoh, mereka yang ditelantarkan oleh orang tua, mendapatkan tindakan pelecehan atau pengabaian, atau paling parahnya memiliki orang tua yang memaksa ke jalan tertentu tanpa mendengar atau melihat pendapat kita sebagai anai.

Baca Juga: Ternyata Trauma pada Anak dapat Mempengaruhi Kesehatan di Masa Depan

Hal ini pun mengakibatkan kita kehilangan jati diri sekaligus mimpi-mimpi kita yang sebenarnya dan akhirnya kita pun hidup dengan mengabaikan diri sendiri.

Setelah itu pun timbul sikap perfeksionisme yang sebenarnya adalah respons pelarian dan naluri untuk bertahan hidup dengan pengabaian emosional sebagai seorang anak.

Dilansir dari laman Enterpreneur, dalam buku Complex PTSD: From Surviving to Thriving, terapis Pete Walker menulis bahwa "banyak jenis pelarian salah satunya dengan tetap sibuk untuk menghindari hubungan yang lebih dalam,".

Selain itu, cara lainnya adalah dengan bekerja secara obsesif untuk menyempurnakan diri sendiri dan berharap suatu hari nanti akan layak dicintai.

Ketika terus-menerus dalam kondisi seperti ini maka naluri ini yang justru menyebabkan seseorang terus merasa insecure.

Hal ini juga yang membuat seseorang tidak sadar dengan trauma masa lalunya dan memilih untuk kabur dari rasa tidak adil yang dialami.

Kondisi inilah yang menyebabkan seseorang menjadi workaholic, menjadi pribadi yang selalu "aktif", dan perfeksionis.

Baca Juga: Terbawa Sampai Dewasa, Ini Ciri-Ciri Anak yang Mengalami Trauma

Trauma ini membuat kita memilih tenggelam dalam pekerjaan untuk menghindari permasalahan dalam diri yang sebenarnya dimiliki.

Tak hanya itu, trauma ini juga menyebabkan kecemasan, panik, kelelahan, dan dalam kasus yang lebih ekstrem membuat seseorang kecanduan, depresi, bahkan bunuh diri.

Nah, jika Kawan Puan menyadari bahwa memiliki pribadi cenderung perfeksionis atau terlalu sukses, mungkin bisa jadi hal tersebut terjadi karena adanya luka masa kecil yang masih perlu disembuhkan.

Dengan memulai proses penyembuhan, maka kamu dapat benar-benar mengenal diri sendiri dan menemukan karier yang diinginkan.

Penyembuhan juga membantu membantu kamu mengembangkan mimpi dengan tujuan dampak, bukan validasi atau pencapaian.

Tidak ada kata terlambat untuk memulai proses penyembuhan, dan membangun kehidupan yang memuaskan.

(*)

Sumber: enterpreneur.com
Penulis:
Editor: Aulia Firafiroh