Kegelisahan Ibu saat WFH, dari Tidak Bisa Menemani Anak hingga Gawai

Ilustrasi ibu bekerja dari rumah.
Ilustrasi ibu bekerja dari rumah. kohei_hara

Parapuan.co – Work from home atau WFH adalah aktivitas peralihan dari bekerja di kantor menjadi bekerja dari rumah selama pandemi ini.

Tak hanya bekerja, aktivitas sekolah anak-anak juga dialihkan. Jika dulu pembelajaran tatap muka, kini dialihkan menjadi pembelajaran jarak jauh secara online.

Alhasil, ibu bekerja pun memiliki kegelisahannya tersendiri saat WFH, mulai dari tidak bisa menemani anak hingga anak yang ketergantungan gadget atau gawai.

Baca Juga: 2 Hal Ini Bisa Membantumu Menyeimbangkan Pekerjaan dan Mengasuh Anak

Pasalnya, tidak dimungkiri ibu menjadi tidak bisa terus memantau anak-anak sepenuhnya, terlebih saat bekerja dan pekerjaan itu tak bisa ditinggal.

Hal tersebut menimbulkan kegelisahan tersindiri bagi para ibu yang melakukan WFH, salah satunya seperti yang dialami oleh Narulita Widyasari.

Narulita memiliki kegelisahaan saat anak-anaknya melakukan pembelajaran online. Ibu yang sudah setahun WFH ini takut sekali jika anaknya ketergantungan dengan gawai.

"Kegelisahan terbesar itu seperti kegalauan ya. Ketergantungan gadget itu sih, kalau terkait anak-anak ya," ungkap Narulita saat dihubungi PARAPUAN baru-baru ini.

Narulita mengakui, dirinya memberikan waktu pada anak-anaknya untuk bermain gadget di luar jam sekolah, baik di hari biasa maupun akhir pekan.

Namun, sedihnya, tak jarang jika Narulita mendapati anaknya bermain gadget saat jam sekolah.

Biasanya, dirinya akan memberikan hukuman kecil seperti memberikan mainan yang disukai anak-anaknya pada orang lain.

Selain itu, bentuk hukuman lain ialah Narulita mengajak anak-anaknya untuk pergi kerumah nenek. Bukan jalan-jalan, tapi hukuman karena di sana tidak ada gadget.

Baca Juga: Suami Perlu Ambil Peran dalam Mengasuh Anak, Ini Tips Mudahnya

Kegelisahan berbeda dirasakan oleh Shanty Soeko. Punya anak usia 3 tahun dan 10 bulan yang dekat dengan dirinya sebagai ibu ternyata jadi kekhawatiran tersendiri.

Bisa begitu karena, "Kadang sampai stres itu saat aku akan ada jadwal zoom meeting dengan klien tapi anak maunya sama mamanya," ucap Shanty saat dihubungi PARAPUAN.

Biasanya jika sudah begitu, Shanty meminta bantuan orang terdekatnya agar sang anak diajak keluar kamar dan dirinya bisa melakukan meeting.

"Walaupun sedih banget sih denger mereka nangis," tambah Shanty.

Syukurnya, sebagai ibu bekerja, baik Narulita dan Shanty memiliki support system yang baik yakni suami yang siap sedia membantu mengurus anak.

Toh, berdasarkan survei PARAPUAN belum lama ini, dari 234 responden, sebagian besar yakni 86,5 persen sepakat tugas mengurus anak harus dikerjakan bersama-sama.

Namun, psikolog anak dan keluarga, Astrid W.E.N., M. Psi., Psikolog mengingatkan agar ibu bekerja dapat bekerja dengan cerdas, tak hanya keras.

"Jangan sampai karena kerja kita jadi sangat kaku. Anak menangis itu artinya butuh pertolongan. Kita bisa keluar sebentar, itu kan enggak memakan waktu kita," ujar Astrid.

Saat dihubungi PARAPUAN, Astrid mengingatkan agar ibu bekerja harus kerja berdasarkan waktunya. Jangan sampai kita bekerja lebih dari waktunya sampai 24 jam sehari, ya!

Baca Juga: Work From Home, Ternyata dapat Meningkatkan Hubungan Ibu dan Anak!

Ingatlah, kita punya kehidupan lain selain pekerjaan di depan mata. Jika bisa menyeimbangkan kerja dan urusan rumah, kita akan makin dekat dengan anak kita, lho.

Bisa begitu karena kita bertemu setiap hari di rumah dan hal ini diakui Shanty serta Narulita. Tentu, mereka bisa begitu berkat pembagian peran dalam keluarga yang adil dan seimbang. (*)