Yuk, Hilangkan Stereotip Peran Gender Mulai dari Pembagian Peran dalam Keluarga

Alessandra Langit - Rabu, 12 Mei 2021
Ilustrasi pasangan bekerja.
Ilustrasi pasangan bekerja. freepik.

Parapuan.co - Peran gender dalam rumah dan keluarga menjadi perhatian tersendiri bagi PARAPUAN. 

Sejak zaman dahulu, perempuan dalam rumah tangga sudah ditanamkan stigma sosial masak, macak, manak yang berarti memasak, berdandan, dan menghasilkan serta mengurus anak.

Masak, macak, manak masih menjadi “kepercayaan” sosial bahwa itulah tugas utama perempuan dalam rumah tangga.

Alhasil, tugas domestik rumah tangga pun terasa berat sebelah karena seakan-akan dibebankan semua kepada perempuan.

Baca Juga: Cara Bijak Jelaskan ke Suami Pentingnya Pembagian Peran Domestik Selama Pandemi

Maka dari itu, PARAPUAN baru-baru ini mengadakan survei tentang Pembagian Peran Domestik antara Suami dan Istri yang disebar ke beberapa keluarga di Indonesia.

Survei dengan bahasan porsi peran mengerjakan tugas domestik berdasarkan gender menunjukkan bahwa sebagian besar laki-laki menjadikan tugas domestik hanya sebagai tugas sampingan saja (58,6%). 

Sedangkan sebagian besar perempuan menjadikan tugas domestik sebagai tugas utama mereka (17,7%). 

Di samping itu, tidak ada perempuan yang tidak mengerjakan tugas domestik sama sekali. Itu berarti perempuan selalu mengerjakan tugas domestik rumah tangga.

Namun di saat perempuan selalu mengerjakan tugas domestik rumah tangga, terdapat laki-laki yang bisa tidak mengerjakan tugas domestik sama sekali sebesar 3,2%.

Fakta tersebut menunjukkan bahwa pembagian peran dalam keluarga, utamanya urusan domestik rumah tangga, masih menjadi tanggung jawab perempuan.

PARAPUAN, pada tanggal 9 Mei 2021, berbincang-bincang secara daring bersama Siti Aminah dari Komnas Perempuan serta Kasandra Putranto, seorang psikolog dewasa, mengenai hal tersebut.

Menurut Siti Aminah, pekerjaan kerumahtanggaan atau perawatan keluarga (merawat anak, anggota keluarga yang sakit, atau lansia) sejatinya tidak berjenis kelamin. Semua gender bisa berpartisipasi dan berkontribusi.

Pekerjaan domestik atau kerumahtanggaan dilekatkan dengan kewajiban perempuan bahkan dinilai sebagai kodrat, karena perbedaan peran gender dalam struktur patriarki menempatkan perempuan di ranah domestik dan laki-laki di ranah publik. 

Di ranah domestik perempuan bertanggung jawab terhadap pekerjaan kerumahtanggaan dan perawatan anggota keluarga. 

Baca Juga: Duh, Suami Enggan Melakukan Pekerjaan Domestik? Ini Penyebabnya

Dampak dari pembagian peran ini adalah terjadinya berbagai bentuk ketidakadilan gender yaitu marginalisasi, subordinasi, stereotip, kekerasan dan beban kerja berlebih.

Banyak faktor yang mendorong terjadinya ketidaksetaraan gender dalam tugas domestik rumah tangga.

“Pembagian peran ini dibakukan dan diperkuat oleh keluarga, masyarakat, tafsir keagamaan, adat istiadat, sampai kebijakan negara. 

“Misalnya penetapan suami adalah kepala keluarga dan perempuan sebagai ibu rumah tangga,” ungkap Siti Aminah.

Sedangkan menurut psikolog Kasandra Putranto, penyebab terjadinya ketidaksetaraan gender dalam tugas domestik rumah tangga adalah faktor pendidikan dan norma sosial budaya yang masih dipegang teguh dan ditanamkan sejak dini.

Selain data mengenai pembagian peran dalam keluarga dalam hal pekerjaan domestik, data survei PARAPUAN pun menunjukkan sebagian besar suami dan istri sudah melakukan pembagian tugas domestik secara adil dan seimbang (51,08%).

Tugas domestik yang dibagi secara adil dapat menjadi awal yang baik bagi penghapusan stereotip gender dalam keluarga. Suami dan istri pasti memiliki kemampuan masing-masing. 

Sering kali, stigma sosial terhadap pembagian tugas domestik menjadi penghalang pasangan suami istri untuk mengerjakan tugas sesuai kemampuan dan minatnya. Misalnya, suami yang memiliki hobi memasak.

Masyarakat mungkin memiliki pandangan yang “buruk” saat sebuah keluarga membagi peran domestik berdasarkan kemampuan.

Namun menurut Siti Aminah, jika relasi perkawinan dibangun setara dan disepakati bahwa baik suami, istri atau anggota lain harus berkontribusi terhadap kebersihan, keamanan juga ketertiban rumah, maka pembagian kerja kerumahtanggaan bisa dibagi sesuai keluangan waktu atau juga keahlian.

“Dengan kesepakatan dan cara pandang yang sama, maka tidak akan menjadi sumber konflik. 

“Termasuk jika ada komentar dari tetangga yang belum bisa menerima laki-laki yang mencuci baju atau perempuan yang memanjat pohon untuk memangkas,” ungkap Siti Aminah.

Baca Juga: Selain Ringankan Tugas Istri, Bagi Peran Domestik Saat Pandemi Juga Punya Manfaat Lain

Psikolog Kasandra Putranto, juga menjelaskan bahwa bila keluarga mampu berbagi tugas domestik berdasarkan kemampuan, bukan gender, maka keluarga akan merasakan kenyamanan dan juga hubungan yang lebih sehat antar anggotanya.

Kawan Puan, pembagian peran dalam keluarga sejatinya tidak harus mengikuti stereotip yang sudah ada saat ini.

Jika memang antara kamu dan suami memiliki pendapat berbeda mengenai pembagian peran dalam keluarga, misalnya istri yang bekerja di rumah sedangkan suami menjadi support system keluarga dengan tinggal di rumah dan menjadi bapak rumah tangga, maka itu tidak ada salahnya.

Pekerjaan kerumahtanggaan adalah keterampilan dasar untuk hidup dan kewajiban semua orang yang tinggal di bawah atap yang sama. (*)