Hari Buruh Internasional, Simak 6 Tuntutan Komnas Perempuan untuk Lindungi Hak Pekerja Perempuan

Rizka Rachmania - Sabtu, 1 Mei 2021
Pekerja perempuan
Pekerja perempuan tommy

Parapuan.co - Peringatan Hari Buruh Internasional yang diperingati setiap tanggal 1 Mei, menjadi momen di mana para buruh di seluruh dunia menyuarakan aspirasi dan keinginannya.

Begitu pun dengan peringatan Hari Buruh Internasional 2021. Para buruh di berbagai belahan dunia menyuarakan keinginannya demi kehidupan yang lebih adil dan layak.

Tak terkecuali para buruh di Indonesia. Tahun ini, Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (Aspek Indonesia) mengajukan dua tuntutan dalam peringatan Hari Buruh Internasional.

Yang pertama adalah pembatalan UU Cipta Kerja dan pengusutan tuntas seluruh kasus korupsi di Indonesia.

Baca Juga: Peringati May Day 2021, Ini 2 Tuntutan Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia

Namun, itu tuntutan dari Aspek Indonesia. Beda lagi dengan Komnas Perempuan.

Pada May Day 2021, Komnas Perempuan memberi perhatian serius terhadap situasi perempuan pekerja dan pemimpin buruh. Terutama selama pandemi di Indonesia.

Pasalnya, menurut pengamatan Komnas Perempuan, pandemi Covid-19 yang berlangsung satu tahun lebih, membuat situasi pekerja dan para perempuan pemimpin serikat pekerja/buruh kian menantang.

Menurut Organisasi Perburuhan Internasional (ILO), sebanyak 255 juta orang kehilangan pekerjaan penuh waktu. Angka ini lebih besar dari tingkat PHK selama krisis ekonomi global tahun 2009 lalu.

Di samping itu, Badan Pusat Statistik juga mencatat, dari 29,12 juta penduduk Indonesia, 2,56 juta di antaranya kehilangan pekerjaan dan 24,04 lainnya mengalami pengurangan jam kerja.

Tentu saja kondisi tersebut berdampak besar bagi buruh dan pekerja, terutama pekerja perempuan.

Bagi perempuan pekerja, ancaman kehilangan pekerjaan, pengurangan jam kerja, kriminalisasi dan dikecualikan dari program jaringan pengaman sosial di masa pandemi membuat situasi semakin sulit.

Belum lagi beban ganda dan risiko pekerja perempuan berhadapan dengan kekerasan berbasis gender.

Bahkan, perempuan pemimpin serikat pekerja pun mengalami kriminalisasi. Para pemimpin serikat pekerja ini dikriminalisasi akibat menyampaikan pendapat untuk menuntut pemenuhan dan perlindungan hak-hak buruh.

Baca Juga: May Day 2021, Begini Sejarah Hari Buruh Sedunia hingga Jadi Hari Libur Nasional

Menyikapi situasi dan kondisi yang dialami oleh perempuan pekerja maupun perempuan pemimpin serikat buruh, maka Komnas Perempuan menyampaikan beberapa tuntutan kepada:

1. Pemerintah untuk memberi perhatian khusus terhadap kerentanan perempuan pekerja semasa pandemi Covid-19, termasuk dengan menyediakan skema bantuan sosial khusus perempuan pekerja lintas sektor dan lintas negara dalam program jaring pengaman sosial.

2. Aparat penegak hukum agar mengedepankan sikap persuasif dan penghormatan dalam merespons ekspresi kelompok buruh dalam berkumpul dan menyampaikan pendapat mereka, serta menghentikan kriminalisasi terhadap pimpinan dan aktivis buruh.

3. DPR RI dan pemerintah untuk meninjau ulang dan mengoreksi UU Cipta Kerja dan Peraturan Pelaksana UU Cipta Kerja sebab berpotensi pada pengurangan daya pelaksanaan tanggung jawab negara dalam pemenuhan hak-hak konstitusional, terutama untuk mengatasi kerentanan perempuan pekerja dari eksploitasi, diskriminasi, dan kekerasan.

4. Pemerintah pusat dan daerah agar memastikan penyediaan layanan bagi pekerja migran Indonesia baik yang masih bekerja di luar negeri, maupun yang sedang atau sudah dalam proses repatriasi untuk keselamatan dan kesehatan mereka selama pandemi Covid-19 ini.

Baca Juga: Komnas Perempuan: Perempuan di Papua Saat ini Alami Kekerasan Berlapis

5. Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat RI untuk lebih tanggap terhadap kepentingan dan kesentosaan perempuan pekerja dengan segera meratifikasi Konvensi ILO 183 tentang Perlindungan Hak Maternitas, Konvensi ILO 189 tentang Kerja Layak bagi PRT, Konvensi ILO 177 tentang Kerja Rumahan dan Konvensi ILO 190 tentang Penghapusan Kekerasan dan Pelecehan di Dunia Kerja, serta membahas dan mengesahkan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga dan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.

6. Pemerintah dan aparat penegak hukum untuk melakukan pengawasan dan penegakan hukum terhadap perusahaan-perusahaan yang melanggar gak maternitas dan membiarkan kekerasan dan pelecehan di dunia kerja. (*)

Penulis:
Editor: Rizka Rachmania