Parapuan.co - Pekan Menyusui Dunia (PMD) 2025 masih berlangsung hingga 7 Agustus. Selama waktu yang singkat ini, berbagai pihak dari pemerintah maupun swasta gencar mengampanyekan pentingnya memberikan ASI eksklusif untuk bayi, minimal di usia 0-6 bulan, dan dianjurkan berlanjut sampai anak umur 2 tahun. Namun, sejatinya kampanye menyusui perlu dilakukan setiap harinya tanpa menunggu momen-momen tertentu.
Memberikan ASI secara eksklusif kepada bayi hingga usia 6 bulan bukan hanya anjuran medis—melainkan hak dasar anak dan bentuk cinta paling mendalam dari seorang ibu. Namun, penulis menyaksikan sendiri bahwa perjuangan menyusui sering kali tak semudah teori yang ditulis dalam buku-buku parenting atau seminar kesehatan.
Beberapa ibu di sekitar penulis terpaksa menghentikan pemberian ASI sebelum buah hatinya berusia enam bulan, bukan karena tidak tahu pentingnya, tapi karena realitas hidup yang tak mendukung mereka.
Ada yang bayinya mengalami gangguan kesehatan ketika berumur 2 bulan, kemudian sang ibu didorong oleh orang dekatnya untuk berhenti menyusui dengan berbagai alasan. Ada yang kelelahan secara fisik dan mental karena pekerjaan yang menumpuk, tak sempat memompa ASI sehingga memutuskan memberikan bayinya susu formula terlalu dini.
Bahkan, tak sedikit yang merasa bersalah karena tekanan sosial seolah menyusui adalah tanggung jawab yang harus bisa dituntaskan sempurna, meski mereka sedang berada dalam kondisi penuh keterbatasan.
Padahal, menyusui bukanlah tugas ibu seorang. Menyusui adalah kerja bersama, yang keberhasilannya sangat bergantung pada ekosistem pendukung: suami, keluarga, lingkungan kerja, fasilitas publik, bahkan kebijakan negara.
Ketika Dukungan Tidak Hadir, Ibu Gagal Menyusui Bukan Karena Tidak Mau
Sering kali, ketika ibu menghentikan ASI lebih awal, masyarakat langsung menyimpulkan bahwa ia tidak cukup berusaha. Padahal, pertanyaannya seharusnya dibalik: Sudahkah kita memberikan ruang dan dukungan bagi ibu untuk menyusui dengan optimal?
Dalam seminar Penguatan Pemberian ASI di Tempat Kerja yang digelar Kementerian Kesehatan tahun 2011 silam, sebagaimana dikutip dari laman resmi, dr. Ratna Rosita, MPH menyatakan bahwa peningkatan cakupan ASI eksklusif masih menjadi tantangan besar.
Baca Juga: Menciptakan Lingkungan Ramah Ibu Menyusui Sesuai Rekomendasi WHO