Parapuan.co - Beberapa waktu lalu, komedian sekaligus seorang ayah, Alex Pearlman, membagikan pengalamannya di media sosial saat menemani anak balitanya menonton YouTube Kids. Ia menemukan salah satu video yang ternyata diambil dari buku bacaan anak yang sering ia bacakan.
Bedanya, versi di YouTube itu sepenuhnya dibuat oleh AI—tanpa izin penerbit buku. Bukan hanya itu, video tersebut justru salah melafalkan kata-kata sederhana yang seharusnya mendidik anak.
Alex Pearlman pun mengingatkan orang tua lain, mengatakan, "Kalau kamu orang tua saat ini, kamu terjebak, karena kamu harus memastikan benar-benar tahu dari mana informasi yang masuk ke kepala balita berasal," sebagaimana melansir Parents.
Menanggapi keluhan Alex Pearlman, para ahli menjelaskan bahaya di balik tontonan video AI di YouTube. Meski menghibur, orang tua perlu mewaspadai hal-hal berikut ini:
Fenomena Video AI untuk Anak
Konten berbasis AI kini semakin mudah ditemui, termasuk di video yang ditonton bayi dan balita. Titania Jordan, Chief Parenting Officer di Bark Technologies, menjelaskan:
"Video yang dihasilkan AI untuk anak-anak semakin sering muncul, terutama di platform seperti YouTube, TikTok, dan Instagram, di mana konten sering dibuat otomatis demi menarik perhatian atau mengejar jumlah tayangan."
Hal ini terjadi karena membuat video AI sangat mudah dan murah. Scott Kollins, PhD, psikolog sekaligus Chief Medical Officer di Aura, menambahkan, "Konten AI untuk anak makin banyak tiap hari karena alatnya murah, mudah diakses, dan gampang digunakan. Hasilnya adalah banjir video yang dibuat cepat untuk mengejar klik dan pendapatan iklan."
Bagaimana Cara Mengenali Video AI?
Baca Juga: 3 Tanda Anak Kebanyakan Screen Time yang Perlu Diwaspadai Orang Tua
Menurut Natalie Bidnick Andreas, EdD, pakar komunikasi dan literasi media dari University of Texas at Austin, video AI sering kali mirip dengan kartun atau lagu anak yang dikenal. Namun, ada ciri khusus, yaitu suara narator yang terdengar kaku, sinkronisasi bibir yang tidak pas, atau gerakan animasi yang janggal.
Titania Jordan menambahkan bahwa absurditas sering jadi tanda. "Semakin absurd sebuah video, semakin besar kemungkinan itu palsu. Kadang keanehan itu justru sengaja dibuat, misalnya anjing golden retriever yang membuat omelet di restoran Prancis," ungkapnya.
Selain itu, detail tubuh seperti mata dan tangan sering terlihat aneh karena sulit ditiru secara realistis oleh AI.
Risiko Video AI untuk Anak
Beberapa bahaya nyata dari video AI yang perlu diwaspadai:
1. Konten tidak pantas: AI bisa memunculkan konten kekerasan atau seksual tanpa pengawasan. Dr. Kollins menyinggung kasus lama di YouTube, di mana video mirip kartun Peppa Pig justru menampilkan adegan disturbing, seperti gigi dicabut oleh dokter gigi menyeramkan.
2. Misinformasi: AI kerap "mengarang fakta" dengan meyakinkan. Anak yang menonton video edukasi palsu bisa menyerap informasi salah tanpa disadari.
3. Kualitas buruk: Menurut Dr. Andreas, "Anak membutuhkan ritme yang tepat, bahasa yang jelas, dan nilai edukatif yang bermakna—sesuatu yang sering hilang dalam video buatan AI."
4. Risiko bagi orang tua dan kakek-nenek: Jordan mengingatkan bahwa orang dewasa, terutama lansia, juga rentan tertipu konten AI, mulai dari berita palsu hingga penipuan kesehatan dengan kedok “obat ajaib”.
Baca Juga: Sediakan Konten Khusus yang Ramah Anak, Seberapa Aman YouTube Kids?
Apa yang Bisa Dilakukan Orang Tua?
Meski menakutkan, orang tua tetap punya kendali. Para pakar memberi sejumlah tips yang terangkum di bawah ini:
- Ajarkan anak mengenali konten AI. Tunjukkan contoh video palsu dan diskusikan perbedaannya.
- Gunakan kontrol orang tua. Manfaatkan YouTube Kids, akun terawasi, matikan autoplay, dan pilih channel terpercaya.
- Biasakan cek fakta. Ajarkan anak memverifikasi informasi di internet melalui sumber berita terpercaya.
- Bangun kebiasaan layar sehat. Dampingi anak menonton, batasi waktu layar, dan dorong aktivitas bermain bebas.
- Gunakan "password keluarga". Ini berguna untuk melindungi anggota keluarga dari penipuan yang menyamar sebagai kerabat dekat.
Video AI untuk anak memang bisa menghibur, tapi juga membawa risiko besar: dari penyampaian informasi yang salah, konten tak pantas, hingga kualitas pendidikan yang rendah. Namun, fenomena ini bisa jadi kesempatan bagi orang tua untuk membangun keterampilan literasi digital anak.
Dr. Kollins menegaskan pentingnya komunikasi terbuka. "Kuncinya adalah menciptakan ruang aman tanpa menghakimi untuk percakapan itu. Ini wilayah baru bagi semua orang, tapi dengan menormalkan obrolan itu, keluarga bisa menghadapi tantangan ini bersama-sama," tutupnya.
(*)