Tujuan Terkait

Brand Fashion Ini Angkat Filosofi Pakaian Warisan Budaya Indonesia

Tim Parapuan - Selasa, 2 September 2025
Anastasia Setiobudi, Creative Director SukkhaCitta
Anastasia Setiobudi, Creative Director SukkhaCitta Putri Renata

Parapuan.co - Koleksi terbaru SukkhaCitta bertajuk "PERTIWI" lahir dari sebuah gagasan besar untuk merefleksi, sekaligus mengenang makna Ibu Pertiwi sebagai tanah air Indonesia.

Inspirasi utama di balik rancangan ini berangkat dari rasa tanggung jawab sebagai generasi muda untuk menjaga, meneruskan, dan merawat warisan budaya agar tetap relevan, tidak hanya hari ini, tetapi juga 50 tahun mendatang.

Dalam menciptakan PERTIWI, Anastasia Setiobudi, Creative Director SukkhaCitta mengawali perjalanan dengan menghargai warisan berpakaian yang telah ada sebelumnya. Itulah mengapa, siluet dasar koleksi ini banyak mengambil inspirasi dari beskap, kebaya, dan kain tradisional yang identitas utama busana Nusantara.
 
Apalagi, kebaya merupakan pakaian yang merepresentasikan sisi feminin, beskap melambangkan maskulin, sementara kain menjadi simbol netral dan bisa dikenakan siapa saja.
 
Menariknya, koleksi ini tidak sepenuhnya baru, melainkan sebuah "edit" yang menampilkan kembali siluet-siluet khas dengan sentuhan berbeda. Proses re-editing ini dilakukan melalui eksplorasi bahan, teknik pewarnaan, hingga filosofi warna yang mendalam.
 
Pada akhirnya, karya tidak hanya bersandar pada estetika, tetapi juga pada makna budaya yang kaya.
 
PERTIWI Kebaya
PERTIWI Kebaya
 
Salah satu karya utama yang ditonjolkan adalah PERTIWI Kebaya, hasil penggabungan tiga elemen, yakni siluet anggun kebaya, potongan gagah beskap, serta keluwesan kain. Tidak berhenti di situ, detail seperti ikatan kain yang bisa diputar dan diikat memberi nilai fungsional sekaligus menambah keistimewaan.
 
Keunggulan lain terletak pada kualitas penggunaan busana. Koleksi PERTIWI dirancang agar dapat dipakai dalam berbagai gaya. Bahkan, salah satu desain kebaya bisa dipakai dengan tiga cara berbeda, membuatnya lebih adaptif dengan kebutuhan masyarakat modern, termasuk yang berhijab.
  
 
 
Siluet kebaya PERTIWI sendiri juga hadir dengan detail tersembunyi, seperti kancing dan tali yang bisa diatur sesuai gaya pemakainya. Hal ini memungkinkan setiap orang untuk menemukan cara mereka sendiri dalam menafsirkan busana, sehingga setiap pemakaian terasa personal.
 
"Im so very proud of it karena sebenernya aku juga coba membuat kebaya ini menjadi sesuatu yang verstile, yang sebenarnya dia (kebaya) bisa dipake tiga macam cara gitu," ungkap Anastasia. 
 
Filosofi warna dalam koleksi ini pun sarat makna. Inspirasi warna diambil dari cara berpakaian ibu-ibu desa. Gadis muda biasanya memilih warna netral, sementara perempuan yang telah menikah lebih banyak memakai warna pekat seperti merah dan hitam. Dari sini, lahir warna khas PERTIWI, termasuk ThreeBark Red, hasil eksplorasi pewarna alami dari kulit kayu.
 
"Filosofi warnanya ini sebenernya tidak dimaksudkan untuk yang harus Indonesia banget, harus merah putih gitu. Engga, sebenarnya warna ini sendiri itu dateng dari ibu-ibu di desa," jelas Anastasia. 
 

Proses Keberlanjutan dari Desa

Tidak hanya berhenti pada filosofi, koleksi ini juga mengusung nilai keberlanjutan nyata. Mulai dari kapas hingga pewarna, semuanya ditanam sendiri dengan metode ramah lingkungan. Setiap proses dalam rantai produksi dapat ditelusuri, sehingga menjamin prinsip etika dan transparansi dalam fesyen.
 
Anastasia menyampaikan bahwa pembuatan warna merah alami tersebut tidaklah mudah. Dibutuhkan penelitian bertahun-tahun untuk mendapatkan warna merah pekat tanpa bahan kimia. Pewarna itu diperoleh dari tiga jenis kulit kayu, sehingga melahirkan warna yang khas dan bernilai filosofis tinggi.
 
Selain warna, konsep regenerasi tanah menjadi pilar penting. Kapas "kanesia" yang ditanam dengan metode tumpang sari menjadi simbol keberlanjutan. Menariknya, bunga kapas sendiri berubah warna dari putih ke merah muda setelah penyerbukan, sejalan dengan transformasi warna yang dipakai dalam koleksi ini.
 
Baca Juga: SukkhaCitta Gelar Eksibisi, Isu Lingkungan dan Pemberdayaan Perempuan Jadi Fokus Utama
"Waktu aku doing my research there's also like very interesting thing yang nyambung ke warna. Karena bunga kapas itu tumbuh, warnanya putih. Terus setelah dipolinasi, dia berubah jadi merah, pink gitu. Jadi disitu akhirnya nyambung dengan filosofi tadi warna yang dipakai ibu-ibu di desa," ujar Anastasia. 
 
Koleksi PERTIWI juga menggunakan pewarna alami lain, termasuk tanaman pohon indigo untuk menghasilkan warna biru. Semua bahan berasal dari hasil budi daya berkelanjutan, tanpa deforestasi, dan ditanam bersama petani lokal. Kolaborasi ini menjadi bagian dari semangat “farm to closet” yang dipegang teguh oleh label.
 
Keberadaan kapas lokal “kanesia” yang hampir punah pun kembali dibudidayakan lewat inisiatif SukkhaCitta. Langkah tersebut menjadi bentuk nyata komitmen menjaga sumber daya alam sekaligus mendukung petani lokal agar tidak kehilangan warisan turun-temurun.
 
Keterlibatan masyarakat desa dalam proses kreatif menjadikan koleksi ini semakin bermakna. Para pengrajin, khususnya perempuan, menjadi inspirasi utama. Kesabaran dan keteguhan mereka menghadapi tantangan hidup di desa membuat proses penciptaan busana terasa lebih jujur sekaligus penuh harapan.
 
Dalam menghadapi dominasi merek fesyen besar, SukkhaCitta tetap berfokus pada apa yang mereka kuasai seperti menghadirkan karya otentik dengan nilai kebaikan. Tanpa mengejar kompetisi, Anastasia percaya bahwa publik akan merespons ketika melihat ketulusan di balik setiap proses kreatif.
 
Dengan demikian, PERTIWI bukan sekadar koleksi busana kebaya. SukkhaCitta menghadirkan sebuah karya yang lahir dari tanah, diproses dengan tangan pengrajin desa, dan dihidupkan kembali dalam format kontemporer agar generasi mendatang tetap mengenal identitas bangsanya.

(*)

Putri Renata

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari, program KG Media yang merupakan suatu rencana aksi global, bertujuan untuk menghapus kemiskinan, mengurangi kesenjangan dan melindungi lingkungan.