Parapuan.co - Masa remaja seharusnya diwarnai rasa ingin tahu, keceriaan, serta semangat belajar. Namun, realita saat ini berbeda. Banyak remaja justru dihantui kecemasan, terutama soal masa depan mereka. Di era digital, ponsel pintar yang kita genggam setiap hari membuka akses informasi tanpa batas. Namun, derasnya arus informasi dan perubahan zaman yang begitu cepat membuat remaja merasa kewalahan menghadapi tekanan baru.
Melansir Times of India, sebuah survei yang dilakukan Samsung terhadap 1.000 remaja usia 11–15 tahun di Inggris (Mei 2025) menunjukkan bahwa 64% remaja merasa cemas tentang masa depan. Bukan hanya soal ujian sekolah, tetapi pertanyaan yang lebih berat: “Seperti apa hidup saya nanti?”.
Menariknya, 81% remaja masih memiliki keinginan kuat untuk memberi dampak positif bagi dunia, meski hampir separuhnya (49%) menilai pelajaran di sekolah belum cukup mempersiapkan mereka menghadapi persoalan besar masa kini. Di tengah kecemasan itu, para ahli memberikan sejumlah saran agar orang tua bisa mendampingi remaja dengan lebih efektif. Yuk, simak!
1. Dengarkan Dulu, Baru Memberi Saran
Penelitian National Center for Health Statistics (2024) menemukan adanya jarak persepsi antara orang tua dan anak. 93% orang tua menganggap sudah memberi dukungan emosional, tetapi hanya 59% remaja yang merasakannya.
Psikolog Dr. Lisa Damour menekankan, “Remaja tidak selalu mencari solusi; mereka butuh empati dan perspektif, bukan nasihat instan.” Itu sebabnya, orang tua disarankan hadir dan mendengarkan dengan tulus. Alih-alih langsung memberikan jawaban, cobalah bertanya terbuka seperti: “Bagaimana perasaanmu soal ini?”
2. Normalisasi Kecemasan dan Tumbuhkan Harapan
Laporan ReachOut’s Navigating the Unknown (Agustus 2024) menyebut 83% remaja menganggap kecemasan soal masa depan berdampak besar pada kesehatan mental mereka. Banyak yang mengeluh sulit tidur, kehilangan motivasi, hingga kesulitan fokus.
Menormalisasi kecemasan dapat membantu mereka merasa tidak sendirian. Orang tua bisa berbagi kisah nyata tentang bagaimana tantangan dapat diatasi, sembari menumbuhkan optimisme. Dukungan emosional terbukti membuat remaja lebih berorientasi positif dan lebih kecil kemungkinan terjerumus pada perilaku berisiko.
Baca Juga: Menjaga Kesehatan Mental Remaja, Investasi untuk Masa Depan Bangsa
3. Tawarkan Rasa Aman, Bukan Tekanan
Menurut Swati Saboo, Co-Founder Scarbble, “Hal terbaik yang bisa ditawarkan orang tua kepada remaja bukanlah jawaban, melainkan rasa aman secara psikologis dan stabilitas emosional.”
Ia menambahkan, “Daripada menekan mereka untuk selalu berprestasi, hadirkan perhatian penuh dan dorong mereka mengeksplorasi apa yang benar-benar membuat mereka penasaran.”
Rasa ingin tahu yang sehat akan menumbuhkan daya tahan mental remaja. Dengan begitu, mereka lebih siap menghadapi perubahan teknologi dan ketidakpastian masa depan.
4. Bekali dengan Keterampilan Koping
WHO merekomendasikan program FRIENDS untuk mencegah kecemasan pada anak dan remaja. Program ini berfokus pada penguatan resiliensi, harga diri, dan keterampilan mengatasi tekanan.
Orang tua bisa mengenalkan teknik sederhana seperti pernapasan dalam, menulis jurnal, berpikir positif, atau melatih mindfulness. Bila diperlukan, mencari bantuan profesional lebih awal dapat mencegah kecemasan berkembang menjadi masalah yang lebih serius.
5. Jangan Terlalu Mengatur Masa Depan Anak
Navyug Mohnot, CEO QAI Global sekaligus pengajar program Designing Your Life di Stanford University, mengingatkan: “Masalahnya, banyak remaja dibesarkan dengan keyakinan bahwa hanya ada satu jawaban yang benar. Padahal, karier itu dibangun, bukan dipilih. Ia berkembang dari percobaan, kesalahan, dan kejutan tak terduga.”
Baca Juga: 5 Cara Menjaga Kesehatan Mental Remaja, Mulai dengan Memberi Dukungan
Mohnot menekankan pentingnya memberikan alat, bukan peta jalan pasti. Alih-alih menentukan jurusan atau sekolah terbaik, orang tua bisa mengajak anak berdialog dengan pertanyaan reflektif:
- “Apa yang membuatmu bersemangat?”
- “Masalah apa yang ingin kamu bantu selesaikan?”
- “Jika bisa mencoba tanpa risiko, apa yang ingin kamu lakukan?”
Ia menambahkan, “Detour sering kali membawa kita ke tujuan terbaik. Tidak semua langkah harus dipetakan sejak awal.”
Menumbuhkan Generasi yang Mandiri dan Tangguh
Pada akhirnya, remaja tidak membutuhkan orang tua yang “sempurna”, melainkan orang tua yang siap mendukung. Seperti yang ditekankan oleh Harvard’s Making Caring Common Project, remaja akan lebih bahagia bila orang tua menghargai kebaikan, rasa ingin tahu, dan usaha, bukan sekadar nilai rapor.
Pesan sederhana, “Kamu sudah cukup”, bisa terasa membebaskan. Sebab hidup bukanlah garis lurus, melainkan rangkaian perjalanan penuh percobaan.
Daripada mengejar kesempurnaan, yang dibutuhkan remaja adalah keberanian untuk bereksperimen, daya tahan menghadapi kegagalan, serta keyakinan bahwa mereka mampu menemukan jalan mereka sendiri di dunia yang terus berubah.
Kecemasan akan masa depan pada remaja memang tidak bisa lantas hilang. Kita orang dewasa pun sering mencemaskan masa depan, bukan?
Namun, sebagai orang tua, kita bisa membantu anak remaja mengatasi dan mengurangi kecemasan mereka agar tidak mengganggu kesehatan fisik dan mental.
Baca Juga: Talkshow Arisan Parapuan, Mengupas Kecemasan dan Depresi Perempuan
(*)