Keberhasilan karakter ini tak lepas dari performa Vanessa Kirby. Ia mampu menghadirkan momen-momen kecil yang manusiawi: bercanda hangat dengan adiknya Johnny, atau mengejutkan Ben Grimm dengan muncul tiba-tiba sambil tersenyum.
Energi yang Kirby bawa bukan amarah membara, melainkan kasih sayang yang kokoh. Dari situlah Sue menjadi wujud kemarahan perempuan yang jarang diizinkan Hollywood tampilkan — lembut tapi penuh kekuatan.
Kirby juga membuat Sue lebih dari sekadar "ibu ideal". Ia bukan hanya superhero, tetapi juga tokoh publik yang terlibat dalam diplomasi internasional dan pengelolaan yayasan.
Peran ganda ini memperkuat kesan bahwa Sue adalah figur perempuan modern: cantik, cerdas, berdaya, sekaligus tetap digambarkan hangat dalam lingkup keluarga.
Antara Perlawanan dan Representasi
Namun, di balik pesona itu, film juga menyisakan kritik. Penempatan Sue sebagai figur ibu yang hampir sempurna sekaligus wajah keluarga Fantastic Four terasa seperti strategi pemasaran identitas.
Di akhir film, bahkan setelah pengorbanannya melawan Galactus, Sue “dibangkitkan kembali” oleh anaknya, lalu tampil kembali bersama keluarga dalam balutan citra ideal ala keluarga Amerika 1960-an.
Pada akhirnya, Fantastic Four: First Steps menjadikan Sue Storm bukan hanya karakter paling berlapis di antara timnya, tetapi juga simbol tentang bagaimana Hollywood masih menaruh beban besar pada perempuan: harus kuat sekaligus hangat, harus menyelamatkan dunia sekaligus menjaga keluarga.
Beruntung, Vanessa Kirby berhasil menyulap beban itu menjadi performa yang autentik dan memikat.
Baca Juga: Superman Vs Fantastic Four: First Step, Dua Remake Satu Misi Menyelamatkan Genre Superhero
(*)