Ini Strategi Inovasi Produk dan Kunci Bertahan di Pasar Kecantikan Menurut Luxcrime

Tim Parapuan - Sabtu, 23 Agustus 2025
Ahmad Nurul Fajri, Founder Luxcrime
Ahmad Nurul Fajri, Founder Luxcrime Putri Renata

Parapuan.co - Luxcrime lahir dari mimpi besar untuk menghadirkan produk kecantikan lokal yang tidak hanya berkualitas, tetapi juga relevan dengan kebutuhan masyarakat Indonesia yang beragam. Didirikan oleh Ahmad Nurul Fajri, Luxcrime memulai langkahnya dengan keyakinan bahwa semua orang berhak tampil percaya diri tanpa harus mengikuti standar kecantikan yang sempit.

Awalnya, Luxcrime hanya memiliki lima varian warna untuk produk skin tint. Namun, setelah memperhatikan keragaman skin tone yang ada di Indonesia, dari yang terang, medium, hingga tan, pihaknya memutuskan untuk menambah empat warna baru.

Penambahan ini bertujuan agar setiap orang, termasuk mereka yang berasal dari wilayah timur Indonesia dengan karakter kulit lebih gelap, dapat menemukan shade yang sesuai. Menurut Fajri, langkah ini menjadi bentuk nyata kampanye mencintai diri sendiri, yang sejalan dengan semangat kemerdekaan untuk berkarya dan berekspresi tanpa harus menjadi orang lain.

“Bagi kami, kemerdekaan bukan hanya soal sejarah, tapi juga soal kebebasan individu untuk menampilkan jati diri. Lewat produk ini, kami ingin semua orang merasa diperhatikan dan memiliki representasi dalam industri kecantikan. Warna kulit apapun, kamu berhak merasa cantik dan percaya diri,” ujarnya penuh semangat.

Fajri mengakui bahwa tren di dunia beauty bergerak sangat cepat, sehingga brand lokal harus mampu beradaptasi agar tetap relevan. Luxcrime pun memiliki agenda rutin untuk meluncurkan produk baru setiap dua atau tiga bulan sekali. Produk-produk tersebut bisa berupa inovasi yang benar-benar baru, atau penyempurnaan dari produk lama yang dikembangkan berdasarkan masukan pengguna.

“Kami menyebutnya versi 2.0. Jadi misalnya ada produk lama yang ternyata masih bisa dibuat lebih baik, kami perbaiki dan rilis kembali. Proses ini penting agar kualitas selalu terjaga dan konsumen merasa didengar,” jelasnya.

Salah satu sumber masukan yang paling penting bagi Luxcrime adalah komunitas resmi mereka yang diberi nama "Luxbae". Komunitas ini sudah diikuti oleh lebih dari 5.000 anggota yang terdiri dari pelanggan setia, influencer, hingga pegiat kecantikan.

Lewat berbagai acara seperti gathering, kelas makeup, hingga kegiatan olahraga bersama, Luxcrime memanfaatkan momen tersebut untuk menguji ketahanan produk di berbagai kondisi nyata. Hasilnya menjadi evaluasi berharga bagi pengembangan produk selanjutnya.

Tidak hanya dari acara resmi, Fajri juga kerap menerima kritik dan saran langsung melalui media sosial pribadinya. Menurutnya, kritik semacam ini justru disambut positif karena dapat langsung mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi pengguna. Salah satu contoh nyata adalah varian bedak Luxcrime yang awalnya hanya memiliki satu jenis, kemudian dikembangkan lagi setelah banyak masukan dari pengguna kulit kering yang merasa produk tersebut kurang cocok.

Selain itu, Luxcrime juga menambah pilihan ukuran mini, menyediakan opsi refill, hingga menambahkan variasi warna dengan undertone tertentu seperti cool undertone. Semua keputusan tersebut diambil setelah mendengar langsung suara konsumen dan influencer yang memahami detail kebutuhan di dunia kecantikan.

Baca Juga: Investasi Cerdas untuk Kulit, Ini Pentingnya Memilih Skincare yang Telah Terbukti Klinis

 

Bagi Fajri, brand yang mampu bertahan lama adalah brand yang seimbang dalam mendengarkan masukan eksternal namun tetap memegang idealisme internal. “Pendapat tim internal belum tentu sesuai dengan selera pasar, dan sebaliknya. Itulah kenapa keseimbangan menjadi kunci,” tegasnya.

Dalam skala industri, ia juga aktif membangun jaringan dengan para founder brand kecantikan lokal lainnya. Pertemuan rutin ini menjadi ajang untuk berbagi pengalaman, bertukar ide, sekaligus saling menguatkan menghadapi tantangan yang ternyata banyak dialami bersama. Salah satu masalah yang kerap dibahas adalah maraknya produk impor yang masuk ke pasar Indonesia, membuat kompetisi semakin ketat.

Selain itu, kenaikan biaya operasional di e-commerce dan sistem afiliasi yang memotong persentase cukup besar juga menjadi tantangan tersendiri. Hal ini berdampak langsung pada kemampuan brand untuk memberikan discount atau promosi, yang selama ini menjadi daya tarik utama bagi konsumen.

Menurut Fajri, dukungan media sangat dibutuhkan untuk menyuarakan aspirasi brand lokal kepada pemerintah. Ia berharap pemerintah dapat menerapkan kebijakan yang lebih berpihak, misalnya dengan penyesuaian pajak untuk produk impor agar brand lokal bisa tetap kompetitif.

“Kalau brand impor pajaknya diatur, kita masih bisa memberikan harga yang lebih terjangkau bagi konsumen. Saat ini margin promosi sudah semakin sempit, jadi kalau tidak ada dukungan, sulit bagi brand lokal untuk bertahan,” ungkapnya. 

Meskipun situasi pasar cukup menantang, ia mengaku optimis karena adanya solidaritas antar brand lokal. Rasa kebersamaan ini membuat para pelaku usaha merasa tidak sendirian dan mampu saling memberi dukungan moral maupun strategi bisnis.

Ia menegaskan bahwa mendukung brand lokal bukan hanya soal membeli produk, tetapi juga menjaga keberlangsungan industri kreatif Indonesia. “Kalau bukan kita yang menjalankan dan mendukung brand lokal, siapa lagi? Jangan sampai ada brand yang terpaksa tutup hanya karena kurang dukungan,” ujarnya.

Dengan inovasi yang terus berjalan, komitmen mendengarkan pelanggan, serta semangat kolaborasi dengan sesama pelaku industri, Luxcrime optimis dapat terus bersaing dan berkembang di tengah ketatnya pasar kecantikan.

Bagi para pencinta kecantikan, kehadiran Luxcrime bisa menjadi kesempatan untuk mepercantik diri dan merasakan langsung kualitas dari keberagaman produk mereka. Di tengah semangat kemerdekaan, brand ini ingin menegaskan bahwa kecantikan sejati adalah ketika setiap orang merasa bebas menjadi dirinya sendiri, apapun warna kulitnya.

Baca Juga: 6 Tren Skincare yang Viral di Kalangan Gen Z dan Mileninial, Apa Saja?

(*)

Putri Renata

Penulis:
Editor: Citra Narada Putri