Parapuan.co - Video singkat tentang seekor paus orca yang menyerang pelatih perempuan, Jessica Radcliffe kini tengah viral di TikTok. Ditampilkan dalam video viral di TikTok ketika Jessica sedang melakukan atraksi dengan paus orca.
Namun, secara tiba-tiba paus tersebut menyerang sang pelatih. Tak lama kemudian, terlihat kucuran darah keluar dari kolam dan narasi yang mengatakan bahwa Jessica meninggal dunia karena dimakan paus orca.
Tapi setelah ditelisik lebih dalam, video tersebut rupanya hasil rekayasa teknologi alias video palsu. Artinya, berita yang viral di TikTok tentang pelatih dimakan paus orca adalah hoax.
Fenemona ini bahkan memberikan keresahan tersendiri karena orang mulai sulit membedakan mana berita faktual dan rekayasa. Apalagi perkembangan teknologi seperti Artificial Intilligence (AI) kini berkembang begitu pesat.
Lantas, mengapa seseorang cenderung mudah percaya berita hoax? Dilansir dari laman BBC, seorang peneliti Vincent F. Hendricks dan Pelle G. Hansen mengatakan bahwa fenomena ini merupakan bentuk dari badai informasi atau infostorm.
Badai informasi ini terjadi ketika arus informasi sosial mengalami gejolak sehingga menghasilkan narasi palsu yang mengandung unsur 'pembodohan'. Alhasil narasi tersebut diterapkan sebagai berita palsu yang disebarkan pada publik.
Bayangkan penyebaran informasi palsu melalui jejaring sosial. Setelah sejumlah orang membagikannya, siapa pun yang kemudian menemukan informasi tersebut akan percaya tanpa mencari tahu kebenarannya.
"Ketika kamu memiliki informasi tapi tidak mencoba memprosesnya, berita tersebut bisa menjadi rasional," ujar Hendrixk dan Hansen.
Lebih jauh lagi, ada alasan lain mengapa seseorang mudah percaya berita palsu atau hoax yakni:
Baca Juga: Viral di TikTok Video Pelatih Dimakan Paus Orca, Ternyata Ini Faktanya
1. Efek Coginitive Bias
Salah satu alasan paling mendasar kenapa kamu mudah termakan berita palsu adalah karena otak manusia cenderung menggunakan jalan pintas dalam memproses informasi, yang dikenal sebagai cognitive bias.
Misalnya, ketika kamu melihat sebuah berita yang sesuai dengan keyakinan atau pendapat pribadi, otak akan secara otomatis menganggap informasi tersebut benar tanpa terlalu banyak memeriksa kebenarannya, sebuah fenomena yang disebut confirmation bias. Inilah yang membuat berita palsu terasa meyakinkan meskipun isinya belum tentu benar.
2. Kecepatan Media Sosial Mengalahkan Verifikasi
Perkembangan media sosial telah mengubah cara orang mengonsumsi informasi, di mana informasi bisa menyebar dalam hitungan detik, sementara proses verifikasi fakta memerlukan waktu lebih lama. Ketika kamu membaca berita di feed media sosial, dorongan untuk segera membagikannya sering kali lebih kuat daripada keinginan untuk memastikan kebenarannya.
Apalagi jika berita tersebut menimbulkan reaksi emosional yang kuat seperti marah, sedih, atau bangga. Hal ini diperparah oleh algoritma media sosial yang menampilkan konten serupa dengan minat kamu, sehingga gelembung informasi (filter bubble) terbentuk dan membatasi pandangan dari berbagai sudut.
3. Faktor Emosi yang Mengaburkan Logika
Berita palsu sering kali dibuat dengan bahasa yang memicu emosi, seperti ketakutan, kemarahan, atau kebanggaan, karena emosi yang kuat cenderung membuat kamu lebih sulit berpikir jernih.
Baca Juga: Viral di TikTok Performative Male, Apa Artinya dan Bagaimana Cirinya?
Saat kamu merasa terkejut atau marah, tubuh melepaskan hormon stres yang mendorong reaksi cepat, sehingga proses berpikir kritis berkurang. Akibatnya, berita yang sebenarnya diragukan malah terasa sangat mendesak untuk dipercaya atau dibagikan.
4. Kurangnya Literasi Digital dan Media
Tidak semua orang memiliki kemampuan untuk memilah informasi dengan tepat, dan kurangnya literasi digital membuat seseorang rentan terhadap manipulasi informasi. Literasi digital bukan sekadar bisa menggunakan ponsel atau mencari berita di internet, tetapi juga kemampuan untuk menganalisis sumber, memeriksa kredibilitas penulis, dan memahami konteks berita.
Ketika kemampuan ini belum terlatih, berita palsu yang dirancang secara meyakinkan akan terlihat sama sahihnya dengan berita asli.
Memahami alasan-alasan kenapa kamu mudah terpapar berita palsu adalah langkah pertama yang penting, karena tanpa kesadaran akan mekanisme ini, kamu akan lebih sulit membentengi diri dari arus informasi yang menyesatkan.
Setelah mengetahui akar penyebabnya, langkah berikutnya adalah membangun kebiasaan kritis dalam membaca berita, meningkatkan literasi digital, dan membiasakan diri untuk memeriksa kebenaran informasi sebelum membagikannya.
Baca Juga: Viral di TikTok Kasus Andara Early, Simak Tips Ambil KPR agar Tak Rugi
(*)