Parapuan.co - Kawan Puan pernah mendengar istilah co-parenting yang belakangan ini kembali banyak dibahas di media sosial? Secara istilah, co-parenting bisa diartikan sebagai pengasuhan bersama, di mana mantan pasangan tetap mengasuh anak mereka setelah perceraian.
Meski sudah berpisah, mereka bisa merawat anak bersama-sama dan menerapkan pola asuh yang sudah disepakati.
Merujuk dari laman Mended Families, dalam pola asuh ini, kerja sama antara kedua orang tua sangatlah dibutuhkan untuk memberi dukungan moral maupun fisik anak.
Hal tersebut dilakukan untuk mencegah berbagai masalah yang mungkin terjadi pada anak akibat perceraian orang tuanya.
Salah satu alasan paling mendasar mengapa co-parenting krusial adalah karena perceraian bukan hanya perubahan status hukum atau ekonomi bagi keluarga. Perceraian juga sebuah peristiwa yang berpotensi mengganggu rasa aman, rutinitas, dan hubungan lampiran anak.
Sehingga tanpa adanya upaya bersama dari orang tua untuk menjaga konsistensi aturan, kehadiran emosional, dan keteraturan keseharian, anak lebih rentan mengalami masalah perilaku, kesulitan emosi, penurunan prestasi akademik, bahkan gangguan hubungan sosial.
Sementara merujuk dari laman Kompas, rupanya ada dampak positif dari pola pengasuhan co-parenting terhadap anak. Menurut Alida Shally Maulinda, M.Psi, psikolog klinis anak dan remaja, berikut penjelasan lengkapnya untukmu:
1. Lebih Mampu Beradaptasi
Menurut Alida Shally Maulinda, pola asuh co-parenting memudahkan anak dalam beradaptasi. Mengingat perceraian orang tua memberikan perubahan yang besar untuk anak dari segala aspek kehidupannya.
Baca Juga: Dilakukan Acha Septriasa dan Vicky Kharisma, Apa Itu Pola Asuh Co-Parenting?
"Perpisahan orang tua merupaan hal yang siginifikan bagi anak, sehingga anak yang diberikan perpisahan secara fisik dan piskologis akan lebih mampu menyesuaikan diri terhadap perubahan di masa depan," ujarnya.
2. Lebih Mampu Mengelola Emosi
Kekompakan antara ayah dan ibu saat co-parenting memengaruhi kemampuan anak berusia 9-16 tahun dalam mengelola emosi. Sebisa mungkin, orangtua memiliki sudut pandang serupa tentang anak, termasuk anak perlu lingkungan aman dan nyaman untuk mengekspresikan emosinya.
"Ini akan membantu anak terbuka mengenai perasaannya, serta mampu mengelola diri secara efektif ketika merasakan emosi negatif," terang Alida.
3. Mengurangi Risiko Kemunculan Perilaku Bermasalah
Lebih jauh lagi, dampak positif lain dari pola asuh co-parenting setelah orang tua bercerai adalah mencegah kemunculan risiko perilaku bermasalah, terutama pada anak usia prasekolah.
Ketika kedua belah pihak aktif terlibat dalam mengasuh anak, meskipun sudah tidak berstatus sebagai suami dan istri, potensi munculnya perilaku seperti hiperaktif, membantah orangtua, atau merundung orang lain, akan berkurang.
Keterlibatan dalam mengasuh anak bukan sekadar kompak tentang cara mengasuh anak, tetapi juga saling menghargai di depan anak, serta pembagian tugas yang adil.
"Dampak positif tentu ada, jika co-parenting yang terjalin merupakan hubungan kerja sama," kata Alida.
Saat bekerja sama, memang belum tentu ayah dan ibu bakal selalu sependapat, terutama jika penyebab perceraian cukup mengguncang emosional keduanya.
"Tetapi, jika jalan tengah yang diambil adalah berfokus pada kebutuhan anak, itu akan membawa hal yang baik bagi anak," sambung Alida.
Baca Juga: Pasangan Bercerai Ingin Co-Parenting? Coba Pola Asuh Birdnesting
(*)