2. Penggunaan Rekening Aspal
Selain itu, penggunaan rekening-rekening aspal (asli tapi palsu) yang diperjualbelikan di dark web maupun platform daring ilegal turut menyulitkan pelacakan aliran dana.
Menurut PPATK, maraknya praktik jual beli rekening bank atas nama orang lain telah menjadi "bisnis ilegal baru" yang berkontribusi pada peningkatan kejahatan finansial, termasuk judi, penipuan daring, dan pencucian uang lintas negara.
"Dalam hitungan menit saja, siapa pun kini bisa membeli rekening secara online," kata Ivan.
3. Rendahnya Literasi Keuangan
Rendahnya literasi keuangan di kalangan sebagian masyarakat juga turut berperan dalam meningkatkan prevalensi judi online. Banyak orang yang kurang memahami konsep-konsep dasar keuangan, seperti manajemen risiko dan pengelolaan keuangan pribadi.
Hal ini dapat membuat mereka rentan terhadap pengeluaran berlebihan dalam perjudian online, tanpa memperhitungkan konsekuensi jangka panjangnya terhadap keuangan mereka.
Dalam menghadapi kompleksitas kejahatan finansial digital, Ivan menekankan pentingnya kerja sama lintas sektor, baik dari pemerintah, lembaga keuangan, maupun masyarakat sipil.
PPATK membutuhkan dukungan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia, aparat kepolisian, kejaksaan, serta sektor perbankan dalam memperkuat sistem deteksi dan penindakan.
"Kita tidak bisa lagi hanya bekerja secara reaktif. Harus proaktif dan preventif. Sistem pelaporan, deteksi teknologi, dan kerja-kerja intelijen keuangan harus disinergikan," pungkas Ivan.
Baca Juga: Waspada, Kenali 6 Ciri Judi Online Berkedok Game Online Berikut Ini!
(*)