Pandemi dan Ruang untuk Inovasi
Meskipun ide ini sudah lama digagas, banyak pihak yang dulu menganggapnya tidak realistis. Namun, pandemi COVID-19 mengubah banyak hal, termasuk cara pandang terhadap waktu kerja. Lonjakan stres, burnout, dan keinginan untuk hidup lebih seimbang membuat orang terbuka terhadap model kerja baru ini.
"Sebelum pandemi, gagasan ini terdengar seperti angan-angan dan tidak masuk akal bagi perusahaan," ujar Schor. "Tapi pandemi menciptakan tekanan yang sangat besar dan membuat banyak karyawan berkata, ‘Saya ingin hidup saya berbeda.’ Itu membuka ruang untuk membayangkan kembali dunia kerja—termasuk dalam bentuk kerja empat hari."
Wen Fan menambahkan bahwa perubahan sosial memang sulit, terutama jika menyangkut sistem kerja yang sudah mengakar kuat. Namun, ia mengajak masyarakat untuk tidak menyia-nyiakan peluang yang muncul setelah krisis besar.
"Perubahan sosial selalu sulit, apalagi jika harus menantang logika institusi yang sudah mengakar tentang bagaimana, kapan, dan di mana kita bekerja," ucap Fan. "Mari kita harap kita tidak menyia-nyiakan krisis COVID-19, karena dari sanalah muncul banyak inovasi penting dalam dunia kerja."
Saatnya Serius Pertimbangkan 4 Hari Kerja
Studi ini memberikan bukti bahwa sistem kerja empat hari bukanlah ancaman, melainkan peluang. Untuk karyawan, itu berarti lebih sehat dan lebih bahagia. Untuk perusahaan, itu berarti lebih efisien dan lebih menarik bagi talenta terbaik.
Alih-alih mengandalkan semangat kerja tanpa henti, mungkin sudah saatnya kita mendesain ulang cara bekerja agar lebih manusiawi—dan tetap produktif.
Satu hari libur tambahan bukan hanya soal waktu senggang, tapi tentang bagaimana kita membangun dunia kerja yang lebih berkelanjutan.
Baca Juga: Korsel Uji Coba 4 Hari Kerja dalam Seminggu Demi Work Life Balance, Kenali Cirinya
(*)