Alasan ICC Ingin Menangkap Pimpinan Taliban
Adapun alasan utama ICC mengeluarkan surat penangkapan terhadap dua pemimpin Taliban tersebut merujuk pada rangkaian kejahatan kemanusiaan yang terjadi sejak kelompok tersebubt kembali merebut kekuasaan di Afganistan pada tahun 2021 hingga Januari 2025.
Pada saat itu, jaksa utama ICC secara resmi mengajukan permohonan surat penangkapan. Saat kekuasaan Taliban dimulai kembali, perempuan di Afganistan menghadapi berbagai larangan kejam dan represif. Mulai dari pelarangan bekerja bagi perempuan hingga dilarangnya anak perempuan melanjutkan pendidikan di tingkat menengah.
Bukan hanya itu, Taliban juga memberlakukan berbagai pembatasan lainnya yang semakin menyingkirkan perempuan dari ruang publik, seperti larangan berjalan-jalan di taman dan berbicara di depan umum, yang semuanya dilakukan dengan tujuan untuk menghapus eksistensi perempuan dari kehidupan sosial.
Pada bulan Juni 2025, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengeluarkan pernyataan yang menuduh bahwa Taliban secara aktif telah menghapus berbagai perlindungan hukum yang sebelumnya diberikan kepada perempuan.
Dalam laporan itu, PBB menegaskan bahwa Taliban menggunakan sistem hukum sebagai alat untuk mengukuhkan penindasan, memperkuat kekuasaan sepihak, serta mempertahankan dominasi laki-laki atas perempuan.
Bahkan, Taliban dilaporkan telah menangguhkan undang-undang penting yang sebelumnya memberikan perlindungan hukum terhadap kekerasan berbasis gender, termasuk perlindungan terhadap kasus pemerkosaan dan pernikahan paksa, sehingga membuat perempuan Afganistan semakin terjebak dalam ketakutan dan ketidakberdayaan.
Ketika pengumuman resmi terkait permintaan surat penangkapan disampaikan pada bulan Januari lalu, Jaksa Utama ICC, Karim Khan, menegaskan bahwa kedua pemimpin Taliban tersebut telah melakukan tindakan yang dikategorikan sebagai penindasan berbasis gender secara sistematis di seluruh wilayah Afganistan.
Baca Juga: 5 Langkah Psikologis agar Korban Pelecehan Seksual Tak Merasa Rendah Diri
Ia menambahkan bahwa proses hukum masih terus berlangsung, dan ICC sedang memproses surat penangkapan tambahan terhadap pemimpin-pemimpin Taliban lainnya yang juga diduga terlibat dalam kejahatan serupa.
Khan menyampaikan bahwa institusinya berkomitmen penuh untuk mengejar keadilan atas segala bentuk penindasan yang dilakukan berdasarkan gender, dan menyatakan bahwa hal ini merupakan salah satu prioritas utama dalam agenda ICC.
"Kami berkomitmen penuh untuk menuntut pertanggungjawaban atas kejahatan dan penindasan berbasis gender. Ini adalah prioritas utama kami," ujarnya.
Tak hanya dari ICC, desakan juga datang dari organisasi hak asasi manusia global seperti Amnesty International, yang mendorong agar konsep gender apartheid atau pemisahan berbasis gender diakui secara eksplisit sebagai bentuk kejahatan dalam hukum internasional.
Dalam konteks ini, seorang mantan tahanan Taliban yang kini bermukim di Jerman, Parwana Ibrahimkhail Nijrabi, menegaskan bahwa upaya untuk menangkap para pemimpin Taliban tersebut tentu bukanlah hal yang mudah untuk diwujudkan. Terutama karena masih ada sejumlah negara yang memilih untuk menjalin hubungan diplomatik dengan Taliban.
Namun demikian, Parwana berharap agar negara-negara anggota ICC benar-benar bersikap serius dalam menangani kasus ini dan tidak berhenti hanya pada seruan moral, melainkan bertindak nyata dalam menegakkan keadilan bagi perempuan Afganistan.
"Menangkap mereka jelas tidak mudah, apalagi masih ada negara-negara yang menjalin hubungan dengan Taliban. Tapi, saya berharap negara-negara anggota ICC serius menanggapi ini dan benar-benar bertindak," ujarnya.
Baca Juga: Mitos Pemerkosaan yang Menyudutkan Perempuan, Saatnya Menghentikan Stigma
(*)