"Saat kita mengeksplorasi manfaat teknologi digital, sama pentingnya untuk mengakui konsekuensi yang tidak diinginkan. Kami memiliki sikap yang jelas tentang kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan, dalam agenda jangka menengah dan jangka panjang kami, dan kami berkomitmen kuat untuk mengurangi prevalensinya di Indonesia," ujarnya.
Kekerasan Fisik dari Ruang Digital
Dalam acara tersebut, Nenden menjabarkan bagaimana teknologi bisa berkontribusi pada kekerasan yang dialami perempuan.
Ia menyebutkan berbagai jenis kekerasan di ruang digital yang mungkin dialami perempuan, salah satunya cyber stalking, pintu masuk kekerasan fisik di dunia nyata.
"Pada dasarnya, ada 100 bentuk kekerasan di ruang digital, tetapi ada 5 bentuk yang paling umum terjadi, termasuk doxing. Ada juga cyber stalking, cyber bullying, ini semua harus diwaspadai," ujar Nenden.
Nenden kemudian menjabarkan kalau Kekerasan Berbasis Gender Online dimulai dari teknologi yang disalahgunakan.
Menurutnya, "Pola selalu dimulai dari teknologi yang disalahgunakan. Misalnya melalui jejak digital korban seperti foto bagaimana disalahgunakan oleh teknologi. AI generate konten yang tidak senonoh kemudian disebar ke deep fake."
Pada akhirnya, digital behaviour dari korban biasanya diamati oleh pelaku.
"Sebagai contoh, seorang perempuan menggunggah fotonya di MRT, pelaku yang melakukan cyber stalking bisa mengamati korbannya naik dari stasiun mana dan jam berapa. Pada akhirnya, ini menjadi kekerasan fisik yang bermula dari ruang digital," pungkas Nenden.
Baca Juga: Antisipasi Kekerasan Seksual, Ini Tips Ajarkan Sentuhan Boleh dan Tidak Boleh pada Anak
(*)