2. Sindrom Sarang Kosong (Empty Nest Syndrome)
Setelah anak-anak dewasa dan meninggalkan rumah, pasangan lansia kerap merasa kehilangan tujuan bersama. Saat tidak ada lagi "proyek bersama" seperti membesarkan anak, mereka menyadari sudah tidak memiliki banyak kesamaan atau koneksi emosional satu sama lain.
3. Perselingkuhan dan Kebutuhan Emosional yang Tak Terpenuhi
Baik perselingkuhan fisik maupun emosional kian menjadi alasan terjadinya grey divorce. Saat pasangan merasa kurang dihargai atau tidak mendapatkan kehangatan emosional di rumah, mereka mungkin mencari hubungan baru yang lebih memberi makna secara emosional.
4. Perbedaan dalam Hal Keuangan dan Kemandirian Finansial
Perempuan lansia masa kini cenderung lebih mandiri secara finansial dibanding generasi sebelumnya. Hal ini bisa memicu ketegangan dalam pernikahan, terutama jika terdapat ketidaksepahaman soal rencana pensiun atau pengelolaan keuangan.
Dampak Emosional yang Dihadapi
Perceraian di usia senja bisa memunculkan krisis identitas. Banyak yang bertanya pada diri sendiri, “Siapa saya tanpa pasangan saya?” Setelah sekian lama menjalani hidup sebagai bagian dari ‘kami’, transisi menuju ‘saya’ bisa terasa membingungkan dan menyakitkan.
Ada pula kehilangan jejaring sosial yang sebelumnya dibangun bersama pasangan, seperti hubungan dengan keluarga besar atau teman-teman. Ditambah lagi, masyarakat kadang memandang sinis perceraian di usia tua, menganggapnya tidak perlu karena dianggap "sudah di ujung jalan".