Kerap Dianggap sebagai Gangguan, Ini Alasan Anak Perlu Menangis Lepas

Arintha Widya - Selasa, 27 Mei 2025
Anak butuh menangis lepas, orang tua tetap menemani.
Anak butuh menangis lepas, orang tua tetap menemani. szefei

Parapuan.co - Kawan Puan, ketahulah bahwa menangis bagi anak bisa diibaratkan seperti bersin bagi tubuh. Menangis merupakan sebuah mekanisme alami untuk melepaskan ketegangan. Seperti halnya bersin yang membuat napas kembali lega, menangis pun bisa memberikan kelegaan emosional yang besar.

Sayangnya, tidak semua orang tua siap menjadi saksi dari luapan perasaan ini. Sering kali, tangisan anak dipandang sebagai gangguan, drama berlebihan, atau reaksi yang tidak sebanding dengan penyebabnya. Apalagi jika terjadi di akhir hari yang melelahkan, ketika energi dan kesabaran orang tua telah menipis.

Namun, justru pada momen seperti itulah anak-anak sangat membutuhkan ruang untuk meluapkan emosinya, ditemani sosok dewasa yang stabil dan penuh kasih. Informasi yang dikutip dari Today's Parent berikut akan membuatmu paham pentingnya menangis bagi anak!

Mengapa Penting Membiarkan Anak Merasakan Emosinya?

Anak-anak belajar mengelola emosi bukan dengan menekannya, tetapi dengan mengalaminya secara utuh. Mereka perlu memahami seperti apa rasanya marah, sedih, kecewa, dan takut, agar tahu bagaimana menghadapi dan pulih darinya. Dengan membiarkan anak menangis, kita sebenarnya sedang membantu mereka membangun kepekaan terhadap perasaan sendiri dan menumbuhkan ketahanan emosional.

Sebaliknya, ketika ekspresi emosi ditekan atau diabaikan—entah karena dianggap berlebihan atau tak layak—anak bisa tumbuh menjadi pribadi yang bingung menghadapi gejolak batin. Kita tentu mengenal orang dewasa yang tidak nyaman saat merasa sedih atau marah, karena dibesarkan dengan keyakinan bahwa emosi tertentu itu salah atau memalukan.

Tangisan yang Terlihat Sepele Bisa Menyimpan Luka yang Dalam

Kadang anak menangis karena hal kecil, semisal makanan yang tidak sesuai harapan, mainan yang rusak, atau larangan pergi bermain. Namun, di balik tangisan itu bisa tersembunyi luka yang lebih besar: rasa iri pada saudara, ketegangan di sekolah, atau kelelahan emosional yang terakumulasi.

Dalam banyak kasus, tangisan atas hal sepele sebenarnya menjadi jalan masuk untuk memahami keresahan yang lebih dalam. Dengan memberi ruang bagi tangisan tersebut, orang tua bisa menemukan akar masalah yang sesungguhnya. Bukan tak mungkin, dari tangisan tentang potongan kue yang lebih kecil, kita akhirnya mendengar curahan hati tentang rasa tak diperhatikan.

Baca Juga: Memahami Emosi Anak, Ini yang Terjadi Ketika Mereka Berusia 2 Tahun

Hadir Tenang di Tengah Badai Emosi Anak

Kehadiran orang tua saat anak menangis bukan sekadar menjadi saksi, tapi menjadi jangkar yang membuat anak tetap merasa aman di tengah badai emosinya. Saat anak diliputi perasaan besar, orang tua idealnya bisa menjadi "mercusuar" yang tetap menyala diam, stabil, memberi isyarat bahwa semuanya akan baik-baik saja.

Bayangkan juga dirimu sebagai tiang bendera, sementara emosi anak adalah bendera yang berkibar tertiup angin. Tugas orang tua bukan menurunkan bendera, tetapi tetap tegak berdiri, memberi penopang agar anak tahu ke mana harus berpaut saat semuanya terasa tidak pasti.

Menjadi jangkar emosional ini butuh latihan. Salah satunya melalui self-talk: mengingatkan diri sendiri bahwa tangisan anak adalah ekspresi normal, bukan kegagalan. Ucapkan dalam hati, "Anakku sedang kesulitan, bukan sengaja membuatku kesal. Yang perlu kulakukan adalah tetap tenang."

Mengapa Orang Tua Sering Sulit Menerima Tangisan Anak?

Banyak orang tua merasa tidak nyaman menghadapi tangisan anak, terutama di tempat umum atau ketika dihadapkan pada ekspektasi sosial tertentu. Ketakutan akan penilaian, bayangan masa lalu yang penuh luka emosional, atau kekhawatiran bahwa anak akan tumbuh “lemah” sering menjadi alasan di balik dorongan untuk segera menghentikan tangisan.

Namun, membiarkan anak menangis bukan berarti membiarkan mereka berlaku agresif. Tugas orang tua tetap menjaga keselamatan dan batasan, memastikan anak tidak menyakiti diri sendiri, orang lain, atau lingkungan sekitar. Tapi selama emosi itu diluapkan tanpa membahayakan, tangisan yang “tuntas” justru mempercepat proses pemulihan emosional.

Cara Orang Tua Merespons Emosi Membentuk Dunia Batin Anak

Respons orang tua terhadap tangisan dan luapan emosi anak akan menjadi bekal penting dalam pembentukan “peta batin” anak tentang diri mereka sendiri dan dunia di sekitarnya. Jika anak merasa diterima bahkan ketika ia menangis hebat, ia akan menanamkan keyakinan bahwa dirinya layak dicintai, apapun kondisi emosinya.

Baca Juga: Review Buku 50 Aktivitas Mengasah Emosi Anak: Panduan Praktis untuk Orang Tua

Sebaliknya, jika ia kerap dicemooh atau diabaikan saat menangis, ia bisa tumbuh menjadi pribadi yang menyembunyikan luka dan merasa tidak layak mendapat penghiburan.

Ketika orang tua mendengarkan dengan tulus, anak belajar bahwa dirinya menarik untuk didengarkan. Ketika orang tua tetap hadir saat anak menangis, anak belajar bahwa dirinya pantas ditemani, bahkan dalam kondisi paling rapuh sekalipun. Inilah dasar dari ketahanan emosional dan hubungan yang sehat di masa depan.

Membiarkan anak menangis bukan berarti menyerah atau membiarkan kekacauan. Justru sebaliknya, ini adalah bentuk kehadiran emosional yang paling kuat: membiarkan mereka merasa aman untuk jujur pada diri sendiri.

Seperti bersin yang menyehatkan, kadang anak hanya perlu menangis keras untuk merasa lega. Tugas kita sebagai orang tua adalah menjadi tempat pulang yang tenang dan menerima, meski dunia emosi anak sedang kacau.

(*)

Sumber: Today's Parent
Penulis:
Editor: Arintha Widya