Hadir Tenang di Tengah Badai Emosi Anak
Kehadiran orang tua saat anak menangis bukan sekadar menjadi saksi, tapi menjadi jangkar yang membuat anak tetap merasa aman di tengah badai emosinya. Saat anak diliputi perasaan besar, orang tua idealnya bisa menjadi "mercusuar" yang tetap menyala diam, stabil, memberi isyarat bahwa semuanya akan baik-baik saja.
Bayangkan juga dirimu sebagai tiang bendera, sementara emosi anak adalah bendera yang berkibar tertiup angin. Tugas orang tua bukan menurunkan bendera, tetapi tetap tegak berdiri, memberi penopang agar anak tahu ke mana harus berpaut saat semuanya terasa tidak pasti.
Menjadi jangkar emosional ini butuh latihan. Salah satunya melalui self-talk: mengingatkan diri sendiri bahwa tangisan anak adalah ekspresi normal, bukan kegagalan. Ucapkan dalam hati, "Anakku sedang kesulitan, bukan sengaja membuatku kesal. Yang perlu kulakukan adalah tetap tenang."
Mengapa Orang Tua Sering Sulit Menerima Tangisan Anak?
Banyak orang tua merasa tidak nyaman menghadapi tangisan anak, terutama di tempat umum atau ketika dihadapkan pada ekspektasi sosial tertentu. Ketakutan akan penilaian, bayangan masa lalu yang penuh luka emosional, atau kekhawatiran bahwa anak akan tumbuh “lemah” sering menjadi alasan di balik dorongan untuk segera menghentikan tangisan.
Namun, membiarkan anak menangis bukan berarti membiarkan mereka berlaku agresif. Tugas orang tua tetap menjaga keselamatan dan batasan, memastikan anak tidak menyakiti diri sendiri, orang lain, atau lingkungan sekitar. Tapi selama emosi itu diluapkan tanpa membahayakan, tangisan yang “tuntas” justru mempercepat proses pemulihan emosional.
Cara Orang Tua Merespons Emosi Membentuk Dunia Batin Anak
Respons orang tua terhadap tangisan dan luapan emosi anak akan menjadi bekal penting dalam pembentukan “peta batin” anak tentang diri mereka sendiri dan dunia di sekitarnya. Jika anak merasa diterima bahkan ketika ia menangis hebat, ia akan menanamkan keyakinan bahwa dirinya layak dicintai, apapun kondisi emosinya.
Baca Juga: Review Buku 50 Aktivitas Mengasah Emosi Anak: Panduan Praktis untuk Orang Tua
Sebaliknya, jika ia kerap dicemooh atau diabaikan saat menangis, ia bisa tumbuh menjadi pribadi yang menyembunyikan luka dan merasa tidak layak mendapat penghiburan.
Ketika orang tua mendengarkan dengan tulus, anak belajar bahwa dirinya menarik untuk didengarkan. Ketika orang tua tetap hadir saat anak menangis, anak belajar bahwa dirinya pantas ditemani, bahkan dalam kondisi paling rapuh sekalipun. Inilah dasar dari ketahanan emosional dan hubungan yang sehat di masa depan.
Membiarkan anak menangis bukan berarti menyerah atau membiarkan kekacauan. Justru sebaliknya, ini adalah bentuk kehadiran emosional yang paling kuat: membiarkan mereka merasa aman untuk jujur pada diri sendiri.
Seperti bersin yang menyehatkan, kadang anak hanya perlu menangis keras untuk merasa lega. Tugas kita sebagai orang tua adalah menjadi tempat pulang yang tenang dan menerima, meski dunia emosi anak sedang kacau.
(*)