Dalam studi tersebut ditemukan bahwa meski komunitas produsen konten dewasa eksplisit hanya mencakup 0,05% dari pengguna Tumblr, konten mereka bisa menjangkau hingga 50% pengguna lainnya karena mekanisme reblogging dan interaksi antar komunitas.
Bahkan anak-anak dan remaja pun dapat tanpa sengaja terekspos oleh konten tersebut karena mengikuti pengguna lain yang membagikannya. Hal ini membuktikan bahwa kelompok-kelompok melenceng bukan sekadar "sudut gelap" dari media sosial.
Mereka adalah bagian dari jaringan luas yang turut mengisi arus utama peredaran informasi. Mereka bisa hadir diam-diam, tapi berdampak nyata—membentuk opini, memengaruhi persepsi, bahkan merusak nilai dan norma dalam masyarakat digital kita.
PR Besar Bagi Pemerintah dan Platform Media Sosial
Kehadiran grup seperti Fantasi Sedarah seharusnya menjadi peringatan keras bagi pemerintah, penegak hukum, serta pengelola media sosial. Upaya deteksi dan penindakan terhadap komunitas penyimpang tidak bisa lagi sekadar reaktif berdasarkan laporan pengguna, melainkan harus lebih proaktif dan terstruktur.
Studi Tumblr itu juga mengungkap bahwa untuk mengendalikan penyebaran konten dewasa kepada anak di bawah umur, cukup membatasi aktivitas sekitar 200 akun utama yang memproduksi konten tersebut. Strategi semacam ini seharusnya bisa diadopsi untuk mengidentifikasi "sarang" penyimpangan di platform lain.
Namun, akar masalahnya lebih dalam dari sekadar algoritma atau celah moderasi konten. Ketika seseorang dengan sadar membagikan foto anak atau istrinya untuk dijadikan objek fantasi seksual, itu bukan sekadar pelanggaran etika—itu adalah bentuk kekerasan, pengkhianatan terhadap peran sebagai orang tua dan pasangan.
Norma, adab, dan nurani seolah benar-benar telah runtuh. Bahkan binatang pun tahu caranya melindungi anak-anak mereka. Lantas, apa yang bisa kita harapkan dari masa depan jika hari ini kita gagal menjaga mereka?
Refleksi Sosial dan Keberanian Bertindak