Hindari 13 Kebiasaan Dapur Ini agar Masakanmu Lebih Aman dan Sehat

Tim Parapuan - Kamis, 15 Mei 2025
Tiga generasi perempuan sedang memasak bersama
Tiga generasi perempuan sedang memasak bersama Freepik

Parapuan.co - Memasak adalah bentuk cinta yang paling nyata. Namun, di balik aroma sedap masakan rumahan dan kehangatan dapur keluarga, ada kebiasaan-kebiasaan yang sering kita warisi dari ibu, nenek, atau orang-orang terdekat.

Ternyata, jika ditelaah dengan ilmu dan standar kebersihan modern, beberapa kebiasaan yang selama ini dianggap biasa, dapat membawa dampak buruk bagi kesehatan. Mengutip dari allrecipes.com, berikut beberapa kebiasaan yang mungkin masih dilakukan sebagai bentuk warisan dapur, tetapi Kawan Puan bisa mengubahnya menjadi praktik yang lebih aman, sehat, dan cerdas.

1. Membiarkan Makanan di Meja Terlalu Lama

Di banyak rumah, kebiasaan membiarkan makanan tetap di meja makan setelah dimasak dianggap wajar, terutama agar praktis jika ada anggota keluarga yang makan belakangan. Namun, makanan yang dibiarkan di suhu ruang lebih dari dua jam akan masuk ke dalam zona berbahaya, yaitu suhu antara 5°C hingga 60°C.

Alasannya karena bakteri patogen seperti Salmonella, E. coli, dan Listeria bisa berkembang sangat cepat dalam kasus ini. Hal ini bisa menyebabkan diare hingga keracunan makanan yang serius, terutama pada anak-anak dan lansia.

Solusi: Setelah selesai memasak, biarkan makanan agak dingin selama beberapa menit, kemudian segera pindahkan ke wadah tertutup dan simpan di kulkas. Gunakan microwave atau kompor untuk memanaskan makanan kembali, pastikan suhu internal makanan mencapai minimal 74°C agar bakteri mati.

2. Mencairkan Daging Beku di Suhu Ruangan

Banyak yang masih mencairkan daging di suhu ruangan karena dianggap lebih cepat dan praktis. Padahal, ini sangat berisiko.

Bagian luar daging bisa mencair dan berada di suhu yang memungkinkan bakteri tumbuh, sementara bagian dalam masih beku. Akibatnya, bakteri bisa berkembang tanpa terlihat, dan menyebabkan infeksi makanan seperti salmonellosis.

Solusi: Cara terbaik adalah mencairkan daging secara perlahan di kulkas selama semalam. Jika waktu terbatas, gunakan microwave dengan fungsi defrost atau rendam daging dalam kantong plastik tertutup di air dingin yang diganti setiap 30 menit. Jangan pernah mencairkan daging langsung dengan air panas.

Baca Juga: Simak, 5 Ide Penyimpanan Alat Masak agar Dapur Tampak Bersih dan Rapi

 

3. Menguji Kematangan Spaghetti dengan Melempar ke Dinding

Pernah dengar atau melihat orang melempar spaghetti ke dinding untuk melihat apakah sudah matang? Ini lebih mitos daripada metode ilmiah. Spaghetti yang lengket belum tentu matang sempurna di bagian dalam. Selain tidak higienis, cara ini juga bisa membuat dinding kotor dan meninggalkan bekas.

Solusi: Cara terbaik untuk menguji kematangan pasta adalah mencicipinya langsung. Jika sudah al dente, yaitu kenyal tapi tidak keras, itu tandanya sudah matang. Ikuti petunjuk waktu masak di kemasan dan gunakan timer agar hasil lebih konsisten.

4. Mencuci Ayam Mentah Sebelum Dimasak

Mencuci ayam mentah adalah kebiasaan turun-temurun yang dipercaya bisa menghilangkan lendir atau kotoran. Sayangnya, air cucian ini bisa membawa bakteri seperti Campylobacter atau Salmonella ke permukaan dapur lewat percikan air. Hal ini menyebabkan kontaminasi silang yang sulit dibersihkan.

Solusi: Tak perlu mencuci ayam mentah. Langsung masak dengan suhu minimal 74°C untuk membunuh bakteri. Jika merasa ayam berlendir, tepuk-tepuk dengan tisu dapur bersih, lalu segera buang tisunya dan cuci tangan dengan sabun.

5. Menyimpan Tomat di Kulkas

Tomat yang disimpan di kulkas akan mengalami perubahan tekstur menjadi lembek, rasanya pun menjadi hambar. Ini karena suhu dingin merusak enzim yang bertanggung jawab atas rasa manis dan segar tomat. Di negara tropis, hal ini sering tidak disadari karena dianggap tomat lebih awet di kulkas.

Solusi: Simpan tomat di suhu ruang dalam wadah terbuka dan hindari sinar matahari langsung. Jika tomat sudah terlalu matang, baru simpan di kulkas untuk memperpanjang kesegarannya satu-dua hari.

6. Menyimpan Makanan di Wadah Bekas Margarin atau Es Krim

Wadah daur ulang seperti bekas margarin, es krim, atau yogurt sering digunakan untuk menyimpan makanan karena praktis dan ekonomis. Namun, wadah tersebut belum tentu tahan panas atau dibuat dari plastik food-grade. Pemakaian berulang bisa menyebabkan zat kimia larut ke dalam makanan.

Solusi: Gunakan wadah dengan label food safe, tahan panas, dan bebas BPA. Wadah kaca atau plastik khusus makanan lebih aman dan tahan lama. Investasi pada peralatan penyimpanan berkualitas akan melindungi kesehatan keluarga.

7. Mengembalikan Kulit Telur ke Dalam Karton

Kebiasaan meletakkan kembali kulit telur ke dalam karton sering kali dianggap praktis, tapi berisiko tinggi menyebarkan bakteri Salmonella. Karton telur bersifat berpori dan bisa menyerap cairan dari kulit telur yang pecah, menyebabkan kontaminasi ke telur lainnya.

Baca Juga: Cuman Pakai Rice Cooker, Ini Cara Memasak Nasi agar Rendah Kalori

Solusi: Buang kulit telur langsung ke tempat sampah atau kompos. Setelah memecahkan telur, segera cuci tangan dan bersihkan permukaan yang terkena cipratan. Jangan menyentuh telur lain sebelum membersihkan tangan.

8. Menggunakan Satu Lap untuk Segalanya

Satu lap digunakan untuk mengelap meja, tangan, bahkan peralatan masak, hal ini menjadi kebiasaan yang sangat umum tapi berbahaya. Kelembapan dan kotoran yang menempel pada lap bisa menjadi tempat berkembang biaknya bakteri.

Solusi: Bedakan fungsi setiap lap di dapur, misalnya untuk tangan, meja, dan alat masak. Cuci lap secara rutin dengan air panas dan sabun. Gunakan tisu dapur sekali pakai untuk membersihkan bahan mentah seperti darah ayam atau telur mentah.

9. Menggunakan Kembali Minyak Goreng Berulang Kali

Minyak yang dipakai berkali-kali mengalami oksidasi dan pembentukan senyawa aldehida yang bersifat toksik. Penggunaan minyak bekas yang sudah kehitaman atau berbau tengik bisa menyebabkan gangguan pencernaan dan meningkatkan risiko penyakit jantung.

Solusi: Gunakan minyak maksimal dua sampai tiga kali, tergantung jenis dan suhu memasak. Setelah digunakan, saring dan simpan dalam wadah tertutup di tempat sejuk. Jangan gunakan kembali minyak bekas untuk menggoreng makanan yang membutuhkan suhu tinggi.

10. Menggunakan MSG dan Kaldu Instan Berlebihan

Penggunaan MSG dan kaldu instan memang memberi rasa gurih instan, tetapi jika dikonsumsi berlebihan bisa berdampak buruk pada tekanan darah, fungsi ginjal, dan metabolisme. Anak-anak yang terbiasa dengan rasa gurih buatan juga bisa menjadi lebih pilih-pilih makanan.

Solusi: Buat kaldu sendiri dari tulang ayam, daging, atau sayuran. Tambahkan rempah dan bumbu dapur seperti bawang putih, kemiri, atau daun salam untuk memperkaya rasa. Gunakan sedikit garam laut atau garam himalaya sebagai pengganti MSG.

11. Memanaskan Nasi Berulang Kali

Nasi yang dipanaskan berulang kali tidak hanya kehilangan nutrisi, tetapi juga bisa mengandung bakteri Bacillus cereus, yang tahan panas dan menyebabkan diare serta muntah. Hal ini sering terjadi karena nasi dibiarkan terlalu lama di suhu ruang sebelum disimpan kembali.

Solusi: Panaskan nasi hanya satu kali dan dalam porsi secukupnya. Simpan sisa nasi di kulkas segera setelah agak dingin. Konsumsi maksimal dalam waktu 24 jam.

Baca Juga: Perempuan Hobi Memasak, Ketahui 5 Cara Tepat Memilih Udang Segar

12. Menggunakan Peralatan Aluminium yang Sudah Usang

Panci atau wajan aluminium yang sudah tergores atau aus bisa melepaskan partikel logam berat ke dalam makanan. Konsumsi dalam jangka panjang akan menyebabkan gangguan neurologis seperti Alzheimer.

Solusi: Ganti alat masak yang sudah tergores atau berubah warna. Pilih wajan stainless steel, enamel, atau besi cor (cast iron) yang lebih tahan lama dan aman. Perhatikan cara perawatan agar peralatan awet dan tidak cepat rusak.

13. Menyimpan Bumbu Dapur dalam Keadaan Terbuka

Bumbu seperti merica, ketumbar, atau kunyit bubuk mudah menyerap kelembapan dari udara tropis Indonesia. Hal ini bisa menyebabkan jamur, bau tengik, atau kehilangan rasa asli. Bumbu yang terkontaminasi bisa berbahaya jika dikonsumsi.

Solusi: Simpan bumbu dalam toples kaca atau plastik tertutup rapat. Letakkan di tempat kering dan sejuk, jauh dari kompor atau jendela. Gunakan sendok kering saat mengambil bumbu dan beri label tanggal pembelian untuk pemantauan kesegaran.

Menjadi perempuan Indonesia yang cerdas di dapur bukan hanya soal bisa membuat menu makanan lezat, tapi juga soal mampu membedakan tradisi yang bermanfaat dan kebiasaan yang perlu ditinggalkan. Kamu bisa tetap mempertahankan kelezatan masakan Nusantara tanpa mengorbankan aspek kesehatan dan keamanan.

Jadi, kebiasaan mana yang masih Kawan Puan lakukan di dapur? Mungkin sudah saatnya mulai mengubahnya hari ini.

(*)

Celine Night

Sumber: All Recipes
Penulis:
Editor: Citra Narada Putri