Jika mengalami keguguran, pekerja perempuan berhak atas istirahat selama 1,5 bulan atau sesuai surat keterangan dokter/bidan (Pasal 82 ayat (2)). Sama seperti cuti melahirkan, upah tetap harus dibayarkan. Pelanggaran atas hak ini dianggap tindak pidana (Pasal 185) dengan ancaman pidana penjara dan denda serupa.
4. Waktu Menyusui Selama Jam Kerja
Pekerja perempuan yang anaknya masih mengonsumsi ASI, berhak menyusui atau melakukan pumping ASI selama jam kerja. Ini diatur dalam Pasal 83 UU Ketenagakerjaan. Selain itu, UU Kesehatan Tahun 2009 dan PP No. 33 Tahun 2012 juga memperkuat hak ibu untuk memberikan ASI eksklusif hingga bayi berusia enam bulan. Menghalangi proses menyusui bahkan bisa dikenakan pidana penjara maksimal 1 tahun dan denda hingga Rp100 juta.
5. Fasilitas Ruang Laktasi
Perusahaan wajib menyediakan fasilitas khusus untuk menyusui dan/atau memerah ASI di tempat kerja maupun tempat umum. Kewajiban ini tercantum dalam Pasal 30 ayat (1)-(3) PP No. 33 Tahun 2012, dan dapat dituangkan dalam perjanjian kerja atau kebijakan perusahaan.
6. Perlindungan dari PHK karena Menikah, Hamil, dan Menyusui
Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 3 Tahun 1989 melarang pemutusan hubungan kerja terhadap perempuan yang menikah, hamil, dan menyusui. Larangan ini penting agar perempuan tetap memiliki keamanan kerja selama menjalani fase penting dalam kehidupan pribadinya.
7. Perlindungan dari Kekerasan dan Pelecehan di Tempat Kerja
Pasal 76 ayat (3) UU Ketenagakerjaan mewajibkan pelaku usaha menjaga kesusilaan dan keamanan tenaga kerja. Pelanggaran terhadap pasal ini bisa dikenai sanksi pidana kurungan satu bulan sampai 12 bulan dan/atau denda Rp10 juta hingga Rp100 juta (Pasal 187).
Baca Juga: Sudah Ada Undang-Undangnya, Tapi Kenapa Perempuan Karier Masih Alami Diskriminasi di Tempat Kerja?
Tantangan Implementasi di Lapangan
Meski berbagai regulasi sudah dibuat, masih banyak perempuan pekerja yang tidak mendapatkan hak-haknya. Data ILO pada 2010 menunjukkan kurang dari 10% pekerja perempuan mendapatkan cuti melahirkan dengan upah penuh. Data ILO dan Never Okay Project tahun 2022 juga mencatat lebih dari 70% responden perempuan mengalami kekerasan atau pelecehan di tempat kerja.
Kenyataan ini menunjukkan bahwa meskipun perlindungan hukum sudah tersedia, penegakan dan edukasi terkait hak-hak pekerja perempuan masih perlu ditingkatkan. Banyak perempuan bahkan ragu menggunakan hak-haknya karena takut mendapat stigma atau tekanan dari lingkungan kerja.
Perempuan karier di Indonesia sebenarnya telah dijamin haknya melalui berbagai peraturan. Mulai dari cuti haid, cuti melahirkan, istirahat keguguran, waktu menyusui, hingga perlindungan dari diskriminasi dan kekerasan, semuanya telah diatur secara hukum.
Namun, tantangan utama terletak pada kurangnya implementasi yang tegas dan budaya kerja yang belum sepenuhnya mendukung kesetaraan gender.
Oleh karena itu, penting bagi setiap perempuan karier untuk memahami hak-haknya, dan bagi perusahaan untuk memperkuat komitmen pada pelindungan hak tenaga kerja perempuan.
(*)