Ini Hal yang Dibutuhkan Perempuan Jika Ingin Jadi Ilmuwan Pangan

Citra Narada Putri - Rabu, 27 Maret 2024
Hal yang dibutuhkan perempuan jika ingin menjadi ilmuwan pangan.
Hal yang dibutuhkan perempuan jika ingin menjadi ilmuwan pangan. (LightFieldStudios/iStockphoto)

Parapuan.co - Menurut data UNESCO, secara global, sekitar 1 dari 3 peneliti adalah perempuan. Atau dengan kata lain, sekitar 33,7% peneliti di seluruh dunia adalah perempuan. 

Laporan UNESCO juga senada dengan temuan Badan Riset dan Inovasi Nasional 2023, yang mana terjadi peningkatan persentase perempuan peneliti sebanyak 45 persen di Indonesia.

Persentase ini terus meningkat secara bertahap selama bertahun-tahun, yang mencerminkan kemajuan dalam keterwakilan gender dalam sains dan penelitian.

Kendati terdapat pertumbuhan ilmuwan perempuan di seluruh dunia yang cukup signifikan, namun menekuni bidang sains bagi kaum hawa juga menghadirkan sejumlah tantangan.

Misalnya saja, berdasarkan pengalaman Dr. Widiastuti Setyaningsih S.T.P., M.Sc, peneliti, food analytical chemist dan dosen Universitas Gadjah Mada, ada beberapa tantangan yang dihadapinya sepanjang kariernya. 

Mulai dari laboratorium yang tak aman untuk ibu hamil hingga sulitnya menyeimbangkan kehidupan domestik rumah tangga dan pekerjaan.

Dr. Widiastuti Setyaningsih S.T.P., M.Sc, peneliti, food analytical chemist dan dosen UGM yang memenangkan dana hibah L'Oreal-UNESCO for Women in Science.
Dr. Widiastuti Setyaningsih S.T.P., M.Sc, peneliti, food analytical chemist dan dosen UGM yang memenangkan dana hibah L'Oreal-UNESCO for Women in Science. (Dok. Fausta Bayu/L'Oreal Indonesia)

Kendati demikian, dengan berbagai macam hambatan yang dihadapinya tersebut, bukan berarti ia tak bisa menjadi perempuan peneliti yang sukses.

Perempuan yang menjadi salah satu pemenang program L’Oreal-UNESCO For Women in Science 2023 ini pun membuktikan bahwa ada modal yang dibutuhkan oleh perempuan peneliti, terutama ilmuwan pangan seperti dirinya, agar bisa berhasil berkarier di dunia sains.

Baca Juga: Ini Perjalanan Dr. Widiastuti Setyaningsih Meneliti Bunga Pisang untuk Jaga Kesehatan Mental

Kemampuan Multitasking

“Kabarnya, perempuan itu lebih bisa multitasking daripada laki-laki, jadi akan bisa survive dengan kegiatan di lab yang banyak sekali,” papar perempuan yang akrab dipanggil Dr. Widi ini. 

Bukannya tanpa alasan ia mengatakan demikian, karena aktivitas di laboratorium menurutnya membutuhkan pengerjaan beberapa hal dalam satu waktu yang sama. 

“Itu (multitasking) juga sangat berguna nantinya, karena pengujian di lab itu juga berat. Tergantung dari apa yang kita ingin uji, itu akan banyak sekali prosedur pengujiannya yang memang butuh kecermatan, ketepatan, dan kadang kala harus cepat,” tambahnya lagi.

Keunggulan ini yang diakui oleh Dr. Widi banyak ia temukan pada perempuan peneliti, terutama dalam tim risetnya yang kebanyakan adalah kaum hawa. 

“Asisten periset saya itu kebanyakan perempuan, itu sangat bisa diandalkan apabila mengerjakan pekerjaan yang mendekati deadline, (mengerjakan) seperti keroyokan. Tidak hanya satu laporan riset, tapi beragam laporan riset bisa dikerjakan oleh asisten periset saya yang perempuan,” ujarnya bangga.

Kalau kita kerja dengan komponen yang labil tidak stabil dengan kontak dengan lingkungan, seperti cahaya sekalipun, udara, kita harus kerjanya yang cepat. 

Strategi Mengelola Produktivitas

Salah satu yang menjadi tantangan perempuan peneliti atau ilmuwan pangan seperti Dr. Widi adalah menyeimbangkan waktu antara pekerjaan dengan kehidupan pribadi.

Baca Juga: Apakah Bidang Analisa Pangan Ramah Perempuan? Ini Kata Dr. Widiastuti Setyaningsih

Maka menurutnya, penting untuk bisa mengelola produktivitas agar pekerjaan bisa berjalan lancar. 

“Jadi strateginya dengan meminta bantuan untuk pekerjaan yang bisa didelegasikan atau memiliki tim yang kompak, yang bisa diandalkan untuk back up pekerjaan,” paparnya lagi.

Ia mengingatkan bahwa menjadi ilmuwan yang andal, bukan berarti merasa harus bisa melakukan semuanya seorang diri.

Berani untuk meminta dukungan dan bantuan dari orang lain juga penting untuk memperlancar pekerjaan yang dilakukan.

Memiliki Support System yang Baik

Menurutnya, support system yang baik dari tim juga turut membantunya dalam mengelola stres di pekerjaan.

“Kalau kita dihadapkan oleh banyak deadline, harus membuat laporan pengujian yang beragam dalam waktu yang sempit, dan terlalu banyak permintaan pengujian, itu yang biasanya membuat stres,” ujarnya.

Namun, menurutnya, itu bisa diatasinya dengan bantuan dari tim yang berperan sebagai support system yang baik. 

“Saya itu bisa terhindar dari stres itu karena supporting system yang sangat mendukung. Jadi kalau misalnya ada pekerjaan atau trigger yang bikin stres, yah sharing dengan support system itu nanti pada akhirnya akan ada jalan keluarnya, maka butuh sekali kita support system,” papar Dr. Widi.

(*)

Baca Juga: Gapai Mimpi Jadi Trail Runner, Ini Support System Terbesar bagi Septiana Nia Swastika