Hari Tuberkulosis Sedunia, Ini Komitmen Penanganan TB di indonesia

Maharani Kusuma Daruwati - Senin, 25 Maret 2024
Hari Tuberkulosis Sedunia 2023
Hari Tuberkulosis Sedunia 2023 Freepik

Parapuan.co - Hari Tuberkulosis Sedunia diperingati setiap tahunnya pada 24 Maret.

Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit yang sudah ada sejak lama.

Dalam Konferensi Pers Hari Tuberkulosis Sedunia pada Senin (25/3/2024), Prof. Dr. dr. Erlina Burhan, M.Sc., Sp.P(K)., menyampaikan bahwa TB sudah ada sejak tahun 3000 SM. 

Pada 1882, ilmuan Robert Koch menemukan kuman mycobacterium tuberculosis yang menjadi penyebab TB.

Mulai tahun 1900-1924, pengembangan BCG oleh Albert Calmette dan Camille Guerin, yang kemudian vaksin BCG mulai diproduksi massal.

Tuberkulosis sendiri disebabkan oleh infeksi bakteri mycobacterium tuberculosis.

Bakteri ini menyebar ketika seseorang menghirup percikan ludah (droplet) saat penderita TBC batuk, berbicara, bersin, tertawa, atau bernyanyi.

Tuberkulosis merupakan penyakit yang dapat dicegah dan diobati namun masih menjadi masalah Kesehatan Masyarakat dunia.

Terjadi perbaikan global pada tatalaksana TB sejak pandemi.

Baca Juga: 6 Makanan yang Baik Dikonsumsi Pasien Tuberkulosis, Bantu Proses Penyembuhan

Hingga saat ini TB masih menjadi penyakit infeksi yang memerlukan perhatian khusus karena TB merupakan penyebab kematian nomor dua akibat infeksi tunggal setelah Covid-19 pada tahun 2022.

Terdapat 7,5 juta pasien terdiagnosis TB, yang merupakan jumlah tertinggi sejak 1995.

Negara-negara penyumbang 87% kasus TB di dunia, yaitu India (27%), Indonesia (10%), Cina (7,1%), Filipina (7%), Pakistan (5,7%), Nigeria (4,5%), Bangladesh (3,6%), dan Republik Rakyat Kongo (3%).

Diperkirakan terjadi 1,3 juta kematian akibat TB di dunia pada tahun 2022, dan angka ini menurun dibandingkan tahun 2020 dan 2021.

Sejak berakhirnya pandemi pada tahun 2023, maka Tahun 2024 merupakan momen vital untuk menerjemahkan
komitmen dalam aksi nyata untuk menanggulangi TB.

Bertepatan dengan Hari Tuberkulosis Sedunia dengan tema “Yes! We Can End TB”, Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) membagikan komitmen untuk End TB, tahun ini diharapkan anggota perhimpunan dan pemerintah berfokus pada:

1. Kepemimpinan dan Aksi yang besar untuk mengakhiri TB
Komitmen yang tinggi dari anggota perhimpunan, pemerintah, partner, donatur, serta komunitas sangat diperlukan untuk mewujudkan End TB.

Dukungan serta aksi pemerintah dalam dekorasi politik terhadap kegiatankegiatan dan program penanggulangan TB sangat penting untuk mendukung keberlangsungan dan keberhasilan program.

Baca Juga: Orang Tua Perlu Waspada, Batuk Bisa Jadi Tanda Masalah Kesehatan Serius pada Anak

2. Investasi berkelanjutan pada sumber daya, dukungan, perhatian, dan informasi untuk memastikan kemudahan akses bagi penatalaksaan TB dan penelitian mengenai TB.

Investasi ke depan untuk mendukung pilihan terapi pencegahan TB, pemendekan regimen terapi TB, rapid molecular diagnosis dan tes untuk infeksi TB, inovasi lainnya serta teknologi digital harus ditingkatkan guna meningkatkan luaran kesehatan dan menyelamatkan jutaan jiwa dari
infeksi TB.

3. Kemudahan akses untuk terapi pencegahan TB (TPT) dan pelayanan skrining TPT dan pelayanan skrining TB adalah prioritas, karena akan menciptakan efisiensi serta mendukung kesehatan masyarakat dan finansial yang lebih baik.

TB skrining yang terintegrasi dengan TPT meningkatkan kesempatan untuk melindungi masyarakat dari infeksi TB aktif.

Diharapkan pada tahun 2027 sebanyak 90 persen dari orang yang terinfeksi TB mendapatkan TPT atau pengobatan sesuai dengan kebutuhannya.

4. Aksi bersama semua sektor, komunitas, partner, donatur, dan masyarakat sipil. Aksi bersama semua sektor, komunitas, partner, donatur, masyarakat sipil, serta program TB Nasional diperlukan untuk menyediakaan pelayanan yang baik serta mendukung dan membentuk lingkungan yang
aman.

Rendahnya kesejahteraan, ketimpangan sosial, malnutrisi,
komorbiditas, diskriminasi, dan stigma adalah pencetus terjadinya epidemi TB.

Oleh karena itu, tindakan untuk memerangi TB dan penyebab
dasarnya tidak dapat dicapai hanya dengan sistem kesehatan saja, namun membutuhkan dukungan dari semua pihak.

5. Mengatasi kesenjangan kesehatan, memastikan kesehatan untuk semua Perhatian dipusatkan pada terjadinya kesenjangan kesehatan termasuk stigma dan diskrimisasi, untuk memastikan kesehatan bagi seluruh masyarakat.

Individu dengan TB merupakan individu dengan risiko stigma
dan kerentanan yang tinggi, sehingga menghadapi batasan untuk menerima pelayanan kesehatan. Aksi global sangat diperlukan untuk menghadapi kesenjangan kesehatan yang dihadapi oleh penderita TB.

PDPI terus berupaya menyukseskan usaha pemberantasan TB. Anggota perhimpunan kedepannya akan terus mendukung program pemerintah dalam penanggulangan TB, ikut serta dalam berbagai wadah dan kegiatan pemberantasan TB, sebagai role model, edukator, dan agen pembaharuan terkait pelayanan TB di daerah masing-masing, mengembangkan
penelitian, inovasi layanan, serta vaksinasi terkait Tuberkulosis.

Sangat diharapkan perjuangan ini bisa berlangsung terus menerus dan konsisten dari semua anggota perhimpunan yang dilandasi komitmen bersama.

Kerjasama yang baik antara anggota perhimpunan, pemerintah, masyarakat, sektor terkait dapat membantu dalam penanganan TB untuk mencapai target global penanggulangan TB. Bekerjasama secara erat dengan semua stakeholder hingga kita dapat menyelamatkan setiap orang, keluarga, dan komunitas dari infeksi TB.

"Kita harus terus berusaha menghentikan penyebaran TB dan merangkul semua yang terinfeksi dengan memberikan pelayanan terbaik yang mereka butuhkan. Together, Yes.. We can END TB!" pungkas Erlina.

Baca Juga: Selain Tidak Mengetahui Gejala Awal, Ini Kendala dalam Pencegahan TBC

(*)

 

BERITA TERPOPULER WELLNESS: 3 Waktu Tepat Berkunjung ke Vietnam hingga 5 Manfaat Wall Climbing