Dapat Pengaruhi Fertilitas Perempuan, Kenali Terapi Dienogest untuk Penyakit Endometriosis

Maharani Kusuma Daruwati - Jumat, 8 Maret 2024
Kenali gejala endometriosis
Kenali gejala endometriosis sorrapong

“Mereka yang memiliki faktor risiko seperti belum pernah melahirkan, menstruasi usia dini, menopause di usia lanjut, siklus menstruasi yang pendek yaitu maksimal 27 hari, memiliki tingkat estrogen yang tinggi, dan punya kelainan saluran produksi, perlu melakukan pemeriksaan rutin terkait Endometriosis.

"Hal ini karena mereka memiliki risiko tinggi untuk mengalami Endometriosis di kemudian hari. Karena jika tidak diobati dengan tepat, perempuan akan berisiko mengalami komplikasi seperti infertilitas dan kanker ovarium,” jelas Dr. Kanadi.

Pada kondisi seseorang yang sudah mengidap Endometriosis, maka kunci keberhasilan pengobatannya yaitu kepatuhan.

“Apa yang dimaksud kepatuhan? Kepatuhan bisa digambarkan sebagai tingkatan perilaku pasien yang menggambarkan sejauh mana upaya mereka dalam mematuhi instruksi dan menyelesaikan pengobatan yang direkomendasikan oleh tenaga medis. Sampai saat ini, kepatuhan masih menjadi tantangan utama, karena pengobatan Endometriosis (terapi hormonal) merupakan mengobatan jangka panjang sehingga butuh komitmen dan keteraturan pasien,” tambah Dr. Kanadi.

“Sering ditemukan pasien yang berhenti di tengah jalan karena menganggap tidak ada perubahan pada dirinya. Hal ini yang kemudian membuat pengobatan tidak efektif dan tidak berhasil. Mereka yang pengobatannya tidak patuh (on-off) akan lebih sering mengalami kekambuhan dan rasa nyeri akan kembali dirasakan. Maka, yang perlu dilakukan oleh Dokter dan support system mereka adalah terus memberikan afirmasi positif dan edukasi terkait pentingnya komitmen menjalankan terapi dengan benar,” katanya.

Endometriosis dikatakan sebagai penyakit yang bergantung pada estrogen sehingga pengobatan yang diberikan salah satu pilihannya adalah menggunakan obat yang menekan hormon.

Saat ini, terapi progestin ditanyakan sebagai terapi lini pertama untuk Endometriosis. Salah satu jenis progestin adalah Dienogest.

Dienogest telah diketahui mampu mengurangi nyeri pelvis dan nyeri haid terkait endometriosis dengan dosis harian 2 mg, yang tentunya sangat mampu memperbaiki kualitas hidup penderitanya.

“Pada HIFERI Konsensus Tata Laksana Endometriosis 2023, terapi dengan Dienogest merupakan pilihan atau rekomendasi kuat dalam terapi nyeri endometriosis. Hal ini karena profil keamanan dan efektivitasnya sebagai pengobatan lini pertama. Namun pengobatan hormonal seperti ini efektif, jika ada kepatuhan dalam pengobatan jangka panjang sehingga hasilnya akan lebih baik,” tambahnya.

Baca Juga: Sering Diabaikan, Kenali Tanda Nyeri Menstruasi Karena Endometriosis

Dr. Dewi Muliatin Santoso, Head of Medical Dept. Pharmaceuticals Bayer Indonesia menjelaskan, “Bayer berkomitmen secara berkelanjutan dalam penanganan Endometriosis di Indonesia melalui penyediaan akses ke pengobatan Endometriosis dan senantiasa memberikan edukasi yang bermanfaat bagi masyarakat dan pasien. Edukasi yang tepat dan terus menerus merupakan kunci untuk mendorong kepatuhan terapi hormonal jangka panjang.”

Dr. Dewi juga menjelaskan, terapi hormonal Dienogest sangat efektif bagi penderita Endometriosis.

“Dienogest dari Bayer merupakan bentuk dari komitmen kami untuk menghadirkan obat inovatif untuk Endometriosis. Berdasarkan konsensus HIFERI 2023, Dienogest merupakan obat inovatif yang efektif dan aman yang direkomendasikan para Dokter untuk terapi Endometriosis. Terapi hormonal jangka panjang terbukti efektif dalam mengelola gejala endometriosis, mencegah progresivitas penyakit, dan meningkatkan kualitas hidup. Data menunjukkan adanya pengurangan nyeri sebesar 40% dalam 4 minggu pemakaian Dienogest, serta menunjukkan peningkatan nyata dalam ukuran kualitas hidup spesifik (SF-36) setelah 24 minggu pengobatan,” tambahnya.

Ia juga menambahkan, penelitian pada 29 pasien yang menjalani terapi Dienogest, lebih dari 80% pasien yang sel endometriosisinya hilang atau minimal pada minggu ke-24 pengobatannya.

“Real world Evidence jangka panjang menunjukkan Dienogest mampu mempertahankan VAS rendah (Visual Analog Scale/parameter untuk mengukur derajat nyeri pada endometriosis) selama 5 tahun. Kemudian, studi ENVISIOeN juga membuktikan bahwa pola pendarahan yang dialami pasien berkurang seiring berjalannya waktu. Ini yang membuat kami berupaya menyebarkan edukasi terkait kepatuhan berobat, karena hasilnya akan berdampak positif jika pengobatan dilakukan dengan benar,” jelas Dr. Dewi.

“Kami juga menyadari bahwa selain pengobatan yang tepat, keberadaan support system dalam komunitas juga penting untuk membantu pasien dalam menjalankan pengobatan mereka. Oleh sebab itu, kami mendukung patient empowerment dan menjalin kerja sama dengan komunitas Endometriosis Indonesia. Kami berupaya terus meningkatkan kesadaran dan edukasi baik untuk mencegah Endometriosis maupun untuk mengobatinya jika sudah terjadi, lewat kampanye Don’t Live with the Pain dan pembuatan patient booklet,” tegas Dr. Dewi.

Terkait pentingnya support system, Wenny Aurelia, selaku Founder Endometriosis Indonesia menyatakan, “Endometriosis adalah penyakit yang membutuhkan kepatuhan pengobatan dan perjuangan jangka panjang bagi penderitanya. Pengobatan secara jangka panjang kerap membuat pasien menghentikan terapi di tengah jalan. Dalam menjalankan terapinya, pasien tentu butuh dukungan dari keluarga, Dokter dan sesama pasien sehingga mereka tidak merasa sendirian dalam berjuang melawan Endometriosis.”

“Oleh sebab itu, dengan adanya komunitas Endometriosis Indonesia sejak tahun 2015 dapat menjadi wadah berdiskusi, saling memberikan informasi yang benar tentang Endometriosis, dan yang paling penting sebagai wadah untuk saling mendukung antar pasien.

"Kami juga senantiasa bekerja sama dengan berbagai pihak termasuk Bayer Indonesia dan para Dokter ahli kesehatan terkait untuk memberikan edukasi dan dukungan bagi pasien. Hal ini kami harapkan bisa menjadi upaya yang tepat untuk meningkatkan kualitas hidup pasien” tutupnya.

Baca Juga: Sering Disalahartikan, Ini 3 Perbedaan PCOS dan Endometriosis

(*)

 

Bantu Hindari Risiko Stunting pada Anak, Asupan Protein Jadi Kunci