Salah satu alasannya, hal itu dapat menumbuhkan saling pengertian dan menghormati satu sama lain, sekaligus membantu melestarikan kekayaan warisan budaya dan tradisional yang tertanam dalam setiap bahasa di seluruh dunia.
Namun, jalan masih panjang sebelum menjamin semua pembelajar mendapatkan hak atas pendidikan dalam bahasa ibu mereka.
Di sebagian besar negara, mayoritas siswa diajar dalam bahasa selain bahasa ibu mereka, yang disebut justru membahayakan kemampuan mereka untuk belajar secara efektif.
Diperkirakan, 40 persen populasi dunia tidak memiliki akses ke pendidikan dalam bahasa yang mereka gunakan atau pahami.
Upaya untuk melestarikan kekayaan budaya dunia lewat pendidikan berbasis bahasa ibu sempat terhalang oleh pandemi Covid-19.
Seperti kita tahu, pandemi membuat sekolah-sekolah tutup dan pembelajaran dilakukan secara daring.
Hal itu rupanya membuat akses terhadap pendidikan berbasis bahasa ibu sulit diperoleh oleh para siswa.
Pasalnya, konten pembelajaran jarak jauh tidak tersedia dalam bahasa ibu siswa, sehingga meningkatkan risiko putus sekolah.
Belum lagi permasalahan seperti kurangnya peralatan yang diperlukan untuk pembelajaran jarak jauh, semisal akses internet dan perangkat komputer atau gawai.
Untuk itu, masuknya bahasa ibu ke dunia digital dan pembuatan konten pembelajaran inklusif sangat penting.
Pembelajaran jarak jauh berbasis bahasa ibu harus dimasukkan ke dalam sistem pendidikan agar semua peserta didik, terutama yang berasal dari minoritas bahasa, dapat mengakses pendidikan lebih baik.
(*)
Baca Juga: Pentingnya Bahasa Ibu, Salah Satunya Dorong Perkembangan Intelektual