Regenerasi Perajin Batik Menurun, Sudah Siap dengan Ancaman Serius yang Mungkin Terjadi?

Citra Narada Putri - Senin, 3 Oktober 2022
Penurunan regenerasi perajin batik.
Penurunan regenerasi perajin batik. arttikstockphoto/iStockphoto

Parapuan.co - Sudah 13 tahun sejak batik ditetapkan sebagai warisan budaya Indonesia oleh UNESCO. UNESCO secara resmi telah menetapkan batik sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi (Masterpieces of the Oral and the Intangible Heritage of Humanity) milik Indonesia, sejak 2 Oktober 2009.

Sejak itu pulalah banyak dari kita akan bersuka cita dengan mengenakan pakaian batik aneka rupa. Bahkan, sejak ditetapkannya tanggal 2 Oktober sebagai Hari Batik Nasional, membuat penggunaan batik dalam kehidupan sehari-hari semakin terasa nyata. Berbagai instansi dan perusahaan mengharuskan para karyawannya untuk mengenakan batik pada hari-hari tertentu.

Selain itu, dari tua hingga muda, juga makin tampil dengan penuh percaya diri dan kebanggaan mengenakan salah satu wastra nusantara tertua di tanah air. Hal ini pun semakin mendekatkan masyarakat dengan batik, yang sebelumnya kerap diidentikan dengan ‘pakaiannya orang tua’ dan kuno menjadi lebih relevan dengan zaman serta terasa dekat pada generasi muda.

Bahkan, seperti disampaikan oleh Monique Hardjoko, pengamat wastra nusantara dan founder Rasa Wastra Indonesia, terjadi peningkatan minat terhadap batik di kalangan anak muda. Hal tersebut ia lihat dari semakin banyaknya tumbuh komunitas-komunitas berbasis budaya yang didirikan oleh anak muda itu sendiri, yang juga mendorong sebayanya untuk mengenakan wastra nusantara seperti batik. 

“Banyak komunitas berkain anak muda. Nah sebetulnya ini fenomena positif yah. Mereka (generasi muda) juga jago-jago untuk mengombinasikan padu padan berkain, salah satunya pakai batik,” cerita Monique.

Menurut Monique, anak-anak muda ini sangat pandai dalam mengadopsi kain batik pada gaya yang lebih modern, misalnya dengan dipadupadankan bersama sneaker dan t-shirt, baik dipakai pada acara formal hingga kasual.

Bahkan menariknya lagi, tradisi berkain di kalangan anak muda kini tak hanya dilakukan oleh perempuan saja. Jika Kawan Puan perhatikan, kini makin banyak laki-laki yang dengan bangga turut melestarikan budaya berkain, salah satunya dengan mengenakan batik sebagai sarung. 

Kendati kehidupan kita sehari-hari sudah semakin akrab dengan batik, bahkan generasi muda menjadikan batik sebagai tren yang menarik, namun nyatanya industri ini masih mengalami tantangan yang berat. Langkah-langkah untuk terus melestarikan batik pada generasi yang lebih muda terjegal dengan masalah regenerasi perajin yang mengalami penurunan. 

Berdasarkan data Asosiasi Perajin dan Pengusaha Batik Indonesia (APPBI) yang dilansir dari kompas.id pada 2021, jumlah pembatik di Indonesia turun 80 persen selama pandemi Covid-19. Sebelum pandemi, jumlah pembatik mencapai 131.568 orang dan kini tinggal sekitar 26.000 orang. Adapun salah satu penyebabnya karena pandemi yang membuat daya beli terhadap wastra nusantara menurun dan membuat para perajin batik beralih profesi demi bertahan hidup. 

Baca Juga: Yayasan Batik Indonesia Adakan Fashion Show Batik Terpanjang