Malala Yousafzai dan Para Aktivis Serukan Urgensi Pendidikan di Acara PBB

Firdhayanti - Rabu, 21 September 2022
Malala Yousafzai saat berpidato.
Malala Yousafzai saat berpidato. Instagram.com/unitednations

Parapuan.co - Aktivis Malala Yousafzai menyerukan pada para pemimpin dunia untuk mengatasi masalah pendidikan akibat pandemi Covid-19.

Hal itu dikemukakan oleh peraih Nobel Perdamaian itu pada acara pertemuan PBB Transforming Education Summit di Sidang Umum PBB, di New York, Amerika Serikat pada Senin (19/9/2022).

"Tujuh tahun yang lalu, saya berdiri di panggung ini berharap suara seorang gadis remaja yang mengambil peluru untuk membela pendidikannya akan terdengar," katanya dalam laman resmi PBB.

Perempuan asal Pakistan itu menyoroti target akses pendidikan bagi anak-anak dalam 7 tahun mendatang.

"Pada hari itu, negara, perusahaan, masyarakat sipil, kita semua berkomitmen untuk bekerja sama untuk melihat setiap anak di sekolah pada tahun 2030."

"Sungguh memilukan bahwa di tengah-tengah tanggal target itu, kami menghadapi darurat pendidikan," ujar Malala.

Malala turut mendesak para pemimpin dunia untuk membuat sekolah aman bagi anak perempuan dan melindungi hak setiap anak untuk belajar.

"Jika kamu serius dalam menciptakan masa depan yang aman dan berkelanjutan bagi anak-anak, maka seriuslah untuk pendidikan."

Selain Malala, beberapa aktivis perempuan di bidang pendidikam turut memberikan pernyataan mengenai urgensi kesetaraan pendidikan.

Baca Juga: Selamat, Aktivis Perempuan Malala Yousafzai Resmi Menikah di Inggris

Somaya Faruqi, mantan Kapten Tim Robotika Putri Afghanistan mengakui bahwa setiap gadis memiliki hak untuk belajar.

“Sementara sepupu dan saudara laki-laki kami duduk di ruang kelas, saya dan banyak gadis lain dipaksa untuk menunda impian kami. Setiap gadis memiliki (kesempatan) sekolah,” kata Somaya.

Duta Besar UNICEF Goodwill yang baru sekaligus aktivis iklim Vanessa Nakate, menekankan perlunya semua anak memiliki akses ke pendidikan.

Vanessa berujar, pendidikan penting karena masa depan bergantung pada anak-anak.

Hal serupa turut dikemukakan oleh siswi perempuan asal Ukraina, Yelizaveta Posivnych. 

Acara ini turut menampilkan penyanyi Angelique Kidjo, penyanyi asal Benin, Afrika Barat. 

Dalam ABC News, diperkirakan 70 persen dari anak berusia 10 tahun dari berbagai negara miskin dan berpenghasilan menengah tidak dapat membaca cerita sederhana, menurut laporan dari Bank Dunia, UNESCO, UNICEF dan organisasi bantuan lainnya.

Angka ini mengalami peningkatan 13 persen sejak sebelum pandemi.

Menurut para pejabat dan mahasiswa, masalah sistemik yang ada sebelum pandemi perlu ditangani.

Baca Juga: Malala Yousafzai Desak Para Pemimpin Dunia Lindungi Hak Perempuan Terkait Konflik Afghanistan

Negara-negara perlu meningkatkan pengeluaran, mengubah kebijakan untuk meningkatkan akses bagi anak perempuan dan siswa penyandang cacat.

Selain itu, peningkatan juga harus dilakukan untuk memodernisasi pengajaran untuk menekankan pemikiran kritis daripada menghafal. 

Wakil Sekretaris Jenderal PBB Amina Mohammed mengatakan itu adalah kesempatan sekali dalam satu generasi untuk "mengubah pendidikan secara radikal".

"Kita berhutang pada generasi mendatang jika kita tidak ingin menyaksikan munculnya generasi yang tidak cocok," katanya.

 Menurut PBB, sebanyak 130 negara berkomitmen untuk memperbaiki sistem edukasi dan mengambil tindakan untuk mempelajari krisis.

Negara-negara tersebut harus mengeluarkan 20 persen anggaran negara untuk pendidikan. 

Akibat pandemi Covid-19, gedung sekolah ditutup di berbagai negara. 

Sekolah di beberapa bagian Amerika Latin dan Asia Selatan ditutup selama 75 minggu atau lebih, menurut UNESCO.

 Tak sedikit pula tak mendapatkan akses internet untuk belajar online melalui konverensi video untuk pembelajaran jarak jauh.

Baca Juga: Buku Malala Yousafzai Dilarang Beredar di Pakistan, ini Penyebabnya

Keterlambatan belajar rata lebih dari 12 bulan dialami siswa di Asia Selatan hingga kurang dari empat bulan untuk siswa di Eropa dan Asia Tengah, menurut analisis oleh perusahaan konsultan McKinsey & Company.

Direktur Jenderal UNESCO Audrey Azoulay mengatakan sementara sebagian besar ruang kelas dunia dibuka kembali, 244 juta anak usia sekolah masih putus sekolah.

Dia mengatakan 98 juta dari anak-anak itu tinggal di Afrika sub-Sahara, diikuti oleh Asia Tengah dan Selatan.

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres meminta majelis umum untuk menjadikan pendanaan pendidikan untuk sebagai prioritas yang harus dilakukan. 

"Alih-alih menjadi enabler yang hebat, pendidikan dengan cepat menjadi pembagi yang hebat," katanya.

"Ini adalah satu-satunya investasi terpenting yang dapat dilakukan negara mana pun pada rakyatnya dan masa depannya," ungkapnya. 

(*)

Sumber: ABC News,UN News
Penulis:
Editor: Linda Fitria