Review Film Lara Ati, Isu Quarter Life Crisis dalam Balutan Komedi Romantis

Alessandra Langit - Kamis, 15 September 2022
Review film Lara Ati yang tayang di bioskop mulai hari ini.
Review film Lara Ati yang tayang di bioskop mulai hari ini. BASE Entertainment

Parapuan.co - Bayu Skak akan meluncurkan debut penyutradaraanya dalam film Lara Ati yang tayang di bioskop Indonesia mulai hari ini, Kamis (15/9/2022).

PARAPUAN berkesempatan menghadiri press screening film Lara Ati ini pada 6 September 2022 lalu.

Kawan Puan, Lara Ati menceritakan kisah Joko (Bayu Skak) dan Ayu (Tatjana Saphira), teman masa kecil yang sedang dilanda kegalauan.

Joko ditinggal sang kekasih, Farah (Sahila Hisyam), bertunangan dengan orang lain.

Sedangkan Ayu merasa kekasihnya tidak mencintainya lagi karena Ayu memutuskan untuk pindah dari Jakarta ke Surabaya.

Joko dan Ayu pun akhirnya mencoba saling membantu satu sama lain agar bisa memulihkan hubungan mereka masing-masing.

Di tengah perjalanan, ada hal tak terduga yang membuat Ayu dan Joko terjebak dalam perasaan yang tak terungkapkan.

Lara Ati menghadirkan kisah cinta sederhana dan ringan ke penonton lewat karakter Joko dan Ayu ini.

Tak hanya masalah percintaan yang mudah di tebak, film Lara Ati ini juga sarat akan makna dan problematika di era modern ini.

Baca Juga: Bayu Skak Bahas Isu Quarter Life Crisis Lewat Film Lara Ati, Tayang 15 September

Quarter Life Crisis Jadi Konflik Utama

Walaupun dibalut dengan permasalahan cinta, film Lara Ati ini secara garis besar menyoroti masalah quarter life crisis.

Joko dan Ayu yang berada di usia produktif ini berada dalam periode ketidakpastian, mulai dari pekerjaan hingga percintaan.

Menerima banyak tekanan dari orang tua, Joko terus mencari jati dirinya dan apa mimpi terbesarnya.

Karakter Joko menggambarkan dilema anak muda yang harus memenuhi ekspektasi orang lain, terutama generasi yang lebih tua.

Perubahan zaman juga menjadi kendala yang digambarkan oleh orang tua Joko dalam menerima minat sang anak di bidang seni yang dianggap tak berpenghasilan.

Di tengah ketidakpastian soal pekerjaan dan jati diri ini, mereka yang berada di usia produktif biasa mencari kestabilan lewat banyak hal termasuk hubungan percintaan.

Namun, pencarian jati diri ini kerap kali membuat Joko tidak percaya diri, membandingkan kepantasannya untuk dicintai dengan orang lain yang lebih stabil.

Angkat Budaya Jawa Timur

Baca Juga: Semangat Bayu Skak Kenalkan Budaya Jawa Timur Lewat Film Lara Ati

Bayu Skak ingin mempertahankan ciri khasnya yaitu membuat karya yang jauh dari Jakartasentris dengan menampilkan budaya Jawa Timur yang kental.

Latar tempat yang diambil adalah kota Surabaya dan semua karakter dalam film Lara Ati ini menggunakan dialog bahasa Jawa dari awal hingga akhir film.

Tak hanya dua hal itu, sebagai penonton, Kawan Puan akan diberi pengetahuan soal kuliner tradisional di Surabaya hingga keberagaman masyarakatnya.

Lingkar pertemanan Joko terasa seperti "Indonesia kecil", Joko punya teman yang asli Jawa, keturunan Tionghoa, hingga mantan kekasih keturunan Arab.

Eksperimen Bayu Skak

Bayu Skak mencoba bereksperimen dengan banyak elemen dalam film, mulai dari visual hingga musik.

Eksperimen ini membuat film terasa seperti "campur sari", tidak ada fokus yang jelas ke mana sang sutradara akan membawa bentuk film ini.

Lewat lagu-lagu yang dinyanyikan langsung oleh Bayu Skak, film ini terasa seperti drama musikal.

Opening scene dari film ini dikemas seperti film La La Land, penuh dengan koreografi dan nyanyian dari tokoh utama.

Di sisi lain, Bayu Skak juga menyematkan animasi pertarungan yang secara tiba-tiba muncul, membuat penonton bertanya-tanya mengenai fungsinya.

Namun, secara keseluruhan, film Lara Ati ini ringan, menghibur, dan menangkap fenomena di era modern yang relate dengan banyak penonton.

Baca Juga: Bintangi Film Lara Ati, Sahila Hisyam Harus Belajar Bahasa Jawa

(*)

Penulis:
Editor: Linda Fitria