Sejarah Hari Kartini 21 April, Jejak Perjuangan Emansipasi Perempuan Indonesia

Alessandra Langit - Kamis, 21 April 2022
Perjalanan R.A. Kartini dan Sejarah Hari Kartini 21 April
Perjalanan R.A. Kartini dan Sejarah Hari Kartini 21 April Kompas.com

Parapuan.co - R.A. Kartini adalah salah satu pahlawan perempuan Indonesia yang dikenal dengan perjuangan emansipasinya yang berdampak hingga kini.

R.A. Kartini adalah pelopor kesetaraan gender di Indonesia terutama dalam hak mendapatkan pendidikan.

Setiap 21 April 2022, masyarakat Indonesia merayakan hari khusus pahlawan perempuan ini dengan berbagai kegiatan.

Menjelang Hari Kartini, penting bagi perempuan Indonesia untuk mengetahui jejak perjuangan pahlawan ini.

Melansir TribunnewsHari Kartini yang selama ini kita peringati merupakan tanggal kelahiran dari R.A. Kartini sendiri yaitu 21 April 1879.

Namun, peringatan Hari Kartini pertama kali dilaksanakan setelah 2 Mei 1964 yang kemudian diubah oleh Presiden Soekarno.

Lewat Kepres N0. 108 tahun 1964, Presiden Soekarno menetapkan R.A. Kartini sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional dan memiliki hari khusus pada tanggal kelahirannya.

Perjalanan hidup R.A. Kartini

Raden Ajeng Kartini lahir pada 21 April 1879 di keluarga bangsawan Jawa dengan ayah Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat, Bupati Jepara.

Baca Juga: Jelang Hari Kartini, Ini 3 Film Sejarah Tentang Perjuangan RA Kartini

Sang ayah menyekolahkan Kartini di ELS (Europese Lagere School) sehingga sang putri dapat fasih berbahasa Belanda.

Sayangnya, Kartini hanya dapat bersekolah hingga usia 12 tahun karena budaya di Jepara yang mengharuskan perempuan dipingit saat memasuki usia remaja.

Titik perjuangan Kartini pun dimulai saat ia menghabiskan waktunya untuk membaca buku-buku Belanda.

Ia pun bertukar surat kepada teman-temannya di Belanda, saling berbagi perspektif soal hak perempuan dan pendidikan.

Salah satu sahabat penanya adalah Rosa Abendanon, yang banyak memberikan pengetahuan soal perempuan lewat surat kabar Eropa.

Diskusinya dengan Rosa Abendanon menyulut api semangat Kartini untuk kembali mengenyam pendidikan dan memajukan perempuan pribumi.

Pada 12 November 1903, R.A. Kartini menikah dengan Bupati Rembang, Raden Adipati Joyodiningrat yang membebaskannya dalam memperjuangkan pendidikan perempuan.

R.A. Kartini memperjuangkan mimpinya untuk memberikan akses pendidikan kepada perempuan-perempuan Indonesia.

Maka, pada tahun 1912, R.A. Kartini mendirikan Sekolah Wanita oleh Yayasan Kartini (Sekolah Kartini) di Semarang.

Baca Juga: Pandangan Kartini Soal Poligami yang Menjadi Polemik hingga Saat Ini

Sekolah Kartini berkembang dan berhasil didirikan di Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, hingga Cirebon.

Pada 13 September 1904, Kartini melahirkan anak pertamanya yang bernama Soesalit Djojoadhiningrat.

Empat hari setelah melahirkan, R.A. Kartini meninggal dunia pada 17 September 1904 di usia 25 tahun.

Mimpi-mimpi Kartini belum sepenuhnya terwujud karena ia harus berpulang di usia yang sangat muda.

Namun, Kartini meninggalkan jejak perjuangan emansipasi untuk diteruskan perempuan Indonesia dari generasi ke generasi.

Setelah Kartini wafat, Mr. J.H. Abendanon, sahabat Kartini di Belanda, mengumpulkan surat-surat Kartini dengan teman-temannya di Eropa.

MR. J.H. Abendanon ketika itu menjabat sebagai Menteri Kebudayaan, Agama dan Kerajinan Hindia Belanda.

Karya tulisan R.A. Kartini pun diterbitkan dalam buku berjudul Door Duisternis tot Licht atau Habis Gelap Terbitlah Terang.

Kawan Puan, itu dia sejarah Hari Kartini yang penuh makna emansipasi bagi perempuan Indonesia.

Baca Juga: Perjalanan Pahlawan Emansipasi RA Kartini Perjuangkan Pendidikan bagi Perempuan

(*)

Sumber: tribunnews
Penulis:
Editor: Linda Fitria