Sejarah Hari Film Nasional 30 Maret, Berawal dari Film Darah dan Doa

Alessandra Langit - Rabu, 30 Maret 2022
Film Darah dan Doa (Usmar Ismail, 1950), awal sejarah Hari Film Nasional
Film Darah dan Doa (Usmar Ismail, 1950), awal sejarah Hari Film Nasional TribunWiki

Pada 11 Oktober 1962, konferensi Dewan Film Nasional dengan Organisasi Perfilman menetapkan 30 Maret menjadi Hari Film Nasional.

Selain itu, Usmar Ismail (pendiri Perfini) dan Djamaludin Malik (pendiri Persari) diangkat sebagai Bapak Pefilman Indonesia.

Perfilman Indonesia sempat padam di tahun 90-an dengan adanya krisis moneter dan keadaan politik yang cukup panas.

Banyak seniman yang dibungkam dan bersembunyi dalam satu tema cerita bersama untuk menghindari fungsi film sebagai alat propaganda.

Saat reformasi tiba, identitas bangsa lewat karya film kembali dirayakan dalam pidato Presiden BJ Habibie di Istana Negara pada 30 Maret 1999.

Kembali mengangkat semangat Usmar Ismail, Presiden BJ Habibie ingin pembuat film Indonesia kembali bangkit dengan karya-laruanya.

"Mencerminkan kepribadian bangsa dan tidak digantungkan pada komersialitas," merupakan pemikiran Usmar Ismail yang kembali digaungkan oleh BJ Habibie. 

Hingga hari ini, 30 Maret menjadi hari yang penting bagi insan perfilman Indonesia dan merupakan semangat bersama untuk menghadirkan karya berkualitas.

Industri film Indonesia pun semakin inklusi dengan banyaknya perempuan yang mendominasi kursi penyutradaraan.

Ruang aman bagi Kawan Puan yang bermimpi untuk berkarier di industri film pun semakin luas dan mudah untuk diraih.

Baca Juga: Melihat Pentingnya Kesetaraan Gender dan Inklusi dalam Industri Film

(*)

Sumber: Bpip.go.id
Penulis:
Editor: Linda Fitria